IMAGINATION || 32

95 11 0
                                    

Jangan lupa vote^

Komen banyak-banyak ya:)

Happy Reading❤

°
°
°
°
°
***

32. Zea Kembali?

"Malven?" panggil seorang gadis berambut panjang, kulitnya putih dan mulus. Diantara semua orang yang sudah meninggalkan lapangan, hanya dia yang masih stay di tempat.

"Siapa?" Malven berdiri membelakangi gadis tersebut, tak berniat untuk melihatnya sedikitpun.

"Gue Melody," jawab gadis itu lembut.

"Ada perlu apa?" tanya Malven tanpa membalikkan badan.

Melody menarik napas pelan, "Jangan jadi orang ketiga, Malven ..."

Setelah mengatakan hal itu dia langsung berjalan mundur, meninggalkan Malven sendiri dalam lamunannya. Malven tidak kenal siapa itu Melody? Tapi dengan kehadirannya barusan, hal tersebut cukup membuat Malven merasa aneh, tiba-tiba saja dia teringat dengan satu nama, dan nama itu adalah ...

"Zea?" panggil Malven kemudian.

***

Hening.

Dalam ruangan berukuran 12 meter persegi, Eca diam sambil memandangi Sean yang tengah tertidur di atas ranjang UKS. Yang lain sudah pergi untuk mengikuti pelajaran selanjutnya, sementara Eca tetap tinggal dan menemani Sean hingga jam pelajaran berakhir.

Gadis itu meringis kala melihat tangan Sean yang sudah terbalut perban elastis - anak PMR yang mengobatinya.

Tanpa menimbulkan suara, Eca menidurkan kepalanya di tepi ranjang. Ia baru sadar kalau terlalu lama di tempat ini ternyata bisa mengundang kantuk. Meski demikian, mata gadis itu tetap terjaga. Membayangkan betapa sakitnya tangan Sean saat ini membuatnya tak bisa tidur. Tidak tahu harus melakukan apa, Eca iseng memainkan jari-jari Sean yang panjang dan cantik secara bersamaan, berbeda dengan jarinya yang pendek dan sedikit berisi. Hmm, bagaimana tangan pria bisa se-indah ini?

Sudah setengah jam Sean tidur, wajah damainya membuat Eca gemas ingin menggigit. Namun apa daya, ia tak mungkin melakukan hal itu, lebih tepatnya ia tidak berani. Ia merasa kalau mengusik Sean sama seperti menggali kuburan sendiri, padahal pria itu kekasihnya. Tapi ia tetap merasa takut meskipun Sean sudah merubah sikapnya tidak seperti dulu, dingin dan kaku.

Saking asyik dengan aktivitasnya, gadis itu sampai tidak sadar kalau Sean sudah bangun dan tengah menatapnya. Eca sedikit kikuk setelah mendapati tatapan intens dari Sean.

"Udah bangun?" tanya Eca mencairkan suasana.

Sean mengangguk santai seraya tersenyum, "Lo ngapain?"

"Gak ngapa-ngapain, cuman bosen aja, makannya - "

"Apa?" potong Sean.

Eca merasa wajahnya terbakar, jantungnya pun mulai berdetak abnormal saat ini.
"Apaan sih?" tanya gadis itu sambil membuang muka.

"Enggak, enggak ada apa-apa, Eca." Sean mengusap pucuk kepala gadisnya dengan lembut. Benar-benar kebiasaan yang hanya akan membuat Eca sesak napas.

"Udah gak sakit tangannya? Dia beneran gak sengaja loh, Kak. Gue liat pake mata kepala sendiri kalau dia kesandung," tutur Eca mengulang kejadian di lapangan, "lo gak marah sama dia, kan?" lanjutnya.

Sebenarnya, entah Malven sengaja atau tidak, Sean sama sekali tidak peduli. Masalah seperti itu tidak akan membuat Sean dendam.

Yang membuatnya kesal adalah karena perkataan Malven kemarin malam. Rasanya sudah sering bagi Sean untuk mengalah. Entah itu masalah kecil ataupun besar, selama ini ia selalu melakukan segalanya demi kebaikan dan kebahagiaan Malven.

𝐈𝐌𝐀𝐆𝐈𝐍𝐀𝐓𝐈𝐎𝐍 ✈️ | 𝐓𝐄𝐑𝐁𝐈𝐓 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang