AMARAH YANG SALAH.

10.4K 1K 113
                                    

Goresan luka yang kaubuat
Seperti sulur yang merambat
Menjerat, membuat relungku kian berkarat.

(Schatje, aprilwriters)

***

Benaya menoleh usai mendengar seruan Elita tadi, dan kilatan amarah di mata itu kini menghunjam Karenina. "Jadi, Karenina adalah alasan kamu buat nggak peduli lagi sama aku, Den? Kamu udah jatuh cinta sama dia?"

"Ben, dengerin aku dulu—" Denial masih menahan lengan kekasihnya, mencoba tarik Benaya keluar dari area rumah Karenina.

"Apa, sih! Lepas nggak!" Benaya tepis kasar tangan-tangan Denial sebelum bergerak dekati Karenina yang hanya diam memperhatikan semua, ia tak ingin mengelak tuduhan Benaya tadi, sebab semua benar, sebab pernah ada sesuatu antara dirinya serta Denial meksi bibir terasa sulit untuk mengungkap kenyataan, Karenina masih miliki hati untuk tidak menyakiti orang lain, membiarkan semua berjalan seperti seharusnya tanpa perlu tambahan luka, tanpa harus membalas dendam.

Saat Benaya berdiri tepat di depan Karenina, Elita langsung pasang badan membelakangi Karenina, ia berkacak pinggang tatap kekasih sang kakak yang seolah siap menerkam sang mangsa dengan mata menyala saga itu, tapi sedikit pun tak ada rasa takut bagi Elita, ia lirik sang kakak yang kini bergeming di belakang Benaya, tak menyentuhnya lagi.

"Mau apa?" tanya Elita terdengar santai, tapi ia tengah berjaga-jaga.

"Aku mau tanya sesuatu sama Karenina," sahut Benaya tatap perempuan di belakang Elita.

"Bilang aja—"

"Elita." Karenina menepuk pelan bahu Elita, membuat gadis itu menoleh. "Kamu masuk aja, ya. Ini urusan orang dewasa, nggak akan ada apa-apa, kok."

"Eum." Gadis SMA itu tampak berpikir sebelum akhirnya mengangguk. "Kalau ada apa-apa langsung panggil aku, ya, Kak." Anggukan Karenina membuat Elita beringsut masuk rumah, meninggalkan tiga orang lainnya tetap bertahan di sana bersama kemelut yang tercipta.

"Kalau Denial enggak mau jujur, bisa kamu jujur sama aku?" Benaya mengawalinya.

"Tanya apa." Ekspresi Karenina benar-benar tenang, tak memperlihatkan rasa takut sedikit pun, sebab ia tak pernah salah, ia juga bukan satu-satunya yang pernah memulai segalanya, ia hanya satu dari sekian banyak bidak catur yang Denial mainkan, pernah menjadi Queen sebelum akhirnya turun menjadi bidak biasa, membiarkan penghuni asli yang bertahta.

"Kamu punya hubungan apa sama Denial? Kenapa dia nggak jujur di pertemuan pertama kita waktu itu, kenapa dia nggak ngaku kalau kamu sama dia sebenarnya udah kenal?" Perkataan Benaya membuat lubang-lubang dalam benak Karenina mulai terbuka, lubang yang mengartikan begitu banyak luka—yang ia dapatkan lebih dari satu orang saja, lubang yang kini berusaha Royan tutupi semampunya, tapi tetap saja—tak ada yang bisa mencegah terbukanya lagi lubang itu saat orang lain membukanya tanpa izin, membuat rasa sakit terkoyak kembali hinggap.

"Ben, aku bisa jelasin semuanya sama kamu nanti, nggak perlu kayak gini." Denial masih memohon, ia tak ingin menimbulkan masalah yang menyangkut tentang Karenina lagi.

Benaya memutar tubuh seraya tatap kekasihnya dengan kening berkerut, ia tunjuk dada Denial seraya berkata, "Nggak perlu kayak gini gimana! Harus kayak gini! Kamu yang bikin semua kayak gini, andai malam itu kamu nyusul aku dan jelasin semua—pasti nggak perlu kayak gini, karena narasumbernya dua orang, kamu sama Karenina, tapi kamu enggak mau bicara. Jadi, biarin Karenina yang bicara. Oke?" Ia tepuk pelan pipi Denial beberapa kali, membuat kekasihnya langsung bungkam, tak bisa lagi menahan Benaya lebih jauh, ia hanya perlu mendengarkan pengakuan Karenina dan membuat semua yang dibangunnya sejak lama—mungkin akan berakhir menyakitkan, remuk redam.

Schatje (completed)Where stories live. Discover now