EUFORIA RASA.

15.5K 1.3K 35
                                    

"Gue

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"Gue ...." Denial tersenyum miring. "Gue mau kopi."

"Nanti Bi Parmi yang buatkan."

"Nggak, pokoknya enggak." Denial menggeleng kuat seperti anak kecil yang menolak mentah-mentah.

"Ya udah, kalau gitu kamu aja yang buat. Saya yang lihat," ujar Karenina.

"Nggak. Gue maunya lo yang bikin, gue yang lihat."

Kerutan mulai tercetak di kening Karenina. "Kalau kamu mau kopi, kenapa nggak ke kafe aja. Kenapa ke rumah saya? Kamu ini kenapa?"

Denial bersidekap. "Ya emang kenapa? Suka-suka gue, kan tahu sendiri kalau gue suka sama kopi yang lo buat. Karena elo nggak masuk, jadi gue samperin ke rumahnya langsung."

"Se-niat itu?" Tatapan intens Karenina seperti mencari kesungguhan di sudut mata Denial, dan laki-laki itu mengangguk tanpa ragu. "Oke, ikut saya ke pantry."

Seperti anak ayam yang telah temukan induknya, kini Denial mengekor di belakang Karenina, seulas senyum terpatri saat keresahannya hari ini benar-benar dilunturkan setelah melihat perempuan itu meski keadaannya kurang sehat. Setidaknya usaha Denial tinggalkan kantor tidak sia-sia meski lima belas menit lagi jam istirahat akan berlalu, mungkin saja dia justru enggan memusingkannya meski setumpuk tugas benar-benar menjerit ingin lekas diselesaikan.

Bi Parmi terlihat memindahkan satu sendok kopi bubuk pada cangkir yang telah ia siapkan di permukaan panel belakang. Ia menoleh saat melihat putri majikannya dan si tamu tiba-tiba masuk pantry.

"Ada apa, Mbak?" tanya Bi Parmi sebelum tangannya terangkat membuka pintu kabinet di atas panel, ia meraih toples kecil berisikan sedikit gula. "Wah iya, baru ingat kalau gula mau habis."

"Beli aja, kopinya saya yang buat," ujar Karenina yang telah berdiri di sebelah Parmini, "uangnya ada nggak?"

"Masih ada kok yang dikasih bapak."

"Ya udah beli aja, hati-hati nyebrang jalannya ya. Tengok kanan-kiri." Karenina terdengar seperti menasihati anak kecil.

"Iya, Mbak. Bibi tinggal dulu ya." Bi Parmi pun tinggalkan dapur, kini hanya ada dua manusia yang kembali diserang kesunyian.

Otak Denial kembali simpulkan satu hal: Karenina juga ramah dengan pembatunya. Mungkinkah Denial harus menjadi penjual mie ayam atau pembantu dulu agar Karenia sudi bersikap manis dengannya?

Denial tampak memperhatikan Karenina, perempuan itu masukan dua sendok teh gula pada cangkir yang telah diisi bubuk kopi oleh Parmini tadi. Tangannya beralih raih termos air panas yang terletak di sebelah tempat sendok.

Kini aroma kopi menguar kuat saat minuman panas itu diaduk oleh Karenina. Ia baru menoleh seraya ulurkan segelas kopi itu pada Denial, seperti tukang warteg saja.

"Ini, kopi yang kamu minta."

Bukannya meraih cangkir itu, Denial sibuk bergeming tatap lekat pemilik eboni yang hampir seharian membuatnya pusing tujuh keliling karena tak ada kabar.

Schatje (completed)Where stories live. Discover now