"Ma Riri ngga pa...." Danis yang melihat Riri terbaring di tempat tidur langsung menghampiri gadis itu. Dari raut wajahnya kentara sekali kalau dirinya sangat khawatir.

"Astaga, lo kenapa sih? Bisa kaya gini." Danis meletakkan punggung tangannya di dahi Riri. Terasa sangat panas. Dan hal itu tentu saja membuat dirinya ingin mengumpati Dewa.

"Lo juga, cuma disuruh jemput gitu doang ngga becus." Kini Danis menatap Dewa tajam. "Kalo tadi gue ngga ada kelas, pasti Riri udah gue jemput. Emangnya lo kemana? Kuliah juga engga."

Dewa berdecak. "Ck, namanya manusia juga ada lalainya. Gue tadi ketiduran."

"Kalo kaya gini lagi. Udah lo ngga usah anter jemput Riri lagi. Biar gue aja."

Mata Dewa membulat sempurna. Ada rasa tidak terima di hatinya mendengar ucapan Danis barusan. Apa katanya? Tidak boleh antar jemput Riri ke sekolah lagi? Enak saja! Emangnya Riri cuma adiknya Danis saja. Kalau begini caranya, sebagai abang tertua Dewa merasa ternistakan.

"Heh, mulut lo sembarangan. Gue juga berhak dong anter jemput Riri. Emang lo doang abangnya?!" protes Dewa.

"Lo emang abangnya. Tapi ngga becus!" semprot Danis. Vina yang melihat pertengkaran dua anak cowoknya itu geleng-geleng kepala.

"Ini adeknya lagi sakit loh. Udah jangan berantem terus," kata Vina sembari membenarkan selimut di tubuh Riri. Sepertinya gadis itu sudah tertidur karena efek obat.

Vina berdiri lalu menatap Danis dan Dewa bergantian. "Jagain Riri ya. Mama mau pergi bentar," pesan Vina yang diangguki oleh mereka. "Awas aja sampe berisik terus Riri kebangun."

*****

"Galaa...." gumam Riri.

"Galaaaa...."

Danis dan Dewa saling menatap bingung. Ini adiknya sedang mengigau atau bagaimana? Pasalnya kedua mata Riri masih terpejam sempurna tetapi mulutnya tidak berhenti memanggil nama Gala.

"Galaa...hiks...hiks...."

"Hei, udah-udah ngga papa, bang Danis ada di sini," ujar Danis menenangkan denga mengusap-usap rambut Riri.

"Apa gue telfon dia aja?" tawar Dewa.

Danis menggeleng. "Jangan."

"Gue kasian sama Riri. Kayanya dia sakit juga karena mikirin Gala yang tiba-tiba menjauh. Apa kita jujur aja, kalo..."

"Itu lebih bahaya," sela Danis. "Jangan gegabah."

"Bang, Gala mana?"

Pertanyaan itu membuat Danis dan Dewa menoleh bersamaan. "Loh kok bangun? Kepala masih pusing banget?" tanya Danis mencoba mengalihkan pembicaraan.

Riri menggeleng pelan. "Gala mana bang?"

"Abang ngga tau sayang."

Mata Riri mengerjap beberapa kali kemudian bertanya dengan polos. "Bang Dewa sama bang Danis ngga ngasih tau Gala kalo Riri sakit?"

"Ini udah malem, Ri. Kasian Gala kalo abang kasih tau sekarang. Besok aja ya?" bujuk Dewa.

Bukannya Dewa dan Danis tidak ingin memberi kabar pada Gala bahwa Riri sedang sakit. Tapi ada baiknya Gala tidak tahu. Kalau sampai cowok itu tahu pasti dia nekat menemui Riri sekarang. Bukannya mereka semakin jauh yang ada dekat lagi.

Riri mengangguk. "Riri pusing mau bobo. Bang Dewa sama bang Danis keluar ya?"

"Loh kenapa?" heran Danis. Padahal biasanya kalau sedang sakit begini. Riri paling tidak suka kalau ditinggal sendirian.

MY CHILDISH GIRL [END]Where stories live. Discover now