Nalla mendengus pelan.

"Udah gak usah dipikirin, kayaknya orang tua Gibran bakalan dipanggil besok. Mending lo pulang aja, istirahat." ucap Chelin menenangkan Nalla yang terlihat masih pucat.

Nalla menggeleng, "gue mau disini dulu. Badan gue sakit-sakit. Mager mau pulang."

"Eh, atau gue suruh Alan aja buat nganter lo, sekarang dia ad___"

"Stop!"

"Din, please. Jangan sebutin nama itu, muak banget gue." Nalla memejamkan matanya kesal.

Dinda menutup mulutnya. "M-maaf."

Ketiga teman Nalla memang sudah tahu semua masalah Nalla.

Bahkan, mereka juga sudah lama mengenal Alan, bahkan sifatnya yang sering Nalla ceritakan pada ketiga temannya. Nalla memang orang yang tertutup dengan siapapun, namun jika dengan sahabatnya, Nalla terbuka, hatinya yang merasa sempit dan sesak bisa merasa lega berkat sahabatnya.

"Yaudah, lupain. Sekarang lo mau makan apa Nal? Dinda teraktir." ujar Chelin, membuat Dinda melototkan matanya.








***







Ketika Gibran dan kedua temannya sedang asik tertawa satu sama lain, matanya menatap tepat ke arah depan dengan sorot mata yang menyipit.

Tawanya terhenti. Di ikuti oleh Beni dan Dion yang melihat keanehan pada wajah Gibran, lalu mereka juga ikut memandang apa yang Gibran lihat saat ini.

Ketua OSIS.

"Kabur goblok!" seru Beni.

Dion yang gelisah kemudian menarik tangan Gibran, namun Gibran salah paham. "Lo homo kan anjir!"

Tuk!

Dion menjitak Gibran. "Lo ngerti bahasa kabur gak, tu Ketos pasti mau jumpain lo odol sikat gigi..." bantah Dion kesal.

Matilah gue.

Gibran menggigit bibirnya. Matanya masih fokus pada orang yang semakin mendekat.

Beni dan Dion tak bisa berbuat banyak. Mereka pasrah dengan apa yang sudah dilakukan oleh Gibran dan jalan pikiran gilanya saat ini. Beni dan Dion juga tahu kalo Gibran paling takut jika harus berhadapan dengan ketua OSIS itu. Di sisi lain, Gibran tidak ingin menjadi pengecut.

"Ngapain pak Ketos ke sini!" ujar Gibran sok berani.

Ia Mencoba menghilangkan kegugupannya, apalagi tubuhnya tak sama tinggi dengan Ketos itu membuat ia tidak percaya diri.

Alan menatapnya datar.

"Gue ngomong sama lo ya." tunjuk Gibran tak sopan. Ia sebenarnya agak malu melakukan itu karena Alan membawa dua orang temannya, Riko dan Rangga.

Alan tidak menanggapi ucapan Gibran, ia dan temannya malah melawati Gibran begitu saja.

Gibran mengeluarkan napas lega. Untung saja kedatangan Alan bukan untuknya, melainnya Alan yang ingin makan di kantin.

Lalu Gibran membisikan sesuatu ke Beni dan Dion. "Aman, ayo cabut." ajaknya.

Baru saja dua langkah ia berjalan, suara seseorang langsung membuatnya berhenti melangkah.

"Mau ke mana?"

Shit!






***









Gibran merasa panas. Walaupun diruangan ini sudah ada dua AC disetiap sudut, entah mengapa jika melihat sosok di hadapannya ia merasa terbakar.

Tak ada kata lain selain mengucapkan permintaan maaf kepada Alan. Ya, sejak dirinya di dapati oleh Alan dikantin tadi, ia terus saja meminta agar Alan memaafkan dirinya.

"Gue minta maaf untuk yang ke sekian kalinya, please."

Lagi-lagi Alan mengabaikannya.

Gibran memperbaiki duduknya yang terasa aneh dan kembali mencondongkan tubuhnya menghadap ke Alan yang sedang menulis sesuatu disebuah kertas.

"Lan, tolonglah. Coba lo tanya gih ke anak-anak lainnya yang ada di kelas gue, mereka liat semuanya. Nalla yang duluan____"

"Besok jam delapan pagi, saya mau wali kamu datang."

Alan menyerahkan sebuah kertas kepada Gibran.

"T-tapi Lan..."

Alan berdiri. "silahkan keluar dari ruangan saya!" tangan Alan mengarah ke pintu.

Wajah Gibran mendadak kecut dan tangannya terkepal.

"Kalo lo berani nyentuh Nalla lagi, gue gak akan segan-segan buat perhitungan sama lo!"






***

FOLLOW IG :
1. ADANY.SALSHAA
2. NALLAN.OFFICIAL

NALLAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang