70. Masih Flasback

Mulai dari awal
                                    

Hal itu membuat Grey semakin kagum.

Maria memang gadis yang berbeda.

Dan tatapan Grey terhadap Maria itu, lagi - lagi dilihat oleh Maxwell.

Seketika Maxwell menipiskan bibirnya.

***

"Tidak disangka di kelas ini berisi serbuk berlian."

"Kita sangat beruntung."

Kyaa...

Lagi - lagi para perempuan di kelas B berseru heboh. Mereka tengah membahas apa yang terjadi di dalam kelas mereka.

Maria yang ikut duduk bergerombol dengan siswi - siswi lain hanya menopang dagu tak peduli.

Ya, sejak peristiwa terbongkarnya wajah anak pendiam yang misterius di kelas x B, kelas itu menjadi kelas yang paling banyak diperbincangkan di dalam akademi dan mendapat julukan kelas bertabur berlian. Pasalnya jika dipikir - pikir kelas itu mempunyai siswa dan siswi dengan wajah rupawan terbanyak.

Ada Leon Hassel yang memang sejak awal menjadi siswa paling terkenal di Black Militer. Tak hanya karena statusnya, tapi juga karena kehebatan serta wajahnya yang rupawan. Kemudian ada ketua kelas mereka yang dijuluki malaikat baik hati. Dialah Grey.

Sikapnya yang lembut dan hangat kepada semua orang menjadi sesuatu yang menonjol terlepas dari wajahnya yang juga masuk kategori rupawan.

Bagaimanapun Grey jugaenjadi favorit wanita.

Lalu di kelas itu ada beberapa pria tampan lainnya dengan status yang gemilang yang jika disebutkan satu - satu maka tidak akan ada habisnya. Terlebih di kelas itu juga menonjol karena keunikannya.

Ada si kribo, ada pula anak dengan tato di seluruh tubuhnya, ada si gendut yang dijuluki Big Foot, dan banyak lainnya.

Sebagian besar anak di kelas itu bahkan digadang - gadang nantinya akan masuk ke dalam kelas unggulan. Kekuatan supranatural yang mereka miliki luar biasa.

Pokok secara keseluruhan kelas x b memang menjadi favorit. Tetapi dari semua hal itu, Maria tak peduli. Dia tak pernah tertarik akan apapun yang terjadi di sini. Malahan jika boleh jujur, dia sama sekali tak peduli tentang sekolah ini.

Dia berada di sekolahan ini karena terpaksa.

***

"Maria."

Maria berjengit kaget ketika di luar balkon kamar asramanya seseorang sudah berdiri menunggunya.

Lelaki itu bersandar di luar jendela. Memasukkan kedua tangannya ke saku jaketnya. Maxwell menoleh, "Kau mau kabur lagi?"

Maria mendengkus, "Bukan urusanmu!" Jawabnya. Perempuan yang sudah mengenakan kemeja hitam serta celana hitam dan juga topi hitam itu tampak hendak meloncat keluar dari asrama. Kabur lagi secara diam - diam dari tempat ini.

"Tentu saja itu urusanku, Maria." Ujar Maxwell. Pria itu lalu berbalik. Menatap Maria yang sudah bersiap - siap kabur, "Bibi. Ah.. Maksudku ibu, menyuruhku untuk mengawasimu."

Hahaha.....

Maria ingin tertawa. Dia mendongak, balas menatap kakak tirinya itu, "Terimakasih atas perhatiannya. Tapi aku harus pergi!"

Maria sudah memanggul tas ranselnya. Dia sudah bersiap melompat tetapi Maxwell mencekal lengannya. Mencegahnya pergi.

"Lepaskan tanganmu, Maxwell!"

Maxwell tak menjawab. Dan dari tangannya yang masih terus memegangi lengan Maria.

Maria tahu bahwa lelaki ini tak akan membiarkannya pergi.

Bibir Maria menipis, dia menggertakkan rahang, "Aku harus pergi!"

"Kau harus tetap di sini." Jawab Maxwell.

"Aku harus pergi." Timpal Maria. Perempuan itu berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Maxwell, tetapi tangan lelaki itu kuat sekali.

"Maxwell lepaskan!"

Maxwell menggeleng.

"Maxwell..." Maria mendengkus. Dia menunduk kemudian menggigit tangan Maxwell membuat Maxwell terkesiap lalu refleks melepaskan cekalannya.

Tetapi belum sempat gadis itu melarikan diri, Maxwell dengan cepat kembali meraih Maria. Memegang lengannya kemudian mendorong gadis itu untuk kembali ke kamarnya.

Maria berontak. Mengeluarkan kekuatannya, dia berusaha melawan Maxwell yang mencegahnya pergi. Dan terjadilah pertarungan di balkorm jendela kamar Maria.

Pertarungan yang dibuat sehening mungkin. Seminim suara apapun yang keluar di tengah keheningan malam. Tetapi tentu saja pertarungan itu dimenangkan oleh Maxwell.

BRAKKKK!

Maria terhenyak. Dia terdorong mundur dengan Maxwell yang telah mengukungnya dengan kedua lengan kokohnya.

Maria tidak bisa berkutik. Dia sudah terhimpit. Di depannya Maxwell mengukungnya, sementara punggungnya telah menatap tembok.

"Kau harus tetap di sini Maria!"

Maria menggeleng, "Aku harus pergi."

Kening Maxwell berkerut, matanya menyimpit. Dia balik menggeleng.

"Aku harus pergi!"

"Tidak."

Maria mengepalkan tangannya, "Kenapa kau melakukan ini Maxwell?"

"Karena aku saudaramu."

Cih.

Maria mendecih, "Sejak kapan kau peduli tentang itu Maxwell?"

"Lepaskan! biarkan aku pergi!"

Maxwell masih diam.

"Maxwell biarkan aku pergi!" Maria terus meronta, tetapi lagi - lagi tak ada tanggapan dari Maxwell.

"Biarkan aku pergi sialan!" Maria geregetan. Dia berteriak marah. Maxwell hanya mengangkat sebelah alisnya.

"Maxwell~." Suara Maria tercekat, "Ku mohon, biarkan aku pergi."

"Ku mohon Maxwell," Kali ini suara Maria melirih, tatapannya berubah sendu bahkan nyaris berkaca - kaca, "Ku mohon, aku harus pergi."

Dan Maxwell tentunya tahu kenapa perempuan di depannya ini begitu ingin melarikan diri dari akademi.

"Ayahku, sendirian."

***



Black MilitaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang