KENANG DAN LEKANG.

63.3K 2.2K 107
                                    


Beberapa pria mendekat untuk merayu, membisikan kalimat-kalimat sanjungan bahkan menawarkan diri sebagai pemuas nafsu. Beberapa bahkan sampai menyentuh kulitnya hingga mengangkat dagu tanpa ragu, tapi tatapan dingin membeku yang ditunjukan Karenina membuat mereka semua mundur.

Perempuan itu bahkan masih kenakan pakaian formalnya saat berangkat ke kantor, ia belum pulang ke rumah meskipun angka jarum jam sudah tunjukan pukul sepuluh malam. Ia duduk sendirian di balik meja bartender, lima menit yang lalu gelas sloki berisikan vodka telah diteguknya hingga habis, kini kembali terisi sebelum disentuh tangan Karenina.

Detik-detik pun berlalu, suara musik beat yang dimainkan disk jockey masih terus berdentum menghibur para pengunjung klub malam yang disinggahi Karenina, telinganya sendiri seolah tak terganggu dengan suara keras yang membuat banyak orang berjoget ria, bahkan beberapa orang mengerumuni penari striptis yang berjoget di meja seraya melepas satu per satu pakaiannya tanpa tahu malu.

Tangan kanan Karenina terangkat untuk menopang kening yang terasa berdenyut, bukan hanya karena pengaruh dari segelas vodka yang diminumnya, tapi hari ini memang sesuatu membuat pening hebat menghampiri Karenina hingga ia sendiri frustrasi dan datang ke klub malam. Jika sang oma tahu, tamatlah riwayat seorang Karenina Hasan.

Beberapa juntai poninya jatuh menutupi sebagian wajah, awalnya bergeming hingga isak tangis perempuan itu terdengar mendayu, bertalu hingga mengusik perhatian laki-laki yang duduk di sudut meja bartender, jarak mereka tak terlalu jauh. Hanya saja laki-laki itu memang bukan salah satu dari orang-orang yang sempat menggoda Karenina tadi.

Sebenarnya tingkah laku Karenina sudah diperhatikan si laki-laki sejak gadis itu duduk menyendiri dan menolak semua tawaran yang datang padanya hanya dengan tatapan dingin tanpa rasa. Lalu, kini tiba-tiba isak tangis yang terdengar tanpa aba-aba.

Pasti lagi banyak masalah, dan bukan soal duit.

Denial harusnya langsung pulang ke rumah setelah sampai di bandara sore tadi, bukannya duduk di klub malam menunggu temannya yang tak kunjung datang. Hanya beberapa kopernya yang sampai di rumah, sedangkan pemiliknya keluyuran sesuka hati tanpa memusingkan kekhawatiran keluarga.

Denial memang masih tetap badung dan menyebalkan, berbuat suka-suka tanpa peduli perasaan siapa-siapa.

Kepulan asap membumbung usai keluar lewat lubang hidung Denial, ia sendiri benar-benar tak bisa alihkan fokus dari gadis yang telah dua jam diperhatikannya sejak Karenina lewat tanpa permisi dan duduk tak jauh dengannya. Beberapa gadis yang mendekat pada Denial pun tak diacuhkannya seolah tak ada yang lebih menarik dari Karenina sekalipun penampilannya sama sekali tak semenarik gadis-gadis penjual yang disewakan oleh bos pemilik klub malam.

Karenina hanya kenakan rok lipit hitam selutut dan kemeja merah maroon dengan tali pita di bagian leher, rambut perempuan itu terurai bebas.

Ketika Karenina digoda beberapa pria pun Denial hanya diam mengamati, dan kini ia mulai ikut frustrasi dengan segala pertanyaan yang memenuhi kepalaya.

Dia minum banyak, dia pasti mabuk terus nangis kayak gitu. Pasti lucu banget ini cewek sampai nggak musingin apa-apa.

Ponsel Denial berdering, ia tatap benda yang lama tergeletak di meja bartender, tertera nama sang ibu yang menghubungi, tapi tak disentuh sama sekali. Kepulan asap kembali mengapung di udara, utuh sebelum akhirnya mengabur.

Karenina teguk isi gelas sloki untuk terakhir kali, kini pening akibat reaksi alkohol serta masalah pelik hidupnya telah menyatu, menyerangnya hingga ubun-ubun.

Perempuan itu meraih sling bag yang ia letakan di meja bartender, matanya masih sanggup menatap beberapa pecahan uang ratusan ribu yang kini diletakannya di bawah gelas sloki.

Schatje (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang