Now Playing : Charlie Puth - Then There's You
"Ella, sayang. Aku ingin mengajakmu ke salonku nanti malam. Apa kau bisa?" tanya Joanna.
Roxanne tampak bingung sesaat. Bingung bagaimana harus menolak ajakan Joanna dengan halus.
"Maafkan aku, mom. Tapi aku sudah ada janji dengan Felix nanti malam." Jawab Roxanne dengan raut wajah menyesalnya.
"Benarkah? Sayang sekali. Tidak apa kalau begitu. Kita bisa mengunjunginya bersama lain kali." Ucap Joanna seraya tersenyum pada Roxanne.
Felix datang dari ruang makan dan menghampiri kedua wanita yang sedang mengobrol di dapur.
"Roxy," panggil Felix.
Merasa terpanggil, lantas Roxanne berhenti berbicara dan menoleh pada sumber suara.
"Well, parasit manjamu sudah datang." Sindir Joanna.
"Ya ampun. Apa itu panggilanku? Karena aku merasa tersindir sekarang." Felix berpura-pura menampakkan wajah tersakiti.
"Memang siapa lagi di sini yang manja? Setahuku, adik-adik dan kakakmu tidak berlaku manja sepertimu." Jelas Roxanne.
"Kau benar." Joanna menyetujui penuturan Roxanne dan mereka tertawa bersama.
"Jadi mom sudah bersekutu dengan wanitaku sekarang. Dan itu semua mom lakukan hanya untuk menyerangku? Wow, aku merasa terbuang."
"Kau berlebihan, Felix." Joanna menegur di sela tawanya. Joanna sedang memotong buah-buahan yang dibantu oleh Roxanne.
"Dan juga, siapa yang kau panggil wanitaku itu, huh? Seenaknya saja."
Roxanne mengatakannya tanpa menoleh pada Felix. Sehingga ia tidak sadar jika Felix sudah berada di belakangnya dan meraih tubuh Roxanne dengan mudah. Membuat Roxanne hampir menjatuhkan buah di tangannya.
"Katakan, bagaimana aku harus memanggilmu kalau begitu, hm?" tanya Felix tepat di belakang telinganya yang membuat Roxanne menahan napasnya tanpa diminta.
Walaupun sudah berbicara dengan suara kecil, namun Joanna tetap bisa mendengarnya hingga Joanna hanya menggelengkan kepalanya melihat Felix yang tidak tahu tempat ini.
"Mom yang salah karena sudah berdiri di sini terlalu lama, atau kau yang memang tidak pernah tahu tempat dimana harus bersikap seperti itu, Felix?" sindir Joanna. ia berhenti memotong buah-buah tersebut dan menatap Felix.
Felix tergelak. Alih-alih melepas pelukannya, ia malah menicumi leher Roxanne tanpa tahu malu. Roxane sendiri terus meronta untuk dilepaskan karena ia merasa malu. Ayolah, masih ada Mom Joanna di sini.
"Ya ampun. Aku tidak percaya anakku akan bertingkah seperti ini di depan ibunya sendiri." Joanna menepuk jidatnya.
"Lepas atau aku tidak akan memenuhi syaratmu, Felix." Desis Roxanne.
"Kau galak sekali. Padahal aku hanya menciumi wangimu." Felix pun melepas pelukannya dan tertawa.
Roxanne memutar kedua matanya dengan jengah dan kembali meneruskan memotong beberapa buah sementara Felix memakannya dengan santai.
"Oh, iya. Nanti siang kau ke kantor saja. Biar nanti supirku yang mengantarmu ke sana." Ucap felix di sela-sela memakan buah-buah. "Ah, bawakan juga pakaian santai untukku."
Roxanne sontak mendongak pada Felix di sebelahnya dengan senyum yang mengembang dan menjawab, "Okay!" dengan nada riangnya.
"Apa kau baru saja menjadikan Roxanne babumu? Karena jika memang begitu, mom akan memecatmu sebagai anak sekarang."
Felix tersedak air mineralnya—menganga. "Kenapa mom malah berpikir seperti itu?"
"Barusan kau memerintah Roxanne. Itu sudah jelas, kan? Kau memberinya perintah seakan-akan Roxanne ini babumu." Ucap Joanna tak suka mengingat apa yang dikatakan Felix tadi.
Felix menghela napasnya. Kemudian, ia malah merangkul pinggang Roxanne dari samping.
"Aku tidak pernah sekalipun memberinya perintah. Apalagi menganggapnya babuku. Roxanne itu calon istriku."
Dengan wajah santai dan cengiran khas ala Felix, mampu membuat Roxanne kini tersedak jus stroberinya yang ia buat tadi. Roxanne jadi salah tingkah di depan Joanna sementara Felix sendiri mencium puncak kepala Roxanne kemudian berlalu untuk segera pergi ke kantor.
"Mom tidak mengerti kenapa Felix bertingkah seenaknya begitu. Oh, maafkan mom, Ella sayang. Mom sendiri tidak pernah melihat sisi Felix yang terlalu vulgar seperti itu." Joanna menggelengkan kepalanya kembali dan melanjutkan aktivitasnya.
Roxanne sendiri kembali ke kamar untuk membersihkan diri. Tadi pagi, ia tidak sempat mandi dulu karena berdebat dengan Felix. Berdebat dengan Felix memang menguras segalanya. Menguras emosi, pikiran, dan juga waktu. Tapi, kenapa Roxanne malah menikmatinya. Seolah-olah, perdebatan kecilnya dengan Felix merupakan separuh hidupnya dengan felix.
Di depan cermin kamar mandi, ia memperhatikan dirinya sendiri. Well, ia akan mengakui jika dirinya memang cantik hingga Felix mengatakan ia mencintainya. Tapi, cinta pada pandangan pertama? Roxanne sedikit ragu tentang itu. Bagaimana bisa felix bisa begitu cepat menentukan dirinyalah wanita yang tepat yang bisa bersanding dengan pria itu. Ini sangat menyebalkan karena otaknya selalu berputar-putar seperti ini.
Roxanne menepuk-nepuk pipinya beberapa kali. Berusaha menyadarkan dirinya jika ia harus berusaha. Membalas perasaan Felix dan mengasihinya seperti apa yang felix lakukan selama ini.
Buru-buru, Roxanne segera melepas pakaiannya dan merendamkan dirinya di Jacuzzi yang berisi air hangat yang sudah ia siapkan tadi. Sangat hangat dan nyaman.
15 menit berlalu. Roxanne membilas dirinya dengan air dingin di bawah guyuran shower. Selesai mandi, ia menuju walk-in-closet milik Felix dimana disana juga terdapat pakaian Roxanne yang sudah ia keluarkan dari kopernya saat ia berdebat dengan Felix tadi pagi. Ia bisa saja membiarkan pakaiannya tetap berada di dalam kopernya, tapi si Tuan Besar tidak mengijinkannya dan mengeluarkan semua pakaian Roxanne dari kopernya untuk digantungkan bersama dengan pakaian Felix. Katanya, supaya Roxanne mulai terbiasa. Ya, ya. Terbiasa untuk menjadi calon istrinya. Roxanne menggelengkan kepalanya geli memikirkan kejadian tadi pagi.
Setelah memilih pakaian yang hendak ia pakai, ia menjatuhkan pilihannya pada skirt jeansnya dan kaos hitam tanpa lengan yang dilengkapi dengan scarf motif kotak hitam-putihnya.
Roxanne mengambil crossbody bag hitamnya dan juga kacamata hitam yang akan ia gunakan nanti siang. Ia membiarkan rambutnya tergerai bebas, namun ia akan memakai topi hitamnya sebagai pelengkap.
Roxanne beranjak mengambil pakaian ganti untuk Felix. Karena mereka akan pergi bersama ke club, jadi Roxanne berniat mengambil pakaian casual tapi tak meninggalkan jejak keren saat pakaian itu dipakai Felix nanti. Sehingga, Roxanne memilih untuk mengambil shirt polos hitam milik Felix dengan celana yang senada. Ia melirik jaket kulit hitam yang masih digantung, dan ia mengambilnya. Roxanne juga mengambil sneakers hitam sebagai pelengkap. Perfect!
****
"Sepertinya, supir felix sudah siap." Kata Joanna kemudian. Roxanne pun mengokkan kepalanya ke arah luar mansion dan mendapati supir Felix yang sudah siap di sana.
"Iya, mom. Kalau begitu, aku pergi dulu, mom." Pamit Roxanne dengan mencium kedua pipi Joanna.
"Baiklah. Hati-hati di jalan."
"Tentu."
Roxanne pun memasuki mobil bagian penumpang belakang, dan melambaikan tangannya pada Joanna sesaat begitu mobil sudah mulai berjalan.
Sementara di sini, Felix berada. Di dalam kantornya masih berkutat dengan dokumen-dokumen pentingnya yang membutuhkan bubuhan tanda tangannya. Ia harus segera menyelesaikannya karena ia harus pergi keluar dengan Roxanne setelah ini.
Jika dipikir-pikir, kapan terakhir kali Felix dan Roxanne pergi bersama? Sepertinya sudah lama. Felix sendiri tidak ingat. Padahal Roxanne tinggal bersamanya. Ia baru menyadarinya jika ia malah meninggalkan Roxanne sendiri di rumah saat ia bekerja. Sekalinya ia meliburkan diri, ia malah membiarkan Roxanne di rumah juga. Felix merasa bodoh.
Tak terasa, waktu sudah berjalan cukup cepat. Satu jam sudah berlalu. Seharusnya, Roxanne sudah sampai. Benar saja. Karena sang sekretaris sudah mengabarinya lewat ketukan pintunya yang menandakan bahwa ada orang yang hendak menemuinya. Well, siapa lagi jika bukan Roxanne, wanitanya?
Felix berdiri saat melihat Roxanne sudah berada di ambang pintu dan berjalan kea rah sofa.
"Kenapa lama sekali?" tanya Felix. Ia ikut duduk di dekat Roxanne.
"Hmmm, hehe. Tadi aku beli eskrim sebentar di pinggir jalan." Jawab Roxanne dengan menunjukkan raut ala anak kecilnya.
"Kenapa tidak nanti saja kita beli bersama? Kau kan bisa meminta padaku."
"Aku kan baru menginginkannya tadi. Kenapa juga harus menunggumu."
"Ini. Pakaianmu." Roxanne menyerahkan paper bag berisi pakaian Felix.
"Okay. Oh, apa aku harus menggantinya di sini?" goda Felix. Membuat Roxanne memukul Felix dengan bantal sofa. Felix hanya tertawa melihat reaksi Roxanne.
"Sudah sana!"
Felix pun menuju ruangan di ujung dimana ada sebuah sekat dan Felix gunakan untuk mengganti pakaiannya.
Felix keluar dari sekat tersebut dengan pakaiannya. Roxanne yang melihatnya merasa bangga atas pilihannya. Lihatlah pria itu. Seperti dugaannya, pakaian itu akan membuat felix terlihat cool.
"Wow. Aku harap aku tidak perlu keluar ruangan."
Roxanne mengernyitkan dahinya, bingung. "Memang kenapa? Apa ada yang salah dengan pakaiannya?" Roxanne terlihat khawatir jika Felix tidak menyukai pilihannya.
"Tentu saja ada yang salah, sayang. Aku belum pernah memakai pakaianku yang ini. Bagaimana jika semua pegawai wanitaku malah tergila-gila padaku nanti? Kau yang bersalah." Roxanne merasa tidak percaya dengan jawaban Felix yang terdengar sangat konyol.
"Apa kau sedang memuji dirimu sendiri?" Roxanne memicingkan matanya.
"Astaga. Bagian mana saat aku mengatakn aku memuji diriku sendiri? Aku malah sedang memujimu." Sanggah Felix tidak terima dengan tuduhan yang dilayangkan Roxanne.
Roxanne tidak menjawab. Ayolah, Roxanne tahu jika Felix memang sedang memujinya tadi. Tapi, Roxanne juga tahu jika pria itu juga sedang memuji dirinya sendiri karena ketampanannya yang bertambah. Ya, ya. Roxanne mengakuinya.
"Sudah. Sudah. Aku ingin mengajakmu kencan. Bukan berdebat di kantor."
Felix menghampiri Roxanne dan mengulurkan sebelah tangannya. "Ayo kita pergi."
Roxanne menerima uluran tangan Felix dengan senyum cerianya yang kembali tampak di wajah cantiknya. Membuat Felix ikut tersenyum.
To be continued
********
Follow my instagram:
iamvee29
aviorfw
And don't forget to tap the ⭐️ and comment as much as you can📩
Much love,
VieVie💥