72. Maria dan Maxwell (Masih Flasback)

136 31 2
                                    

Meski Maria dan Maxwell kini bersaudara dan tinggal di mansion yang sama milik keluarga Fringer, namun Maria terlihat jarang sekali berada di tempat yang sama dengan para anggota keluarga yang lain. Bahkan beberapa kali gadis itu akan menyelinap keluar mansion.

Entah apa yang dilakukan gadis kecil itu.

Dan setiap kali ketika pulang sekolah, Maria juga selalu pulang terlambat dan tiba di mansion sorenya.

Awalnya Maxwell tidak peduli akan hal itu. Toh meski berada di sekolah yang sama, mereka sama sekali enggan bersinggungan.

Label keluarga juga dirahasiakan. Itupun karena awalnya Maxwell tidak menyukai adanya saudara tiri di hidupnya.

Ketika berangkat sekolahpun, mereka tidak berangkat bersama. Maria selalu memilih untuk memgendarai angkutan umum. Jika terpaksa harus berada dalam satu mobil yang sama, Maria akan selalu meminta turun terlebih dahulu di area yang sepi dekat sekolah kemudian barulah gadis itu berjalan kaki dari sana.

Awalnya Maxwell tak peduli. Justru hal itu lebih baik untuknya. Tetapi semakin lama, semua itu mengusiknya.

Tentang alasan mengapa Maria selalu menyelinap keluar mansion dan tentang kemana gadis itu akan pergi setelah kelas berakhir.

Dan dua bulan sejak dirinya diserang Daemon dan Maria menyelamatkannya, Maxwell diam - diam mengikuti kemana gadis itu pergi. Penasaran apa yang anak perempuan itu lakukan selama ini.

"Tuan muda, anda mau kemana?" Sang supir yang biasa mengantar jemput Maxwell mengerutkan kening bingung saat tuan mudanya memerintahkan dirinya menghentikan mobil lalu turun ke sebuah gang.

Maxwell yang kini menutupi kepalanya dengan tundung jaket lalu memakai masker berkata, "Aku ada urusan. Tinggalkan aku sendiri!"

"Tapi tuan..." Tentu saja sang supir ragu. Bagaimanapun dia ditugaskan untuk mengantar jemput tuan muda Fringer. Memastikan bahwa tuan kecilnya selamat. Bagaimanapun juga dulu tuan mudanya kerap mengalami penculikan. Jika dirinya membiarkan Maxwell pergi sendirian, dia khawatir akan terjadi hal - hal yang tidak - tidak.

"Jangan khawatir! Aku akan pulang sendiri. Pasti." Ujar Maxwell. Tanpa menunggu tanggapan dari supirnya, dia segera melangkah menuju sebuah gang yang mengarah ke stasiun kereta bawah tanah.

Sang supir yang hendak mengejar hanya bisa menyurutkan langkah. Tuannya itu jarang sekali bicara, dan sekalinya memgeluarkan kata - kata itu pasti hal yang penting dan bernada hadus dituruti.

Lagipula....

Sang supir mengerjap. Seharusnya dia tidak perlu khawatir lagi mengenai penculikan seperti dahulu kala. Karena sekarang tuan mudanya memiliki kekuatan supranatural yang bisa untuk melindungi dirinya sendiri.

Bahkan para penculiknya dulu dibuat takut oleh Maxwell Fringer dan mengembalikan tuannya dengan sendirinya tanpa cacat.

***

Maxwell diam - diam mengikuti Maria yang tengah berjalan menuju stasiun bawah tanah.

Anak sepuluh tahun itu entah kenapa berkeliaran sendiri tanpa penjagaan orangtua.

Benar - benar berani sekali gadis itu.

Bagaimana jika ada orang jahat yang menculiknya?

Maxwell mendengkus. Tidak sadar bahwa dirinya sendiri juga masih anak - anak.

Maxwell menuju penjual tiket lalu berkata, "Tiket yang sama dengan bocah kecil tadi."

Sang penjual tiket mengangkat sebelah alis. Terlihat heran dan bertanya - tanya. Tetapi dia hanya menyimpan pertanyaannya dalam hati lalu memberikan tiket kereta yang sama dengan anak perempuan yang setiap harinya memang sudah menjadi pelanggan tetap kereta api ini.

Begitu Maxwell menerima tiketnya, dia seketika berbalik pergi lalu setengah berlari untuk mengikuti langkah Maria yang sudah menjauh.

Ketika Maria duduk menunggu kereta datang, Maxwell juga ikut duduk di kursi belakangnya.

Sedikit menjorok jauh agar Maria tak melihatnya.

Dalam hatinya bertanya - tanya, untuk apa Maria naik kereta menuju Distrik dua?

Anak yang aneh.

***

Rumah itu terlihat sederhana. Banyak daun - daun berguguran tersebar di tanah perkarangan. Meski terlihat kotor, tetapi entah kenapa daun - daun yang jatuh dari satu - satunya pohon besar di perkaranganan itu terkesan indah.

Maxwell mengerutkan kening saat Maria masuk ke dalam rumah itu. Dan kemudian....

"Ayah." Maria segera berlari ke arah seorang pria paruh baya yang baru saja membuka pintu rumah.

Di sana Maria tampak tersenyum sumringah. Sebuah senyuman yang tidak pernah gadis itu tunjukkan selama berada di mansion keluarganya.

Maria memang tersenyum di sana, tetapi senyuman kala berada di mansionnya tidak terasa nyata.

"Ya Tuhan, kau ke sini lagi nak! Sudah ayah bilang jangan setiap hari ke sini." Ujar pria oaruh baya itu setengah membungkuk lalu mengusap - ngusap kepala puterinya.

Maria di sana memejamkan mata dan memeluk pria yang dipanggilnya ayah dengan hangat.

"Aku rindu ayah." Jawabnya.

Sang ayah tampak menghela nafas tidak berdaya. Lalu dia menggiring Maria masuk.

"Masuklah nak, kau pasti lelah. Istirahatlah!"

"Harusnya ayah yang istirahat." Balas Maria, pelan - pelan menuntun ayahnya memasuki rumah.

Di sana Maxwell sedikit tercekat saat melihat ayah kandung Maria berjalan dengan pincang. Bahkan lelaki paruh baya itu juga beberapa kali tampak terbatuk - batuk.

Dan dari sinilah Maxwell tahu bahwa apa yang Maria katakan dulu adalah benar.

Maria tidak pernah menyukai menjadi bagian dari keluarga Fringer.  Maria tidak pernah menyukai ibunya yang telah menikah lagi. Yakni menikahi ayah Maxwell. Dan Maria tidak ingin meninggalkan ayah kandungnya yang tengah sakit.

***

"Kau sudah sering meninggalkan asrama dan jarang mengikuti kelas  Maria."

"Jika bukan karena tuan Fringer, kau pasti sudah dikeluarkan dan masuk ke ruang hukuman sejak dulu."

"Tapi akademi memiliki batas waktu untuk mentolerin semua ini. Meskipun ayah tirimu termasuk salah satu yang berpengaruh di Distrik ini, tapi aturan tetaplah aturan. Di semester kedua ini, ternyata kau masih saja melanggar. Jadi akademi akan memberi sanksi tegas."

Maria tiga belas tahun duduk di ruang BK. Dia hanya terdiam dan menunduk tak membantah atas apa yang Miss Xena ucapkan.

Bagaimanapun semua itu benar. Dia telah melanggar aturan dan itu bukan hanya satu atau dua kali. Melainkan berkali - kali. Oleh karena itu dia sudah siap menerima segala konsekuensi.

Jika harus dikeluarkan, maka dia akan sangat senang. Namun jika akan mendapat hukuman lain, dia juga akan menerimanya tanpa membantah.

"Untuk itu, mulai hari ini kau akan dimasukkan ke ruang hukuman."

Mata Maria melebar terkejut. Tetapi kemudian dia mengangguk. Seperti yang sudah dibilang, bahwa apaoun sanksinya dia harus tetap menjalani.

Dan inilah, untuk pertama kalinya Maria Wenberg masuk ke ruang hukuman tingkat kedua.

Tak hanya di penjara selama sehari semalam, melainkan Maria harus berada dalam kubangan air yang dingin dengan kedua tangan yang terikat selama setengah hari penuh.

Dan itu adalah awal dari hukuman - hukuman selanjutnya yang menantinya.

Maxwell yang melihat itu hanya terdiam lalu segera berbalik pergi saat Maria tengah berusaha menahan dingin air yang membasahi tubuhnya.

Grey yang juga melihat hal itu, hanya bisa menghela nafas. Tidak bisa berbuat apapun selain mendoakan gadis yang dicintainya bisa melewati hukuman ini.

"Semoga waktu cepat berlalu." Doanya.

***

Black MilitaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang