IMAGINATION || 43

196 6 0
                                    

43. Kabar Buruk

Siang itu, bertepatan dengan jam kosong di kelas 11 Ips 2, dan kelas 11 Mipa 7. Udara panas serta hembusan angin yang cukup kencang, menambah suasana menjadi semakin gersang.

Di bawah pohon mangga––yang ketika buahnya matang pasti diburu anak-anak sekolah––dekat lapangan sepak bola, Melody dengan novel romance dan earphone yang terpasang dikedua telinganya, berusaha fokus membaca sembari menunggu seseorang yang katanya ingin sekali ditemani ketika bermain bola.

Sejak pertemuan mereka beberapa waktu lalu, Melody dan ... ya, Malven. Kini mereka menjadi semakin dekat. Bukan semakin, sih, tapi lebih kepada mencoba untuk dekat. Seringnya Malven meminta Melody ini dan itu, termasuk saat ini. Menemaninya bermain bola dengan teman sekelasnya. Tujuannya apa coba? Minimal motivasinya gitu, supaya dia semangat atau bagaimana? Patut dipertanyakan!

Dan sebenarnya Melody enggan dekat-dekat dengan Malven. Bukannya dia sok jual mahal, tapi dia tahu seperti apa sebagian siswi lain memandang cowok itu. Melody tidak mau menjadi Eca kedua yang pernah taruhan dengan salah satu penggemar fanatiknya gara-gara ketahuan diantar pulang oleh Malven.  It’s not funny!

Tapi mau bagaimana lagi, menolak pun tidak ada gunanya. Malven mempunyai watak sebelas dua belas dengan kakaknya, keras kepala. Lagian kalau dipikir-pikir, tidak ada salahnya juga menambah satu teman, kan? Ganteng pula.

“Udahan mainnya?” tanya Melody saat melihat Malven tengah berjalan ke arahnya.

“Belum, masih ada satu babak lagi. Anak-anak minta neduh dulu, panas,” ujar Malven disela langkahnya.

“Mau minum  nggak? Gue tadi beli ini di kantin.” Melody menyerahkan minuman Thai Tea yang sengaja ia beli sebelum ke lapangan. Sebagai antisipasi kalau Malven mendadak haus ketika bermain.

“Makasih,” Malven menerima minuman itu dan meminumnya hingga tersisa setengah, “emmm ... manis banget,” keluhnya dengan wajah ingin muntah.

“Hah ... masa sih? belum lo kocok yang bener kali?” tanya Melody tidak percaya.

“Lo mah nggak percaya mulu sama gue, Mel.”

“Mana sini, gue cobain.” Tanpa menunggu izin dari Malven, Melody langsung saja menyeruput minuman itu tanpa merasa berdosa. Padahal di satu sisi, Malven begitu shock karena cewek itu menempelkan bibirnya pada satu sedotan yang sama. Itu berarti?

“Nggak ah, sama kok rasanya kaya biasa,” komentar Melody polos.

“Emangnya yang gue bilang manis itu minumannya?” tanya Malven datar.

“Lah, terus?”

“Yang manis tuh elo, Mel ...,” ujar Malven diselingi senyum dan mata menggoda.

Melody menghirup nafas berat, kemudian tangannya memukul cowok itu menggunakan novel. “Ngawur!”

Malven menahan tangan Melody yang tiba-tiba beranjak dari tempat duduknya. “Mau kemana, sih? Buru-buru banget, di sini aja sama gue.”

“Ke perpustakaan, mending gue baca novel di sana. Kan enak, adem.”

“Terus gue ditinggalin gitu?” tanya Malven dengan wajah melas.

“Lo, kan, masih mau main bola. Lagian lo aneh banget minta ditemenin segala, memangnya gue ini pacar lo apa?” Melody langsung menutup mulut, tidak percaya kalau kata-kata itu akan keluar setelah beberapa saat yang lalu tidak sengaja terlintas dalam benaknya.

Malven menarik sudut bibirnya. Sial, cowok seperti dia pasti mengerti apa maksud dari perkataan Melody barusan. Dan hal itu benar adanya ketika Malven tiba-tiba berkata, “Memangnya lo mau jadi pacar gue?”

𝐈𝐌𝐀𝐆𝐈𝐍𝐀𝐓𝐈𝐎𝐍 ✈️ | 𝐓𝐄𝐑𝐁𝐈𝐓 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang