55. Sabin vS Jovan (A)

Začať od začiatku
                                    

Sabin masih terdiam. Ia menggigit bibir bawahnya, ingin mengatakan apa yang ada dalam benaknya.

Ya benar, dia ingin bertemu dan bermain lagi bersama Diana, Heide dan teman - teman kayanya yang lain seperti dulu. Namun begitu keluarganya bangkrut, teman - temannya seakan menjauhinya. Kemudian dia tinggal di Distrik ini dan bersekolah di sekolah umum biasa. Tetapi dirinya mulai beradaptasi dan mendapat teman - teman baru yang baik dan ramah.

Sejujurnya dia ingin menolak, tetapi....

"Ya, Sabin? Kau harus menjadi bagian dari Black Militer. Demi ayah, ibu. Demi kau, demi masa depan kita dan demi keluarga kita. Harus!"

Dia melihat mata kedua orangtuanya dipenuhi oleh sinar harapan. Dan Sabin menjadi tak berdaya, dia pada akhirnya mengangguk.

"Baik ayah, ibu."

Senyum kedua orangtuanya tampak mengembang. Mereka kemudian memeluk Sabin dengan penuh kasih dan harapan masa depan mereka berada di tangan puterinya itu.

Namun ternyata, menjadi bagian dari Black Militer tidak semudah yang dibayangkan.

Hanya anak - anak yang terpilih lamgsung oleh master dan lolos dari serangkaian teslah yang bisa masuk ke dalam akademi itu. Oleh karena itu, orangtuanya mati - matian bekerja keras menggelontorkan dana untuk memberi Sabin pelatihan maupun khursus - khursus  yang berbasis militer umum.

Seperti khursus bela diri, taekwondo dan sebagainya.

Kekuatan pedeteksi Sabin masih menjadi kategori lemah. Dia juga harus mempunyai ketangkasan yang lainnya. Hingga pada akhirnya, gadis itu siap masuk ke dalam perekrutan tahun pertama akademi. Namun sayang sekali, dia masih tidak lolos.

Saat itu Sabin sudah pasrah, dan tidak mau lagi masuk ke akademi lalu kembali ke sekolah lamanya bersama teman - teman barunya yang menyenangkan. Namun pada suatu hari, dia melihat kedua orang tuanya dihina dan direndahkan oleh orang dari Distrik tiga.

Dia mengenalnya sebagai paman dan bibinya dulu.

"Wah, aku benar - benar sangat prihatin dengan nasibmu kakak." Ucap perempuan berambut keriting dengan tampilan modis nan elegan. Dia adalah bibinya.

Perempuan itu duduk di mobil mewahnya. Berbicara dengan orang tuanya melalui jendela mobil yang dibuka setengah. Tatapannya tampak merendahkan, pun dengan suami bibinya yang duduk di sebelahnya.

"Cepatlah Nexi! Jangan buang - buang waktu." Ucap suami bibinya yang tampak malas melihat ayah dan ibu Sabin.

"Ahh benar. Aku dan suamiku masih ada banyak acara penting. Aku tidak bisa berlama - lama kakak." Serunya, Dia lalu membuka dompetnya kemudian mengambil selembar uang, "Maaf kakak, aku tak bisa mengabulkan permintaanmu." Jeda sejenak, ia menghela nafas,

"Itu terlalu banyak. Aku juga tak yakin kau bisa membayarnya." Imbuhnya, "Yang bisa ku lakukan hanyalah memberi ini." Dia menyodorkan selembar kods, "Tidak usah dikembalikan kakak. Ini niat bantuan terakhirku sebagai saudara." Dan seolah sengaja, bibinya menjatuhkan uang tersebut begitu saja.  Lalu tanpa kata, jendela mobil ditutup dan kendaraan mewah itu melaju meninggalkan kedua orang tua Sabin yang hanya terdiam dengan perasaan nelangsa dan terhina.

Dulu ketika mereka masih berjaya, orang - orang berbondong - bondong menjilatnya. Bahkan adiknya sendiri, Nexi juga kerap menerima bantuan dana darinya. Akan tetapi setelah dirinya bangkrut, ia ingin mendapatkan pinjaman uang dari adiknya itu, tetapi malah tatapan merendahkan dan hinaan seperti ini dia dapat.

Dia tak peduli dengan hinaan orang lain. Tetapi jika keluarganya juga memperlakukan mereka sama, ini sungguh.....

Sabin meremat kedua tangannya. Dan detik itulah, dia berjanji akan mengembalikan status keluarganya dan membalas hinaan ini.

Black MilitaryWhere stories live. Discover now