MANUSIA PALING PAYAH.

976 126 5
                                    


Kuat ya, hidup seperti teka-teki yang tak kamu duga-duga, bagaimana kamu memecahkannya, dan bagaimana harus menyerah dan kalah. Mungkin, meski kalah di satu kotak, cobalah mengisi kotak lain, karena masih banyak kesempatan menanti.

Schatje, aprilwriters.

***

Reparasi √
Masuk tempat cuci mobil √
Karoseri √
Daftar menu baru
Iklan sosial media
Inovasi √
Terjun ke lapangan (it's show time)

Ah, Karenina belum memberi semua centang list miliknya untuk urusan foodtruck, masih ada tiga hal yang perlu ia kerjakan. Segala persiapan ini sama seperti saat pertama kali ia membuka bisnisnya, jadi semua dimulai dari awal selain membeli foodtruck, untung saja kendaraan itu tak bermasalah meski beberapa waktu tak dioperasikan. Sebentar lagi ia siap membalut tubuhnya sepanjang waktu menggunakan apron dan terseyum ramah pada setiap orang yang mengunjungi foodtrucknya.

Karenina menggigit ujung bolpoin, ia menimang-nimang sesuatu dalam pikirnya, lantas kembali duduk di sofa dekat jendela kamar, meletakan buku list serta bolpoin sebelum memangku laptop. Ia berniat membuat banner promosi, terlalu sering melakukan segala hal secara otodidak membuatnya terampil memahami sesuatu dengan cepat, ia hanya perlu melihat video tutorial, membayar biaya sewa gambar karena ia tak ingin menggunakan satu gambar untuk selamanya, ia butuh berganti gaya sesuai keinginan agar terlihat lebih fresh dan tak membosankan.

"Promosi sosial media." Sudah lama Karenina tak membuka instagram khusus berisi menu-menu food truck yang ia pamerkan, wanita itu teringat saat banyak orang berfoto dengannya, lalu mereka memposting di sosial media dan memberi review pada makanan yang Karenina buat. Salah satu semangat agar wanita ini lebih bekerja keras.

Tok-tok-tok!

"Masuk aja, Bi." Ia bicara tanpa melihat ke arah pintu, seolah tahu seseorang di luar sana adalah Parmini. Namun, setelah derit pintu terdengar hingga isi kamar Karenina terlihat jelas di sepasang manik legam berwajah tegas itu, Karenina salah sasaran, bukan Parmini yang berdiri di sana. "Ada apa, Bi? Kok cuma diam."

"Karenina."

Wanita itu mengangkat wajah setelah sempat tertunduk menatap layar laptop disertai jemari nan berglirya di permukaan keyboard. "Papa?" Senyum menghiasi wajah, ia beranjak menghampiri Rahadian, lalu membagi sebuah peluk rindu serta kasih sayang. "Kenapa nggak bilang? Karenina bisa jemput Papa di bandara."

"Parmini bilang kamu kan lagi sibuk ngurusin food truck, jadi papa nggak tega."

Wanita itu melepas pelukannya, tersenyum lagi. "Kebetulan lagi senggang kok."

"Oh ya?" Rahadian menatap ke arah laptop serta beberapa buku di permukaan meja. "Itu banyak yang kamu kerjakan, mana bisa dibilang senggang."

"Masih bisa kok kalau cuma jemput ke bandara." Bisa-bisanya mereka berdebat kecil setelah sebulan lebih tidak bertemu.

"Nggak apa-apa, yang penting sudah sampai rumah kan."

"Kalau gitu, Papa udah makan?"

"Papa cuma makan sandwich di pesawat."

"Kalau gitu, mau makan apa?"

Sungguh menegangkan saat segala masalah di kepala tengah bertumbuk karena perbuatan sang ibu hingga Rahadian harus menutup segala akses—entah dari dunia keluarga maupun media agar kasus kecelakaan Karenina saat itu tak diekspos, dan ia harus bekerja ekstra menjalankan perusahaan dari jauh. Lalu, ketika ia baru tiba di rumah mendapat sambutan hangat oleh putri sematawayangnya yang ramah, penuh kasih dan perhatian.

Schatje (completed)Where stories live. Discover now