HANYA KORBAN.

1.3K 160 23
                                    


Cahaya meredup di matamu, tiada pelangi bersemu, sebab terganti mengharu biru.

Schatje, aprilwriters.

***

"Karen, barusan Nathan telepon kalau ketemu Denial di kelab, aku share lokasi ya."

Telepon Rega membuat Karenina mengemudikan mobilnya jam sepuluh lewat malam-malam begini, ia memang tak bisa tidur karena terus memikirkan Denial, untung saja mendapat kabar baik.

Mobil berhenti di ruang parkir, Karenina masih mengenali tempat ini, sebuah kelab malam yang pernah ia datangi di masa lalu. Ia bergerak cepat menghampiri beranda, memperlihatkan kartu identitas pada penjaga sebelum memasuki tempat beraroma alkohol begitu kental. Dunia malam Jakarta yang mudah ditemui di dalam ruangan.

Ia mengedar pandang, datang kemari saat pikirannya waras benar-benar membuat Karenina tak nyaman, ia terus menghindari tatapan orang-orang terhadapnya, melewati mereka di bawah gemerlap lampu serta suara musik disk jockey yang menggoyangkan hampir semua pengunjung.

"Denial di sebelah mana," gumam Karenina. Ia melangkah seraya tetap waspada, bahunya tak sengaja bersinggungan dengan orang lain, ia meminta maaf tanpa ingin mendengar manusia tadi mengoceh di bawah pengaruh alkohol.

Ia mengenali postur tubuh seseorang, duduk memunggunginya di sebuah sofa bersama orang lain, Karenina lekas mendekat, ternyata ada Nathan serta Yudha di sekeliling Denial, tapi mereka tak terlihat mabuk dan hanya menemani sahabatnya.

"Denial."

Yudha serta Nathan kompak menoleh, mereka beranjak.

"Karen, demi Tuhan kita berdua nggak ngajakin dia dugem atau mabuk kok. Malah dia yang ngajakin kita ke sini," ucap Nathan, ia langsung ketakutan begitu Karenina muncul.

"Bener, Denial yang mohon-mohon ke gue buat dianter ke sini. Ya udah, gue temenin aja takut kenapa-kenapa." Yudha juga membela diri.

Karenina diam, ucapan mereka berdua memang masuk ke telinga, tapi wanita itu seperti hilang gerak untuk sekadar membuka mulut. Ia menatap lurus Denial yang duduk di sudut sofa, bersandar dan sudah mabuk berat, kekasihnya muncul saja seperti tak peduli.

"Bisa bantu saya?" Karenina menatap Nathan serta Yudha bergantian.

"Iya, bisa."

"Bawa Denial ke mobil saya, dia harus pulang sekarang." Karenina tak ingin berlama-lama berpikir. "Saya tunggu di parkiran." Ia menyingkir keluar sesegera mungkin, sementara Nathan dan Yudha bersusah payah memapah Denial yang sudah tak memiliki tenaga untuk sekadar melambai tangan.

Mereka berhasil membawa Denial keluar dari kelab—menghampiri kendaraan Karenina di parkiran, wanita itu juga membukakan pintu sisi kiri. Mereka mendudukan Denial dan memasang sabuk pengaman, tapi saat Karenina hendak menutup pintu, sebuah tangan menahannya, dan itu bukan milik Nathan maupun Yudha. Mereka semua kompak menoleh.

Benaya tiba-tiba muncul di sana.

"Biar Denial pulang sama aku," ucap Benaya begitu mudahnya.

Karenina bersidekap. "Kenapa Denial harus pulang sama kamu? Apa orangtuanya meminta ke kamu? Atau ada alasan lain yang lebih logis?"

"Karena Denial udah mau balik sama aku, jadi dia milik aku juga kan? Kita berbagi."

Deg!

Berbagi?

Nathan meraup wajah, Yudha menggeleng tak mengerti. Mereka harus menonton situasi seperti ini?

Karenina tertawa getir. "Berbagi? Begini ya, kita bahas masalah berbagi ini besok lagi, sekarang saya harus bawa Denial pulang karena orangtuanya cemas di rumah." Ia hendak menutup pintu, tapi ditahan lagi.

Schatje (completed)Where stories live. Discover now