72. Putus?

163K 19.4K 11.9K
                                    

Siap baca?

Absen sesuai tanggal lahir kalian ya. Siapa tahu kita sama wkwk.

Budayakan vote sebelum membaca, biar nanti ngga lupa karena keasyikan baca <3

Jangan lupa follow Instagram :

@tamarabiliskii

@galaarsenio
@serinakalila
@alan.aileen
@ilhamgumilar1
@akbar_azzaidan

"Bunda...." Gadis dengan seragam putih abu-abu itu meletakkan setangkai bunga mawar putih di atas gundukan tanah.

"Riri kangen...."

"Riri bawa bunga kesukaan bunda."

"Bunda Riri mau cerita...tapi bunda janji ya jangan bilang siapa-siapa."

Gadis itu tersenyum lebar. "Tadi Riri ulangan harian matematika. Tau ngga Riri dapet nilai berapa?"

"Riri dapet nilai 60 lohhh...." ujarnya bangga. "Dulu bunda pernah bilang sama Riri. Berapapun nilai yang Riri dapet bunda ngga bakal marah yang penting Riri jujur. Karena bunda tahu Riri itu bukan bodoh cuma kurang pinter aja 'kan? Hehe..."

"Padahal bodoh sama kurang pinter kan sama ya bun?" cengir Riri dengan wajah polosnya. Matanya masih fokus menatap batu nisan yang bertuliskan nama bundanya itu. "Bun, sebenernya Riri mau cerita banyak. Tapi Riri bingung mulai dari mana saking banyaknya."

Riri menghela napas panjang sembari memejamkan mata. Sepersekian detik kemudian bibirnya bergetar. Air mata di pipinya sudah tidak bisa ia bendung lagi. Ini terlalu menyakitkan untuk Riri hadapi seorang diri. "Riri kangen sama bunda. Riri pengen peluk bunda tapi gimana caranya? Riri bingung bun, tiap malem Riri sering nangis karena inget bunda. Riri kangen dipeluk bunda pas bobo. Riri kangen dibuatin susu sama bunda. Kangen nasi goreng buatan bunda juga. Riri kangen semuanya bun..."

"Kenapa sih Tuhan harus ambil bunda cepet banget? Kadang Riri mikir kalo bunda itu masih ada tapi lagi sibuk kerja." Riri mengusap kedua pipinya yang basah. "Riri buat pemikiran gitu biar Riri kuat, bun...meskipun kenyataannya bunda udah pergi dan ngga bakal pulang lagi."

"Kalo sekarang bunda bisa denger Riri. Riri cuma mau bilang, Riri sayang banget sama bundaaa...bunda itu ibu terbaik dan terhebat. Pasti sekarang bunda bahagia ya di tempat baru? Soalnya bunda udah jarang dateng ke mimpi Riri."

"Ntar malem dateng ya bun, Riri kangen banget....pengen banget peluk bunda meskipun cuma di mimpi..."

Tangan mungil gadis itu terulur untuk mengusap-usap batu nisa di depannya. "Bun...Riri sebel sama Gala. Gala...udah sayang sama Riri..."

"Gala nakalin Riri, bun. Padahal Riri sayang banget sama Gala..." Riri menjeda ucapanya untuk mengusap matanya yang semakin basah. "Riri ngga mau Gala berubah..."

*****

"Astagfirullah bang. Kok bisa sampe sakit sih adekmu. Emangnya tadi kenapa?"

Dewa menatap mamanya dengan perasaan bersalah. "Tadi Dewa telat jemput, ma. Pas Dewa cari ke dalem sekolah ternyata Riri udah ngga ada. Dewa telfon ngga bisa. Eh taunya di jalan Dewa liat Riri jalan sendiri. Posisinya lagi hujan deres banget."

Sejak Riri dibawa pulang oleh Dewa satu jam yang lalu dengan keadaan basah kuyup. Vina sibuk mengurus Riri. Seperti membuatkan teh hangat, bubur dan juga mengompres dahi Riri yang panas sekali. Suhu badannya belum juga turun. Padahal tadi Vina langsung memberi Riri obat penurun demam.

"Apa dibawa ke rumah sakit aja?" tawar Dewa.

"Ngga mau."

Suara pelan nan lemah itu berasal dari Riri. Gadis itu sepenuhnya masih dalam keadaan sadar. Namun kepalanya terasa sangat pusing dan matanya sulit untuk terbuka. Jadi yang ia lakukan sejak tadi hanyalah memejamkan mata. Berharap rasa pusing di kepalanya yang begitu hebat bisa berkurang.

MY CHILDISH GIRL [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang