26. Menyesal

169K 18K 3.8K
                                    

"Sin, jangan nangis ya? Lo kalo butuh temen curhat. Mungkin gue bisa jadi temen curhat lo," kata Gala. Ia menepuk-nepuk pundak Sintia yang bergetar karena menangis.

Saat ini Gala dan Sintia sedang berada di teras rumah Sintia. Tadi setelah menjemput Sintia di jalan kenanga. Gala mengantarkan Sintia pulang ke rumahnya. Namun saat Gala hendak pulang Sintia menahan Gala agar tidak langsung pergi.

"Gal, lo ngga papa kan di sini dulu? Gue bener-bener takut kalo dia dateng ke rumah gue. Di rumah ngga ada orang, Gal."

Gala menghela napas panjang. Tersenyum tipis lalu mengangguk. Sebenarnya Gala ingin cepat pulang. Di apartemen, Riri menunggunya sendirian. Gadis itu pasti sedang ketakutan sekarang.

Tapi melihat Sintia yang memohon dan ketakutan. Gala tidak tega juga meninggalkan Sintia sendiri. Bukannya Gala tidak memikirkan Riri. Tapi setidaknya Sintia lebih membutuhkan Gala saat ini. Karena keadaan Riri aman-aman saja. Sementara Sintia tidak.

"Lo tadi gimana awalnya, kok bisa pergi sama Leon? Terus kenapa Leon ninggalin lo gitu aja?" tanya Gala. "Maaf ya Sin, gue bukan mau ikut campur tapi gue kenal Leon udah lama. Dia bukan cowok baik-baik."

Sintia menghapus air matanya. "Leon itu mantan gue, Gal. Kita putus sebelum gue pindah ke Cakrawala. Setelah putus kita ngga pernah kabar-kabaran lagi. Tapi tadi sore dia tiba-tiba ngajak keluar."

"Dan lo mau?" sahut Gala.

"Awalnya gue nolak. Tapi karena dia maksa, gue takut. Tadi dia ngajak balikan. Karena gue tolak. Dia marah-marah terus nurunin gue di jalan tadi dan ngancem bakal buat hidup gue ngga tenang."

Melirik Gala yang gelisah seperti sedang mengkhawatirkan sesuatu. Sintia merasa sedikit kecewa. Sepertinya ceritanya barusan tidak membuat Gala merasa iba atau jadi mengkhawatirkan keadaannya.

"Gal," tegur Sintia.

Gala membuyarkan lamunannya tentang Riri. Menatap Sintia terkejut. "Eh sori. Gimana Sin?"

Sintia pura-pura tersenyum. Ia sadar posisinya saat ini hanyalah sebagai teman sekelas Gala saja. Tidak lebih. Salahnya, ia terlanjur menaruh rasa pada Gala yang jelas-jelas telah memiliki kekasih.

"Gal, sori ya? Waktu di telfon tadi, gue beneran ketakutan karena ada bapak-bapak mabuk yang lewat depan gue. Jadinya gue bikin lo panik."

"Ngga papa," angguk Gala. "Sin orang tua lo kemana emang?"

"Masih di kantor."

Gala bukan ingin kepo atau penasaran dengan keluarga Sintia. Ia hanya ingin memastikan kapan orang tua gadis di sebelahnya ini pulang agar Gala bisa langsung kembali ke apartemen menemui Riri.

Sintia melirik ke jam di pergelangan tangan. "Kayanya bentar lagi pulang Gal, ini udah jam sepuluh."

Gala mengangguk. "Lo ngga punya sodara?"

"Gue anak tunggal."

"Oh, pantesan sepi rumah lo," kekeh Gala.

"Biasanya ada bibi. Tapi lagi pulang kampung," kata Sintia. "Kalo lo? Anak ke berapa?"

"Gue? Gue anak pertama, ngga punya adek."

"Anak tunggal juga dong?"

Gala terkekeh. "Iya."

"Gal, lo udah lama pacaran sama Riri?"

"Lumayan," Gala tampak berpikir. "Hampir empat tahun."

"Wah, dari SMP dong?"

"Iya dari kelas tiga SMP."

"Beruntung ya Riri dapetin lo."

Gala tersenyum. "Kayanya gue yang beruntung dapetin dia. Gue kaya gini, tapi Riri bisa bertahan selama itu sama gue."

MY CHILDISH GIRL [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang