JIKA BEGITU ALASANNYA.

10.3K 879 83
                                    


Ombak menari-nari
Menipu terlalu jauh
Menenggelamkan kita yang sudi bermain
Membawa sesal sebelum semua hilang.

(Schatje, aprilwriters)

***

Seseorang tampak kehilangan semangatnya hari ini usai resah menghampiri, beban pikiranlah yang sibuk merajai meski setumpuk pekerjaan tak sudi undur diri. Setumpuk berkas harus ia kerjakan sebelum jam kantor berakhir, harusnya ia sudah cukup nyaman dengan ruang bekerja yang berbeda dari karyawan magang lain, kebanyakan dari mereka berjejer dengan sekat-sekat kubikel, saling mengolok jika mendapat tugas yang berat. Sedangkan Denial, ia masih menguasai ruangannya sendiri, jika kemarin ia masuk—mungkin urusan kantornya tak lebih rumit dari hari ini, atau mungkin isi pikirannya yang membuat semua tampak rumit. Ia berhutang penjelasan pada seseorang.

Jarum jam dari arloji yang ia pakai terus saja bergerak, tapi bagi Denial terasa benar-benar lama, ia ingin sekali mengakhiri pekerjaan hari ini secepat kilat, pergi ke rumah seseorang untuk meminta maaf, dari semalam Denial sudah memikirkannya. Sampai detik ini pun nomor Benaya sama sekali tak aktif, bisa dipastikan kekasihnya itu marah besar setelah kejadian kemarin. Denial sendiri yang memang tak piawai memberi alasan jika ditanyai tiba-tiba, ia bahkan tak pernah berpikir Benaya akan datang ke rumahnya.

Oke, Denial mulai gemas dengan keadaan, ia masih berusaha memisahkan masalah pribadi serta urusan kantor dalam pikirnya, ia harus selesaikan urusan kantor tepat waktu—sebelum bergegas menemui Benaya di rumahnya, pikir Denial kali ini.

Pukul lima sore akhirnya tiba, waktu yang Denial tunggu dengan begitu jemu, menghabiskan kesabarannya setiap detik, untung ia bukan bom waktu yang bisa meledak, ia manusia yang masih sanggup melapangkan kesabarannya. Denial tutup laptop, beranjak keluar tinggalkan ruang kerjanya dengan langkah cepat seperti seorang perempuan yang mengejar ketertinggalan diskon 80% di pusat perbelanjaan.

Motor laki-laki itu kini melaju tinggalkan area parkir kantor, membawanya menemui jalan raya yang mulai dipadati lalu-lalang kendaraan sebab jam pulang kerja tengah berlangsung meski Denial melewati jalan satu arah, mungkin cobaan kedua tengah menghakimi Denial selain waktu yang baru saja ia lumpuhkan tentunya. Untung saja Denial bukan Hulk yang bisa memindahkan kendaraan di sekitarnya menggunakan kekuatan super, tapi ia berharap menjadi Hulk saja kali ini ketimbang menahan kesal yang membuat dada kian sesak.

Klakson kendaraan lain begitu bising di telinga, mengapa jarum arloji tak mundur saja kali ini. Sungguh keadaan rumit yang membuat Denial mulai ingin meledak berkeping-keping, ia berada di belakang sebuah mobil hitam dengan pengemudi yang terus menekan klakson tanpa rasa sabar. Jika Denial bisa terbang, ia akan melakukannya sekarang juga.

Ia lirik arloji, merasakan apa yang ia lakoni sekarang membuatnya mengingat tentang segala alasan mengapa ia pontang-panting mengejar Benaya sejak lama, begitu banyak usaha, perjuangan serta rasa sakit. Denial menunduk sejenak, melumpuhkan indra pendengarannya dari bising klakson sekitar.

Gue sebenarnya mau sama siapa. Ia mulai gila saat menyadari dihadapkan pada dua perempuan berbeda, kerumitan di kepala semakin bertumpuk menerjangnya tanpa ampun. Kali ini bukan lagi lelah pikiran, tapi juga lelah hati, lelah fisik dan segalanya.

Jakarta memang rumit. Bukan hanya dari aktivitasnya, tapi isi pemikiran penghuninya.

Gas motor kembali ia tarik dalam genggaman, membawa motornya melaju perlahan saat mobil-mobil di depannya juga mulai bergerak padat merayap, tapi untungnya masih ada celah di antara dua mobil yang bisa motor Denial lewati meski harus perlahan dan hati-hati.

Kemacetan setengah jam berlalu—akhirnya Denial berhasil tiba di komplek tempat tinggal Benaya, perasaan lega mulai hinggap—menyegarkan sedikit tubuh yang telah diguncang keresahan berlebih untuk seharian ini. Denial turun dari motor usai kuda besinya berhenti di depan gerbang tinggi kediaman Benaya, tak ada satu pun mobil terparkir di halaman luas itu. Denial bergerak cepat mendorong sendiri gerbang hingga ia dapatkan celah agar bisa menyelinap masuk, tampak pintu utama terbuka lebar.

Schatje (completed)Where stories live. Discover now