DOPAMIN.

1.7K 154 12
                                    

Aku tanpamu, seperti rintik hujan serta kelabu.

Schatje, aprilwriters.

***

"Iya, sebentar." Gerak kaki Karenina cukup lincah kala menuruni tiap anak tangga disertai tangan kanan menyusuri permukaan railing, ia bahkan belum sempat mandi karena baru terbangun lima belas menit lalu, tapi suara bel di luar pintu utama terus mengusik—menyeret pemilik rumah agar lekas turun.

Sebelum memutar kunci, ia lebih dulu mengintip dari balik tirai, postur tubuh wanita paro baya membuat Karenina tersenyum, buru-buru ia membuka pintu—menemukan Parmini sudah berdiri di beranda, akhirnya seseorang menemani Karenina lagi di rumah.

"Udah balik?"

"Sudah, Mbak. Maaf ya kelamaan pulangnya, anu itu anak-anak saya mintanya balik nunggu kebun panen, jadi ya lama." Pernyataan yang bisa dipercaya sebab bisa terlihat dari dua kardus menumpuk di lantai, sementara tas bajunya di tangan kiri.

"Oh, enggak apa-apa kok, pasti anak-anaknya kangen kan." Karenina memperhatikan dua kardus di sana. "Bibi nggak repot bawa kardus itu?"

"Ndak lah, waktu ke terminal dibawakan menantu saya, dititip ke bagasi bus. Terus waktu ke sini kan naik ojek, tadi juga mas ojeknya yang bawa masuk, Mbak."

"Oh gitu, ya udah ayo masuk, pasti capek kan perjalanan jauh. Biar saya bantu bawa kardusnya, ya." Karenina hendak mengambil alih dua kardus nan terikat rapi tali rafia, tapi Parmini menahannya. "Kenapa?"

"Satu saja, jangan semua, Mbak. Masa majikan bawa-bawa punya pembantunya."

"Lho, kalau pembantunya itu laki-laki umur tiga puluhan saya nggak mau bantu, ini Bibi udah lewat lima dekade lho."

"Lima dekade itu berapa tahun, Mbak?"

"Lima puluh, sini saya bantu."

"Satu saja, ya. Berat." Parmini mengambil alih satu, dan sisanya untuk Karenina, jadi adil sekarang. Mereka memasuki rumah, setidaknya jika Parmini sudah kembali—maka pekerjaan rumah menjadi milik wanita itu lagi, urusan Karenina tinggal seputar foodtruck serta beberapa hal lain. "Bawa ke dapur saja, Mbak. Ini isinya sayur dari kebun semua."

"Okey." Mereka membawanya ke dapur dan meletakan kardus di lantai, lantas Parmini mencari sebuah gunting di laci untuk memotong tali rafia, betapa terkejutnya Karenina melihat beragam sayuran khas perkampungan di kedua kardus. "Itu Bibi lagi pindahan apa gimana sampai bawa sayuran ke sini?"

"Nah, anak saya yang masukin semua ke kardus, ini hasil kebun di kampung, Mbak. Saya sudah bilang kalau di sini semuanya ada, tapi anak-anak ngeyel, katanya ndak apa-apa kan Mbak Karenina pengertian."

Karenina tersenyum mendengarnya. "Iya, tapi jadinya bikin repot Bibi kan sampai bawa yang berat-berat, makasih banyak lho."

"Wis ndak apa-apa, pasti kulkasnya muat buat nampung, saya juga bawa ikan asin. Itu si Rohimah nitip ikan asin."

"Oh, Mbak Rohimah yang ngurus rumah depan?"

"Iya, telepon terus dia, Mbak."

Karenina mengendus aroma yang cukup kuat. "Ini kayak bau ... jengkol, ya?"

"Sebentar ya." Parmini berjongkok, ia mengeluarkan banyak hal dari kardus pertama. Rasa-rasanya Parmini siap membuka warung sayuran komplek kalau begini, terlihat dua ikat kacang panjang, nanas, pisang, serta beberapa bungkus jengkol. Karenina makin terkejut, apa itu kardus ajaib yang bisa menampung banyak benda?

Kardus kedua tak kalah ramai. Ada jeruk purut, ubi jalar ungu, petai, ikan asin serta kentang. Mungkin hasil kebun di kampung Parmini tertampung semua pada dua kardus tersebut.

Schatje (completed)Where stories live. Discover now