62. Maria dan Maxwell (B)

Start from the beginning
                                    

Maria menahannya. Tapi lama kelamaan, kesabarannya habis. Bagaimanapun dia juga kesal setengah mati. Puncak kekesalannya adalah hari ini saat mereka berada di sekolah yang sama dan Maria berniat memberikan bekal yang dibuatkan ibunya untuk laki - laki itu. Namun Maxwell hanya menatap bekal itu dan untuk pertama kalinya berkata,

"Buang saja! Jangan sok akrab denganku!" Lalu Maxwell berbalik begitu saja meninggalkan Maria kecil yang tercenung sembari memegang kotak kecil berwarna pink yang berisi sarapan yang susah payah ibunya buatkan.

Ini benar - benar.....

Bibir Maria menipis. Tangannya yang memegang kotak makan itu gemetar. Wajahnya memerah. Lalu meledaklah sudah. Tanpa pikir panjang Maria melemparkan kotak makan itu dan berteriak penuh kekesalan membuat Maxwell tersentak kemudian refleks menghentikan langkahnya.

Maxwell membeku dengan mata melebar kaget saat sesuatu menubruk punggungnya. Kemudian tak berselang lama anak perempuan yang menjadi saudara tirinya itu berlari dan kini berada tepat di depannya dengan wajah yang memerah marah.

"Memangnya kau pikir aku mau jadi saudaramu. Sialan."

Sekali lagi Maxwell tampak kaget bahwa anak perempuan yang terlihat anggun di depannya bisa mengeluarkan kata - kata umpatan.

"Aku juga tidak mau. Aku bahkan berkali kali lipat tidak mau menjadi saudara mu."

"Aku terpaksa mengikuti ibuku untuk tinggal di rumahmu yang mewah itu. Kau pikir aku mau? Aku benar - benar terpaksa tahu."

"Selama ini aku sudah menahannya. Kau pikir senyumku, sikap ramahku, usahaku untuk tetap baik kepada mu  itu karena aku senang?" Maria menggebu - gebu. Wajahnya sudah merah padam meluapkan segala emosi yang selama ini ia bedung.

"Aku hanya bersikap sopan santun. Aku juga tidak mau ibuku menikah lagi dan harus meninggalkan ayahku yang sakit. Aku juga membenci ikatan saudara ini tahu." Nafas Maria terengah - engah. Maxwell di depannya hanya bisa tercenung dengan bibir setengah ternganga.

"Tapi aku selalu diajari, meski kau tidak suka dan membenci sesuatu. Setidaknya aku harus menunjukkan sikap sopan santun dan menghargai."

"Begitupun kau!" Jari telunjuk Maria yang kecil ia acungkan ke arah Maxwell, "Setidaknya kau juga harus menghargai semua ini. Setidaknya kau juga harus menghargai ibuku sebagai ibu tirimu. Setidaknya kau menghargai apa yang ibuku buat untukmu."

"Jika kau tidak mau memakannya, setidaknya pura - puralah menerimanya. Entah nanti kau buang atau kau berikan pada siapapun, setidaknya kau terima dulu bekal ini! Brengsek."

"Kau tidak tahu bahkan ibuku sudah tidak memasak untuk ayahku lagi! Ibuku sekarang telah memasak untuk orang lain. Aku sebenarnya membenci hal itu, sangat membencinya."

"Ayahku di luar sana jadi harus memasak sendiri, hidup sendiri. Dan itu sangat menjengkelkan, itu sangat menyakitkan."

"Aku membenci itu."

Maxwell seketika tercenung saat tiba - tiba saja buliran air mata mengalir dari netra emas gadis itu.

Maria yang tadi begitu marah dan penuh emosi, mendadak mengeluarkan air mata. Menangis tersedu di sana.

"Aku juga tak ingin seperti ini. Aku juga tak ingin ibuku menikah lagi. Aku~." Suara Maria tercekat. Gadis itu sesenggukan berusaha menahan air matanya yang mengalir kian deras.

"Aku juga benci semua ini."

Maxwell benar - benar tidak bisa berkata - kata lagi. Dan dari sini lah Maxwell menyadari bahwa anak perempuan yang berdiri di depannya ini sebenarnya jauh lebih menentang keras pernikahan orang tuanya ketimbang dirinya.

***

Perkenalan masa kecil yang tidak berlangsung dengan indah dan menyenangkan. Namun seiring berjalannya waktu saat dewasa ini, perlahan - lahan semua terlihat berubah di mata seorang Maxwell.

WIN....

'Maria Wenberg dari kelas Grand B berhasil memenangkan ujian The Duel melawan Rutdiyath dari kelas Grand A.'

Suara moderator yang mengumumkan kemenangan telak Maria terdengar mengaum di seluruh penjuru arena pertandingan.

Para siswa siswi pun bersorak dan bertepuk tangan. Maxwell di tempatnya berdiri dalam diam menatap adik tirinya dari kejauhan. Ekspresinya seperti biasanya tidak bisa ditebak. Namun dia memperhatikan Maria yang kini tampak terengah, kelelahan dan juga.....

Manik kelam Maxwell melebar saat dia melihat rembesan darah yang perlahan keluar di balik seragam hitamnya dan Maria tampak memegangi perutnya kesakitan. Lalu sedetik kemudian Maria tumbang.

Maxwell segera melompat dan menolong adiknya. Namun langkahnya terhenti saat seorang laki - laki sudah lebih dulu memasuki arena tanding mengangkat tubuh Maria.

Grey....

Bibir Maxwell menipis.

Laki - laki itu adalah siswa dari kelas unggulan yang belakangan ini sering dia lihat bersama Maria. Dan hanya orang buta yang tidak tahu maksud dari laki - laki itu, Grey.

***





Black MilitaryWhere stories live. Discover now