***

"Hah, jam enam pagi? Gila. Aku mungkin masih tidur." Gerutu Sherly. Perempuan itu segera mematikan layar jam tangan canggihnya kemudian bergegas keluar kamar mandi menuju ruang perawatan. Tak lupa ia membawakan susu dan roti untuk teman sekamarnya dan juga rekannya, Zavier.

Selagi menjadi Zavier yang polos, dia ingin memanfaatkannya untuk mengulik semua informasi. Dia akan mendekati Zavier, menjadikannya sebagai teman akrabnya. Bocah itu  rasa - rasanya juga penuh misteri.

Ketika dirinya sudah sampai ke ruang perawatan, tepatnya dimana kamar Zavier dirawat, perempuan itu tertegun melihat pasien yang seharusnya berada di ranjang itu sudah kosong dan saat dirinya berbalik, ia seketika tercengang melihat Zavier tampak berdiri dan berbincang dengan beberapa orang yang memakai seragam pasukan inti Black Militer. Tetapi bukan itu yang membuat Sherly tercengang, melainkan kondisi Zavier yang terlihat baik - baik saja setelah mengalami luka cukup parah kemarin.

Seharusnya dengan luka seperti itu, Zavier masih harus berbaring di ranjang. Tetapi ini....

Manik kelam Sherly menelusuri diri Zavier. Tubuh dan wajah pria itu juga masih dibalut perban seperti kemarin - kemarin, hanya saja perban yang membalut tubuhnya pastilah sudah diganti dengan yang baru. Tetapi kondisi fisik laki - laki itu dengan ajaib sudah terlihat prima. Sama sekali tidak ada tanda - tanda lemah fisik, lelah, capek, kesakitan padahal belum ada dua puluh empat jam laki - laki ini tampak bonyok dan tidak berdaya karena menghabisi Daemon tingkat tinggi.

Benar - benar mengejutkan.

Ini Zavier kan? Bukan sosok Tiger?

"Eh, Cecil."

Lamunan Sherly buyar ketika Zavier menoleh ke arahnya. Pria itu sembari tersenyum memanggil dan melambaikan tangan padanya. Dan hal itu langsung menjawab pertanyaan Sherly. Jika seperti ini, ia yakin bahwa pria yang berdiri itu adalah si normal Zavier bukan Tiger.

Sherly balas tersenyum. Dia mengayunkan sebungkus roti dan sekotak susu untuknya memberi isyarat bahwa apa yang dibawanya ialah khusus untuk laki - laki itu.

Di sana Zavier tampak terhenyak. Matanya tiba - tiba berkaca - kaca. Haru. Dia tak menyangka ada seorang wanita yang repot - repot membawakannya sarapan. Ini benar - benar....

Berpamitan pada tiga rekannya, Zavier langsung melangkah menghampiri Sherly. Air mukanya tampak seperti anak yang ingin menangis. Bukan karena kesakitan, tetapi karena kebahagiaan.

"Ce... Cecil, terimakasih! Kau tidak perlu repot - repot membawakan ini untukku. Aku sungguh...." Zavier tidak bisa berkata - kata lagi. Seolah benar - benar tak menyangka akan ada orang yang peduli padanya.

Sementara itu, Sherly terbengong melihat reaksi pria itu. Seolah dirinya adalah pahlawan yang menyelamatkannya dari marabahaya. Padahal yang dia lakukan hanyalah membawakan roti dan susu karena memang sudah seharusnya begitu bukan?

"Terimakasih Cecil! Terimakasih! Kau... Kau sangat baik sekali." Ucap Zavier sekali lagi. Membuat Sherly semakin tak mengerti.

"Eh, sudahlah! Kenapa kau harus berterimakasih padaku?" Jeda sejenak, "Aku hanya menjengukmu dan membawakanmu sarapan."

"Dan kenapa kau menagis?" Tanya Sherly. Tercengang melihat iris abu - abu Zavier berkaca - kaca.

"I... Itu karena ini pertama kalinya ada wanita yang peduli padaku!" Zavier menunduk. Tampak malu, tapi  juga bahagia.

Sherly tertegun.

"Se.... Selama ini tidak ada anak sekelas yang peduli padaku. Entah kenapa mereka malah menjauhiku. Atau lebih tepatnya mereka seperti takut padaku. A... Aku tidak mengerti kenapa." Imbuhnya. Nada suaranya begitu rendah, terdengar kesepian dan juga terasingkan.

Black MilitaryWhere stories live. Discover now