"Ngga papa. Ntar kalo Riri pengen apa-apa Riri panggil kalian. Riri mau sendiri ya, bang?" mohon Riri dengan wajah menggemaskan.

Dewa mencubit pipi Riri. "Iya deh, gemes banget astaga."

"Ck, merah tuh pipinya gara-gara lo cubit." Danis langsung memukul lengan Dewa. Membuat cowok itu meringis kesakitan.

Riri terkikik geli melihat tingkah dua abangnya itu. "Sana bang, Riri kan mau istirahat."

"Sweet dreams baby," kata Danis sembari mencium dahi Riri.

Dewa, cowok yang sedang membenarkan selimut Riri itu melirik Danis sinis. "Swit drim bibi," tiru Dewa dengan ekspresi wajah dibuat-buat.

"Ck, gila lo!"

Riri tertawa pelan melihat dua abangnya yang keluar kamar dengan aksi toyor-toyoran kepala. Sejak kehadiran Riri, rumah ini jadi tidak pernah terlihat sepi. Selalu ada hal-hal kecil yang membuat dua kembar itu bertengkar.

Bahkan Dewa yang dulunya jarang sekali pulang ke rumah. Kini malah sebaliknya, cowok itu jadi jarang keluar rumah. Cowok bandel yang satu itu lebih sering menghabiskan waktunya di rumah bersama Riri.

"Riri telfon aja deh," kata Riri meraih ponsel di atas nakas. Tapi tiba-tiba Riri teringat sesuatu. "Eh, tapi Riri kan masih marah sama Gala."

Seketika mata Riri berkaca-kaca saat mengingat kejadian di kantin siang tadi. Gala benar-benar jahat. Riri mengusap sudut matanya yang mulai berair. Ia mengembalikan ponselnya ke atas nakas.

Riri tidak boleh lemah. Ia harus kuat.

Dengan perasaan tidak karuan, gadis itu mencoba memejamkan mata agar bisa pergi ke alam mimpi secepat mungkin. Selain untuk menghilangkan pikiran-pikiran buruknya tentang Gala. Dengan istirahat cepat, siapa tahu bisa membuat dirinya sembuh. Agar besok bisa masuk sekolah.

Tok tok tok

"Non, bibi boleh masuk?"

"Iya bi, masuk aja."

"Ini non dari cowok. Katanya buat non Riri." Bi Murti meletakkan sebuket bunga, cokelat, dan permen lolipop di atas meja.

"Dari siapa, bi?"

"Ngga tau non. Pokonya ganteng, temen non kali ya. Soalnya dia seumuran sama non. Pas bibi tanya siapa namanya dia langsung pergi gitu aja."

"Oh makasih ya bi."

"Bibi permisi keluar dulu, non."

"Iya bi," angguk Riri tersenyum.

Riri menatap bunga, cokelat dan permen yang ada di atas nakas. Tidak ada surat atau apapun. Hanya ada tulisan. 'Cepet sembuh'.

Senyum di bibir Riri pun tercetak jelas. Hatinya menghangat. Ia tahu siapa yang mengirim semua itu. Pasti Gala.

Tidak berselang lama. Notif di ponselnya berbunyi.

Gala❤

Ngga usah GR lo sri. Itu bunga, cokelat sama permen bukan dari gue tapi dari tante Anita sama papa

Riri mengernyitkan dahi, bingung. "Tapi kenapa mereka tau kalo Riri sakit ya?" monolognya.

Ting!

Notif di ponselnya kembali berbunyi. Ternyata itu pesan dari Gala lagi.

Gala❤

Tadi papa sama tante Anita dikasih tau mama lo. Kalo lo lagi sakit. Mereka rekan bisnis. Terus gue dipaksa papa buat anterin itu ke rumah lo.

MY CHILDISH GIRL [END]Where stories live. Discover now