SEJUMPUT NASIHAT.

938 113 4
                                    


Ini adalah tentang dan rentang.
Dari suara-suara berteriak lantang, bahwa sebuah masalah memang datang untuk menantang.

Schatje, aprilwriters.

***

"Kak Nina, ini gimbap ya!" Suara Elita paling heboh di antara tiga gadis lain yang datang bersamanya, empat mahasiswi tahun pertama dengan wajah-wajah imut mereka, tentu saja tahun pertama masih bisa dianggap santai tanpa terlalu banyak tekanan, jadi Elita sanggup melakukan salto kanan kiri tanpa henti.

Ini hari pertama Karenina's Kitchen beroperasi kembali, dan sekarang sudah hampir mendekati jam makan siang. Sebagian besar pengunjung yang datang kemari adalah mahasiswa, maklumlah pekerja kantoran masih sibuk mengurus dunia mereka di bawah gedung pencakar langit sampai mau gila.

"Iya, selamat makan." Karenina tersenyum hangat, ia meletakan dua piring gimbap berbeda varian di permukaan meja, empat gadis imut-imut itu duduk mengitari satu meja, wajah mereka disinari senyum semangat yang menggebu, membuat Karenina mudah mengingat masa kuliahnya meski bukan mahasiswi nan bertingkah aktif seperti Elita.

Gadis itu muncul beramai-ramai, masih ingat kan kalau Elita selalu menyukai apa saja yang dimasak Karenina, seperti kakak keduanya, mungkin saat jam makan siang nanti Denial juga akan muncul di sini.

Saat Karenina kembali memasuki truknya, teman-teman Elita mulai sibuk berbisik seraya mengangkat sumpit mereka untuk mengarahkan setiap potongan gimbap ke bibir. Ini enak.

"Jadi, kakak yang cantik itu calon kakak ipar lo, El?" Aranya memulai pergibahan, gadis itu agak gemuk, mungkin karena tinggi, jadi tak terlihat besar. Ia melirik ke arah food truck, Karenina tak terlihat karena berdiri di sudut ruang sempit yang sudah menyambut aktivitasnya sejak pukul sepuluh lewat.

"Ini enak, pantas aja abang gue demen makan di sini," tutur Ayu setelah mengunyah potongan gimbapnya, si paling kurus yang jika disandingkan di sebelah Aranya maka seperti angka sepuluh, hampir begitu.

"Wah, jadi abang lo sering makan di sini?" Elita belum menyahut, tapi Aranya mewakili pertanyaannya pada Ayu.

"Iya, dia malah pernah kok foto sama kakak yang itu." Menatap Elita. "Siapa nama kakaknya, El?"

"Karenina, gue panggilnya Kak Nina." Elita menyahut.

"Gue juga udah follow instagramnya." Jessy baru angkat bicara. "Pertanyaan Aranya nggak dijawab, El?"

"Oh iya, lupa. Maaf kelewat." Elita menatap food truck, Karenina berdiri di balik konter seraya menatap ponsel, wanita berambut dicepol itu terlihat sangat cantik meski beberapa helai surai menyentuh wajahnya. Elita saja mengaku jika ia mengagumi Karenina, kalau saja ia laki-laki, mungkin mengajak kakaknya sendiri untuk bersaing. "Iya, Kak Nina calon kakak ipar gue. Doain ya biar cepet-cepet nikah sama Bang Denial. Biar gue makan enak setiap hari."

"Emang masakan pembantu lo nggak enak?" Aranya menyahut.

"Ya enak, tapi kalau Kak Nina yang masak itu—beuh!" Ia mengangkat kedua ibu jarinya. "No kaleng-kaleng, kan dia selalu kasih menu beda."

"Bener kok." Ayu menyahut. "Abang gue pernah cerita waktu di meja makan, mama sama papa juga denger kalau di sini sering ganti menu kan."

"Abangnya si Ayu emang the best banget." Elita makin antusias mempromosikan tempat ini. "Selera makan abang lo bagus, Yu."

"Sekarang nular ke adiknya." Ayu terkekeh pelan.

"Gue foto deh ya." Jessy merogoh ponsel dan membuka kamera. "Nggak apa-apa yang lain udah dimakan, tapi ini emang enak banget kayak sushi-sushi yang direstoran mahal itu."

Schatje (completed)Where stories live. Discover now