12. Melawan (B)

Mulai dari awal
                                    

***

Pengajaran yang Miss Xenna berikan membutuhkan waktu selama enam jam. Selama itu pula anak - anak yang berada di lapangan tidak diperkenankan untuk kembali ke kelas. Artinya lorong kelas Grand B kosong. Miss Xenna tentunya menyadari ada salah seorang siswa yang absen. Selain Maria Wenberg yang memang selama satu minggu ini tidak menampakkan dirinya tanpa keterangan, ada Cecil August _ anak baru yang dengan beraninya membolos di jam pelajaran Miss Xenna.

Miss Xenna berpesan padanya untuk memanggil Cecil dan menghadapkannya ke ruang kantor.

“Max… Maxwell.“ Sabin hati - hati menarik ujung pakaiannya membuat sang ketua kelas terpaksa menoleh dan mengangkat sebelah alisnya. Ia menunduk menatap tangan Sabin yang masih memegang bajunya. Sabin buru - buru melepas.

“Ku.. ku rasa aku tahu dimana Cecil.” Ujarnya saat mengetahui bahwa seperti biasa lelaki pujaannya itu selalu mencari anak - anak yang tidak mengikuti pelajaran.

“Dimana?”

Bisa mendengar suara langka ketua kelas, mata Sabin mendadak cerah. Dia tersenyum lebar dengan pipi yang tiba - tiba bersemu saat Maxwell Fringer menatapnya dengan mata tajamnya seperti ini. Sungguh seksi.

Kening Maxwell seketika berkerut ketika perempuan di depannya tiba - tiba bereaksi aneh, “Katakan!”

“Ah… “ Sabin tersentak dari keterpesonaannya. Wanita itu sontak mengerjap dan menunduk malu, “Terakhir ku lihat dia di kamar mandi. Mungkin saja….”

Tanpa menunggu kalimat Sabin selanjutnya, Maxwell seketika mengangguk. Pria itu bisa menebak apa yang terjadi. Seperti yang sudah - sudah, anak baru pasti akan dikunci ke sebuah ruangan untuk membuat mereka merasa tertekan, tidak berdaya dan menjadi tak betah lagi berlama - lama berada di sekolahan yang memang seharusnya anak - anak tak memiliki kekuatan supranatural berada.

“Maxwell tunggu! Aku akan membantumu mencari.” Seru Sabin mengikuti Maxwell yang sudah berbalik pergi menuju gedung sekolah.

Berjam - jam terkurung sendirian tanpa bisa melakukan apa - apa, tentunya membuat seseorang merasa panik. Apalagi saat kau berteriak dengan sekuat tenaga namun tak ada satu orangpun yang mendengar membuat jantungmu terasa berdetak tak karuan, seolah kau sedang berada di tempat asing. Sendirian, terkucilkan tanpa tahu menahu kesalahanmu. Kepala rasanya mau pecah, hati rasanya begitu nelangsa, dan perasaan mu terasa tak tenang. Akibatnya kau akan merasa tertekan, depresi hingga puncaknya kau akan berpikir untuk mengakhiri hidup sendiri.

Itulah yang Sabin alami dulu. Dia juga pernah tiba - tiba dikunci dalam gudang. Sabin berteriak keras, menggendor - gedor pintu putus asa. Tetapi tak ada satupun yang mendengar. Lebih tepatnya semua siswa di sini berpura - pura tuli. Sabin menangis, ketakutan dan berpikr untuk menyerah saja. Cecil pasti juga seperti dirinya sekarang.

Dia harus segera mengeluarkannya.

“Cecil.” Sabin berseru.

Maxwell dengan mudah menendang pintu itu hingga terbuka. Sabin dengan terburu - buru masuk melihat keadaan temannya. Ia sangat cemas. Memikirkan Cecil akan duduk meringkuk di pojokan dengan wajah menunduk lemah sungguh membuatnya merasa bersalah. Seharusnya sebagai sahabat yang baik, dirinya harus menemani Cecil bukan? Tapi…..

Eh…

Sabin mengerjap. Pun dengan Maxwell yang mengangkat sebelah alisnya melihat keadaan perempuan yang terkunci di kamar mandi.

Cecil terlihat…..

“Oh, kalian. Sudah selesai ya?” Sherly menoleh. Gadis itu bangkit dari rebahannya. Berdiri merapikan kemeja seragamnya yang tadi ia buat sebagai bantalan. Dia tersenyum menatap Sabin.

Black MilitaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang