36. Ujian Perburuan (C)

Mulai dari awal
                                    

Atau jangan - jangan mereka memang sengaja memberinya rekan yang lemah dan penakut untuk membuatnya menyerah menjadi siswi akademi bahkan terbunuh di sini sehingga dirinya tidak dapat melanjutkan misi?

Jangan - jangan para master dan kepala sekolah sudah membuat skenario ini. Menyingkirkannya. Menyingkirkan orang lemah. Jika itu memanglah yang terjadi ini sungguh.... hmmm... Sherly menipiskan bibirnya sembari meremat kedua tangannya. Tiba - tiba sebuah pemikiran besar hadir di benaknya.

Pekerjaan mata - mata yang diberikan oleh Ribel News tentu saja bukanlah sembarangan. Mengapa Demi Human harus berada di sini? Itu berarti kemungkinan orang panting yang ada di Akademi ini telah menyembunyikannya dan tentunya dia juga berhati - hati akan adanya mata - mata yang menyusup.

Entah itu kepala sekolah, master atau semuanya. Yang jelas mereka sudah pasti membuat penjagaan dan mengantisipasi hal - hal yang dirasa mencurigakan. Seperti halnya kehadirannya. Apalagi hari ini pria yang mengenalnya tiba - tiba muncul.

Jangan - jangan Aiden sudah melihatnya dan tahu tentang dirinya lalu melaporkannya kepada kepala sekolah kemudian mereka membuat spekulasi bahwa dirinya adalah mata - mata lalu dengan cara halus menyingkirkannya saat ujian.

Kemungkinan ini bukan pertama kalinya Ribel News mengirimkan mata - mata. Dan juga kalau dipikir - pikir sejak pertama kali dirinya datang, entah kenapa ia merasa ada yang mengawasinya dan juga ada yang berusaha membunuhnya.

Ya, insiden vas bunga jatuh yang nyaris mengenai kepalanya kala itu sepertinya bukan ulah dari tindakan bully Leon. Lalu hari ini saat rintangan panjat tebing, sepertinya memang ada yang sengaja menjatuhkan batu besar ke arahnya. Senakal - nakal anak di sini yang juga punya niat membully yang sama seperti Leon, tidak mungkin bertindak sampai seekstream itu bukan?

Ini pasti bukan kebetulan. Dan dia harus hati - hati. Ia tidak mau mati sekarang.

"Ce... Cecil, kau baik - baik saja?"

Panggilan Zavier menyentak lamunannya. Sherly mengerjap lalu menatap lelaki di sampingnya, "Bukankah aku yang harus mengatakan itu padamu?" Dia balik bertanya menadapati tangan dan kaki Zavier yang masih gemetar.

Zavier meringis. Dia tentunya tampak malu, akan tetapi dia tidak mau membohongi diri sendiri dan juga rekannya, "Ya, a... aku tidak baik - baik saja Cecil." Zavier menunduk, memeluk dirinya sendiri, "Kau tahu mengapa ada perban membalut sekujur tubuhku?" Dia menyentuh tangan, badan dan juga wajahnya yang hampir dipenuhi perban, "Ini semua karena puluhan Daemon menyerangku. Mereka mengerubungiku. Mencakarku dengan kuku - kuku tajamnya, menggigitku dengan gigi - gigi runcingnya. Nyaris mengoyakku. Itu sangat sakit, sakit sekali Cecil." Tubuh Zavier semakin gemetar, dan sorot matanya dipenuhi oleh kengerian yang mendalam saat dia menceritakan apa yang terjadi.

Sherly tercengang mendengar cerita Zavier.

Pria ini pasti benar - benar trauma. Tidak salah bila Zavier begitu katakutan sekarang.

Reaksi Zavier ini benar - benr telah menghapuskan keraguannya akan pria gila berbalut perban yang telah menghancurkan rumahnya kala itu. Mereka memang berbeda. Dan yang di hadapannya sekarang ialah anak laki - laki polos yang ketakutan dan butuh perlindungan.

"Zavier, tidak apa - apa oke! Kita pasti akan baik - baik saja." Sherly mengusap lengan Zavier menenangkan. Pria itu bahkan tengah menangis sekarang, "Kita hanya perlu masuk dan mencari satu Hide Daemon. Dengan begitu kita akan menyelesaikan ujian dan segera meninggalkan hutan ini."

"Kau tahu kan, aku sama sekali tidak memiliki kekuatan. Tetapi meski begitu aku juga harus optimis. Begitupula dirimu. Kau juga harus optimis Zavier."

'Yakinlah kau kuat, dan yakinlah kalau kita bisa keluar dari tempat ini dengan selamat." Ujarnya sungguh - sungguh.

Zavier tercenung. Dia diam sesaat menatap Sherly dengan mata berkaca - kaca. Ya, seharusnya dia tidak merengek dan menangis seperti ini. Dan seharusnya sebagai senior dan kali - laki, dirinya yng harusnya melindungi dan menyemangati perempuan. Bukan sebaliknya. Apalagi gadis di depannya ini adalah anak baru dan tidak memiliki kekuatan sama sekali.

Ya, mereka hanya perlu menemukan satu Hide Daemon lalu pergi meninggalkan hutan ini dan mudah - mudahan tidak bertemu Daemon tingkat tinggi.

"Ya, Cecil. Baik. Mari kita pergi." Ujar Zavier sembari mengusap air matanya. Lelaki itu sudah sedikit tenang sekarang, "Ayo, aku akan melindungimu."

Sherly meringis mendengar kalimat terakhir Zavier.

Ohh melindungi? Mungkin dirinyalah yang akan melindungi laki - laki ini.

***

"Bajingaan." Leon mengumpat kala Hide Daemon yang nyaris ia tangkap tiba - tiba didorong mundur oleh sebuah cahaya ungu yang melesat bagai peluru membuat Daemon yang telah ia kepung lepas begitu saja dan sekarang menghilang entah kemana.

Pria yang menjadi dalang kegagalannya itu tidak lain tidak bukan ialah teman dekatnya sendirj. Siapa lagi kalau bukan......

"Kribo bajingan bangsat. Sialan kau! Aku bersumpah akan membakar rambutmu sampai gundul."

Leon tak hentinya marah - marah. Sementara Sebastian hanya terkekeh tak merasa bersalah dan memberinya tatapan mengejek.

"Kau berhasil dengan cepat karena beruntung mendapat rekan yang tepat." Seru Sebastian melirik ke arah Sabin yang berdiri di samping Leon.

Sabin menunduk dan tersipu menerima pujian seperti itu.

Rekan yang tepat. Itu berarti pujian bukan?

"Cih." Leon mendengkus. Tak mau mengakui bahwa belum ada tiga puluh menit dia bisa menemukan keberadaan Hide Daemon lantaran petunjuk gadis di sampingnya ini.

Sabin memiliki kekuatan pendeteksi. Meski tak terlalu kuat, tetapi itu sangat berguna di ujian kali ini.

"Tentu saja itu karena aku membimbingnya."

Sebastian melirik Leon malas, "Masih tetap sombongnya."

"Seharusnya setelah berhasil menemukan Hide Daemon kurang dari satu jam, kau harus memberi gadis ini hadiah bukan?" Sebastian mendekat. Dia menyentuh pundak Sabin yang sontak membuatnya terkejut.

"Hitung - hitung sebagai penebus bahwa kau pernah merisaknya." Dia menatap Sabin, "Padahal gadis ini punya kekuatan yang bisa diandalkan." Imbuhnya sembari mengediokan mata pada Sabin yang sontak membuat gadis itu tersipu malu.

Leon lagi - lagi hanya berdecak. Dan kemudian mengusir temannya itu, "Minggirlah! Dan jangan ikuti aku!"

Leon lalu menyeringai, "Ingat taruhan kita Sebastian! Dan kali ini aku pasti menang."

"Aku sudah tak merasa aneh kalau kau begitu percaya diri Leon." Komentar Sebastian. Lelaki itu lalu menarik sudut bibirnya, "Berdoa saja semoga kau tidak bertemu dengan Daemon tingkat tinggi."

"Semoga kau yang bertemu dengannya." Jawab Leon lalu segera mengandeng Sabin oergi dari area itu. Mengejar Hide Daemon yabg telah kabur.

Dia harus memenangkan taruhan dan melihat Sebastian mencukur rambut kribonya.

***

Black MilitaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang