69. Maxwell Vs Grey (C)

Start from the beginning
                                    

"Maria tunggu!" Grey kemudian mengambil sesuatu dari saku pakaiannya lalu menyerahkannya kepada Maria.

"Ini untuk mu."

Kening Maria berkerut menatap amplop putih yang pria asing di depannya berikan.

"Ahh.... Maaf! Kau pasti terkejut. Aku Grey, ketua kelas x B.  Wali kelas memintaku untuk mengantarkan surat peringatan ini untukmu."

"Maria Wenberg." Ujar Grey menjelaskan bahwa tak ada maksud apapun.

Maria yang langsung mengerti seketika menerima surat itu, "Terimakasih." Balasnya. Dia sejenak melirik Maxwell yang masih berdiri di sana sebelum kemudian mendongak menatap Grey.

"Apa aku akan dikeluarkan?"

Grey tercenung. Tetapi kemudian dia menghela nafas dan berkata apa adanya, "Kau masuk daftar siswa yang mendapat peringatan. Jika sampai besok kau tidak ke kelas, maka akademi akan mengeluarkanmu. Namun sebelum itu mereka akan menyeretmu ke ruang..." Grey agak berat ketika mengatakannya, "Ruang hukuman. Kau tahu apa itu bukan?"

Ya, sebelum masuk ke akademi, seluruh siswa sudah mendapat informasi terkait apa saja yang ada ke dalam akademi Black Militer ini. Termasuk informasi tentang ruang hukuman dengan berbagai tingkat pelanggaran.

Ruang yang pastinya menjadi momok bagi para murid di akademi termasuk juga orang yang sudah resmi menjadi ppasukan Black Military.

Maria mengangguk, "Ya aku tahu. Terimakasih Grey." Balasnya. Tidak ada ekspresi kecemasan di raut wajahnya. Seolah Maria memang sudah siap menghadapi segala konsekuensi yang terjadi.

Grey melihatnya. Dan merasa bahwa gadis seperti Maria sama sekali bukan tipe - tipe gadis pembangkang sebenarnya. Hanya saja mungkin ada sesuatu yang membuat gadis ini untuk beberapa hari tak menghadiri kelas akademi.

Sebagai anak yang sejak lama telah dididik untuk bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan serta loyal kepada apapun itu, dengan tulus Grey akan membantu.

"Jika ada sesuatu, kau bisa tanyakan padaku." Grey berkata ramah, "Sebisa mungkin aku akan membantumu."

Maria tersenyum lalu mengangguk. Dan entah apalagi yang diperbincangkan kedua orang itu di sana, Maxwell memperhatikan.

Sejak awal dia tahu. Dia sudah berfirasat bahwa akan ada sesuatu yang terjadi di antara mereka berdua.

***

Maria untuk pertama kali mengikuti pelajaran. Grey bersyukur. Kelasnya sudah tidak ada yamg kosomg lagi. Dan gadis itu tentunya tidak jadi dikeluarkan, dan beruntung belum memdapat hukuman.

Grey tak pernah membayangkan bila seorang perempuan akan dimasukkan ke dalam ruang hukuman yang pasti akan sangat menyakitkan.

Tak hanya mental, tapi juga fisik.

Dan saat itulah, sejak pertama kali mereka bertemu, dia sudah jatuh hati kepada Maria.

Cinta pada pandangan pertama. Apalagi rasa sukanya itu bertambah besar ketika dia tak sengaja melihat Maria yang terlihay acuh, tetapi sebenarnya gadis yang lembut dan perhatian.

Maria diam - diam membereskan hal yang diperbuat oleh siswa - siswi yang lain.

Tanpa mengoceh panjang lebar, Maria membuang sampah - sampah hasil perbuatan temannya. Menolong burung yang jatuh, mengobati kaki kucing dan berbagai hal lainnya yang membuat Grey kagum.

Dia.....

Grey melihat Maria yang tersenyum membalas candaan teman sekelasnya.

Dia.... Benar - benar suka.

Grey ikut tersenyum sendiri melihat Maria. Dan tak jauh di sana, Maxwell memperhatikan.

Selalu.

***

"Hey kau! Bantu aku!" Leon berdiri di depan bangku Maxwell.

Maxwell mendongak menatap bocah yang setiap harinya tak lepas dari permen favoritnya.

Tanpa perlu Maxwell bicara, Leon seolah bisa menerjahkan apa yang hendak dikatakan pria itu.

Dia pasti akan bertanya membantu apakan.

"Temanku mutah - mutah. Bisa kau pinjamkan jaketmu! Dia kedinginan." Leon menunjuk si kribo yang menggigil kedinginan.

Di sini, siswa yang memakai jaket kebetulan hanya Maxwell seorang.

Maxwell diam sejenak. Lalu menatap Sebastian yang benar - benar terlihat menggigil.

Kenapa tidak kembali ke asrama saja. Tidur dan diselimuti.

"Tidak bisa ke asrama. Dia tidak mau. Kalau membolos lagi dia akan kena hukuman." Jawab Leon seolah bisa menerjemahkan pikiran Maxwell.

Maxwell masih diam. Dia mendongak. Melihat ke sekeliling. Siswa siswi yang lain entah kenapa juga menatapnya.

Benar - benar...

Lalu dia menunduk. Seperti enggan melepaskan jaketnya. Begitu berat sekali melepasnya.

Bukannya tidak mau. Tapi lebih tepatnya....

Sial.

Maxwell menggertakkan rahang. Pada akhirnya dia membuka resleting jaketnya. Mulai dari kerah yang sedari dulu sengaja menutupi mulutnya.

Dan begitu jaket itu terlepas, semua orang terkesiap. Mereka ternganga.

Begitu terkejut bahwa...

Leon yang di depannya juga ikut terkejut sampai melongo.

"Sial."

Bahwa lelaki di depannya itu sangat bersinar.

"Tak ku sangka kita punya permata di kelas ini." Para wanita seketika berteriak histeris saking terpesonanya.

"Kau... Tampan sekali."

***

Black MilitaryWhere stories live. Discover now