DUKA TANPA USAI.

11.3K 887 88
                                    


Pekat menyerang tanpa usai
Sunyi merantai
Jangan akhiri kita tanpa arti
Kuharap yang terjadi hanya ilusi.

(Schatje, aprilwriters)

***

Seperti biasa, jika Karenina hendak tutup foodtruck, Denial pasti selalu datang sekadar membantu berbenah dan mengekor di belakang kendaraan Karenina hingga kekasihnya itu sampai di rumah dengan selamat, malam ini pun Denial tetap penuhi kewajibannya. Hanya saja laki-laki itu pergi ke minimarket saat ia meninggalkan ponselnya di permukaan jok mobil sisi kanan foodtruck Karenina, berdering cukup keras begitu panggilan masuk mengusik.

Karenina menutup pintu bagian belakang setelah urusan berbenahnya selesai, ia baru menyadari ponsel seseorang tertinggal begitu berbunyi riang gembira, perempuan itu lantas bergerak cepat membuka pintu sisi kemudi, meraih ponsel Denial dan tertegun sejenak tanggapi nama seseorang yang menghubungi kekasihnya setelah ratusan purnama berlalu.

Mungkin tak sopan mengangkat panggilan telepon milik orang lain, tapi Karenina tetap mengangkatnya, ia telanjur penasaran perihal apa yang mungkin dibicarakan sosok di seberang sana malam-malam seperti sekarang meski entah pukul berapa di Seoul.

"Malam, Den. Kamu baik-baik aja, kan? Lama nggak dengar suara kamu, sejujurnya aku kangen banget sama kamu, Den. Kalau aku pulang, bisa nggak kita sama-sama lagi?" Suaranya benar-benar lembut, tapi Karenina menahan diri untuk bicara, ia ingin tahu sejauh apa pembicaraan itu berlangsung. "Tapi, kayaknya udah nggak mungkin. Aku dengar—katanya kamu sama Karenina, ya? Kayaknya dia emang mimpi kamu, bukan aku meskipun kita udah bertahun-tahun dekat, dari SMA kita dekat, kamu yang kejar aku, kamu yang berjuang sampai akhirnya kamu dapatkan apa yang kamu mau. Aku kangen, Den ...." Tiba-tiba hening, tapi terdengar isakan lirih dari seberang sana, Karenina semakin membisu, ia menatap sekitar—pada keadaan di depan Universitas Darmawangsa yang mulai sepi ketika pekat kian merajam.

"Aku cinta sama kamu, masih sampai sekarang. Tapi, kenapa waktu yang lama buat kisah kita justru nggak kasih kabar bahagia? Apa karena aku yang naif, Den? Aku tahu kamu dengar semuanya sekarang, tapi untuk semua hal yang nggak mungkin kembali—terutama rasa percaya kamu buat aku, sungguh aku minta maaf. Aku nggak ada niat melakukan hal semacam itu buat Karenina, aku minta maaf udah gila saat itu, tolong sampaikan maafku ya buat Karenina, aku menyesal udah teror dia pakai pasak jagor, aku emang egois, Den." Karenina menelan ludah mendengar pengakuan Benaya, ia baru tahu jika Benaya-lah yang mengirimkan pasak jagor ke rumahnya saat itu, kini terjawab sudah rasa penasaran Karenina. "Aku nggak ada niat balik ke Jakarta, aku mau di sini aja buat melupakan rasa sakit sekaligus cari bahagia buat sendiri karena kamu juga menemukan kebahagiaan sendiri. Aku belajar ikhlas, Den. Mau selama apa hubungan kita dulu, ternyata nggak membuat Tuhan yakin kalau kita ini berjodoh, ternyata kita hanya perlu menjaga satu sama lain. Waktu kamu kabur dari bandara malam itu udah cukup membuat aku paham semua tentang keinginan kamu. Ya udah, nggak apa-apa, aku ikhlas makanya aku tetap pergi ke Seoul. Sekarang—"  Ponsel terlepas dari tangan Karenina begitu saja saat tangan seseorang membekapnya dari belakang, tadi perempuan itu berdiri di dekat pintu sisi kanan seraya menatap lurus ke depan, sekarang justru terkejut tak keruan saat seseorang mengusiknya, membekap mulut Karenina dan menariknya hampiri van hitam tak jauh di belakang foodtruck, Karenina hafal sampai di luar kepala perihal van yang berkali-kali mengejarnya hingga ia hampir mati.

Karenina mendelik, tangan kosong yang membekapnya tak mampu membuat Karenina pingsan, perempuan itu menyikut perut si pelaku serta menginjak kakinya dengan keras hingga bekapannya terlepas. "Kalian!" Karenina mendelik usai memutar tubuh dan melihat wajah seseorang yang baru membekapnya, satu lagi pria bertubuh kekar berdiri di dekat pintu van seraya menyesap batang rokok, tapi langsung dibuang begitu tanggapi Karenina melarikan diri.

Schatje (completed)Where stories live. Discover now