Dion dan Beni terngaga beberapa detik, setelah itu mereka mengatup bibirnya ketika dua jitakan sekaligus mendarat di kepala mereka.

"Lo berdua mikir apaan?"

"It-itu, belakang lo."

"Oh, jadi gitu ceritanya. Lo gak kasian sama diri lo sendiri? udah di tolak mentah-mentah, eh masih juga mau ngejar, situ gak punya muka apa gimana?"

Ketika Gibran membalikan badannya, ia langsung melihat wajah Dinda yang tersenyum licik.

"Hai, Gib." Sapa Dinda dengan senyuman mautnya.

Gibran menggeram. Lalu ia berdiri, menjajarkan tubuhnya dengan Dinda, membuat orang-orang yang tengah menyantap makanan mereka kini beralih menatap Dinda dan Gibran.

"Lo gak usah ikut campur." Ucap Gibran sambil memainkan rambut Dinda. Dengan cepat Dinda menepisnya.

"Lo emang cowok brengsek ya, kenapa lo tega lakuin kayak gitu sama Nalla? Lo mau gue laporin sama kepsek tentang prilaku gila lo?" Ancam Dinda dengan tatapan memanasnya.

Namun bukannya takut, Gibran tersenyum miring. Ia mendekat selangkah ke arah Dinda. Dan lihatnya para penonton yang semakin ingin tahu, mereka membiarkan makanan mereka begitu saja di atas meja demi melihat keseruan di tengah-tengah kantin.

"Lo cantik Din, kalo gue perhatiin." Gibran meneliti setiap wajah Dinda, lalu matanya tepat berhenti di bibir mungil Dinda yang membuat Gibran kembali tersenyum miring, "bibir lo menggoda." Ujar Gibran kembali sambil berbisik, hanya Dinda yang dapat mendengar bisikan itu.

Plak.

Dengan cepat Dinda menampar pipi Gibran, membuat semua orang berteriak heboh, serta Alisa dan Ernon yang menutup mulut mereka melihat Dinda melakukan hal itu.

"Kayaknya lo gak pernah di didik ya." Ucap Dinda sambil menahan amarahnya.

Kantin semakin padat, Alisa semakin menggeram melihat tatapan Gibran kepada Dinda. Akhirnya, Alisa berjalan mendekati Dinda dan langsung menarik tangannya menjauh dari Gibran, namun baru beberapa tarikan Alisa tertahan.

Gibran menarik kasar Dinda hingga cewek itu kembali dekat ke arah Gibran.

Baru saja Dinda ingin melawan, tangannya di cengkram hebat oleh Gibran, membuat Dinda menahan sakit. "Lepas, Gib. Sakit."

"Masalah lo sama gue belum selesai, main kabur aj-"

"Lepas."

Satu kata itu membuat semua orang yang berada di kantin terdiam. Terlebih lagi Gibran, cowok itu melepaskan tangan Dinda perlahan ketika ia bisa melihat seseorang yang berjalan ke arahnya.

Dinda bersyukur orang itu hadir disini.

Bruk.

Satu hantaman kuat mengenai rahang Gibran, membuatnya jatuh ke lantai. Sorakan heboh dan tepuk tangan terdengar di setiap sisi kantin. Bagaimana tidak, seorang Alan yang tiba-tiba datang dan langsung menonjok Gibran dengan kuat membuat semua kaum hawa saat ini memujinya berkali-kali.

"Hua, gue mau dong jadi istrinya Alan."

"Gila, kayak di film-film anjim, keren banget dia."

"Cakepnya kelewatan."

"Tampannya masya Allah."

"Cakepnya gak ada akhlak sumpah."

"Jadi kan aku istrimu mas."

"Sumpah, udah cakep, tajir, berkarisma, Ceo muda, ketos lagi."

NALLAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang