CEMBURU, TAK LAGI RADU.

12.1K 1K 72
                                    


Cemburu tiada lagi radu
Sebab kita masih membisu
Sejuta teka-teki kembali terpaku
Tentang kita yang kini beku.

(Schatje, aprilwriters)

***

Motor besar itu berhenti di area parkir kantor, tangannya baru saja loloskan helm dari kepala sebelum tatap spion sesaat seraya menyugar rambutnya ke belakang. Ia turun tinggalkan tempat itu, tapi ketika tepat kakinya menginjak anak tangga pertama menuju beranda, ia dibuat mengernyit ketika dua orang pria membawa beberapa furniture kantor pada sebuah mobil bak terbuka di parkiran, memang bukah hal yang salah, tapi pot berisikan bonsai maple-lah yang membuat ekspresi Denial sampai seperti itu.

Ia beranjak cepat mencegat salah satu pria yang hendak memasuki kantor lagi. "Siapa yang suruh bawa-bawa itu barang ke sana?" Aura tak suka ditunjukannya tanpa basa-basi.

"Nganu, Mas. Salah satu pihak kantor telepon, katanya furniture ruangan mau diubah semua."

"Termasuk pot bonsai maple itu?" Denial menunjuknya, ada di antara barang-barang lain.

"Iya, Mas."

"Siapa coba yang minta."

Pria itu tampak menerawang. "Kalau nggak salah namanya Clara, Mas."

Tangan Denial seketika terkepal kuat, Clara adalah wanita yang menggantikan posisi Karenina sebagai sekretaris Zian sekarang, artinya wanita itu duduk di balik meja kerja Karenina yang dulu. Jadi, bukan alasan yang tak bisa diterima kepala jika pot bonsai maple tak ingin dilihatnya, sebab setiap karyawan ingin ruangannya ditinggali dengan nyaman, terutama saat Zian memberi izin atas urusan furniture di ruangan sekretarisnya.

Laki-laki itu kini melangkah masuk lewati lobi, tatapannya dipenuhi kabut abu-abu yang cukup tebal, membuat orang-orang yang ia lewati mulai menerka-nerka suasana hati Denial pagi ini. Laki-laki itu langsung masuk lift, menekan tombol nomor lima tempat ruang sekretaris Zian berada.

Langkah lebarnya kembali berlansung usai pintu lift terbuka, ia lihat satu pria lain yang sempat hilir-mudik pindahkan barang ke dalam mobil bak terbuka, kali ini pria itu hanya memegang sebuah lukisan bergambar gedung perkotaan.

Denial langsung masuk tanpa mengetuk pintu, untung saja Clara hanya sibuk merapikan ruangannya menggunakan kemoceng. Wanita itu cukup terkejut tanggapi kehadiran Denial yang tiba-tiba, tapi senyumnya langsung dipasang sebagai sambutan, selama beberapa hari Clara bekerja pun baru kali ini melihat lebih dekat putra pemilik kantor.

"Pak Denial apa—"

"Sekalipun sekarang tempat ini ruangan elo, tapi jangan pernah asal ngebuang sesuatu, apalagi yang gue anggap berharga. Gue aja nggak tega, elo malah seenaknya," seloroh Denial begitu sarkas, peduli setan dengan suasana hati Clara kali ini, wanita itu hanya bisa diam memikirkan segala ocehan Denial barusan.

"Maksudnya gimana, ya?" Clara melirik ke kanan dan kiri, bingung tak mengerti, ia berdiri di balik meja kerja tanpa melepaskan kemocengnya.

"Intinya, jangan lagi buang sesuatu yang menurut orang lain berharga. Paham?" Ia melengos keluar dengan ekspresi dinginnya, kembali masuk lift hingga lantai dasar dan hampiri mobil bak terbuka yang hampir saja tinggalkan parkiran jika Denial tak buru-buru datang menahannya, satu hal sederhana yang ia minta; pot bonsai maple Karenina dipindahkan ke ruangannya, meski yang tersisa hanyalah batang serta ranting kering yang begitu kosong, harapan tiada tersisa lagi di sana.

***

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Schatje (completed)Where stories live. Discover now