"Gue mau dia gak gangguin kehidupan kita lagi, untuk itu gue setuju dengan Pak Wira yang ingin bawa dia ke luar Negeri pagi ini."

"Iya Alan, terus hubungannya sama kita apa?" Tanya Nalla sengan suara agak meninggi.

Alan terlihat menunduk sebentar, lalu kembali menatap Nalla. "Sorry, gue gak bisa anterin lo ke Bandung."

Nalla tercekat, menatap Alan tak percaya.

"Dia gak bakal mau keluar rumah kalo gak gue yang ngajak Nal, bahkan sama bokapnya dia juga gak mau. Dia terus ngamuk gak jelas kalo ada orang lain yang nyentuh dia____"

"Oh, jadi kalo lo sentuh dia, dia bakal diem dan nurut?" Tanya Nalla sambil tertawa pahit. "Lucu ya, ada penyakit kek gitu." Sambung Nalla lagi.

"Nal, dia bakal ke luar Negeri, setelah itu gak ada pertemuan lagi. Kita juga bakal aman dari dia, dan ini terakhir kalinya gue bakal jumpa dia."

Nalla masih mempertimbangkannya di pikiran.  Sebenarnya ia sangat sakit hati ketika Alan mengatakan nama Leona tadi. Tapi mau bagaimana lagi. Ia mencoba berpikir normal, Alan pasti akan melakukan yang terbaik.

"Gue bakal telepon bokap buat anterin gue ke Bandung." Ujar Nalla pada akhirnya. Suaranya masih terdengar tak ikhlas mengatakan hal itu.

Alan langsung menarik Nalla perlahan kedalam pelukannya. "Maaf."

_______________

Baru saja Gibran akan membuka pintu gerbang rumahnya, ia dibuat kaget dengan kehadiran Dinda yang berdiri disebrang jalan sambil menatap Gibran dengan tampang sedihnya.

Cewek itu lalu menyebrang, menghampiri Gibran.

"Lo ngapain disini pagi-pagi?" Tanya Gibran bingung.

Dinda tak menjawab, cewek itu tampak sedang menahan tangisnya. Membuat Gibran menghela napas dan langsung menarik Dinda mendekat. "Kenapa? Orang tua lo berantem lagi?" Tanya Gibran.

Dinda mengangguk.

"Lo kesini pake apa?"

"Jalan kaki."

Gibran melotot kaget. "Gila lo?"

"Habis sholat subuh, gue langsung pergi dari rumah." Ucap Dinda.

Gibran sudah siap dengan sepatu yang terpasang dikakinya serta baju santai yang sudah ia kenakan dan bersiap akan olahraga pagi. "Ikut gak?" Tanya Gibran sambil menaikan sebelah alisnya.

Dinda mengerutkan dahinya. "Kemana?"

"Joging."

"Lo tau kan rumah gue sama rumah lo sejauh apa? Kaki gue pegel Gib, masa____"

"Siapa nyuruh lo kesini? Ada gue nyuruh lo?" Tanya Gibran yang kini meletakan kedua tangannya di lutut dan kepalanya maju menatap Dinda dari dekat.

Dinda mendorong pelan tubuh Gibran agar menjauh. "Iya-iya, gue salah. Ya tapi, selain lo siapa coba pagi-pagi gini yang mau nolongin gue, temen-temen gue pasti____"

"Ck, bilang aja lo ngebet mau ke gue." Potong Gibran sambil melirik Dinda curiga.

Dinda mengepalkan tangannya geram. "Dah lah, males gue!" Dinda berniat pergi, namun Gibran langsung menahan tangannya.

"Ikut gue." Gibran membawanya menuju kerumah.

"Ngapain..."

"Ambil motor, jalan pagi."

Beberapa menit kemudian, Gibran menyuruh Dinda menaiki motornya. Kemudian ia langsung menjalankan motornya dan meluncur ke jalan raya.

"Pelan-pelan ya, lo jangan modus sama gue!" Cetus Dinda.

NALLAN Where stories live. Discover now