ALAN [END]

By tamarabiliskii

9.3M 1.1M 546K

Meluluhkan cowok cuek? Dingin? Yang banyak fans? PART MASIH LENGKAP | TERSEDIA DI TBO & GRAMEDIA Spin Off My... More

Prolog
1. Awal
2. Alan Modus?
3. Menyatakan Perasaan
4. Pertengkaran
5. Meisya Penting?
6. Drama Pagi Hari
7. Berangkat Bareng
8. Kesurupan
9. Cemburu?
10. Hamilin Anak Orang
11. Makan Bersama
12. Janda
13. Weekend
14. Gara-Gara Kinder Joy
15. Penolakan
16. Penting?
17. Khawatir (?)
18. Rumah Sakit
19. Sebenarnya
20. Ternyata Dia
21. Fakta
22. Sedikit Rasa Cemburu
23. PMS
24. Rencana Makan Malam
25. Pertemuan Tak Disengaja
26. Kejujuran
27. Dihukum Pak Surya
28. Keputusan Yang Menyakitkan
29. Antara Alan & Kenan
30. Mulai Dekat
31. Salah Paham
32. Demi Meisya
33. Weekend Di Rumah Alan
34. Flashback
35. Ingkar Janji
36. Bertemu Lagi
37. Isi Hati Alan
38. Pulang
39. Angel Menyebalkan
40. Kebohongan
41. Gila?
42. Permintaan Maaf Alan
43. Kabar Buruk
44. Permintaan Angel
45. Ulah Erlang
46. Rahasia Alan & Angel
47. Meisya vs Selena
48. Pernyataan Angel
Chat Alan & Meisya
49. Fakta Baru
50. Salah Paham
51. Sisi Lain Alan
52. Setelah Putus
53. Terungkap
54. Terlibat
55. Salah Sasaran
OPEN MEMBER GC
56. Salah Siapa?
57. Pembawa Sial
58. Kebimbangan Alan
59. Sindiran Meisya
60. Tentang El
61. Benar atau Salah?
62. Sisi Baik Andra
63. Terbongkar
65. Perjuangan Alan
66. Maaf, Sya.
67. Menyerah?
68. Akhir
69. Benar-Benar Berakhir
VOTE COVER NOVEL ALAN
SPECIAL CHAPTER + INFO PRE ORDER
PRE ORDER ALAN
INFO
SPECIAL CHAPTER ALANMEISYA

64. Maaf Untuk Semua

130K 15.9K 9.4K
By tamarabiliskii

Happy 2M✨

Gimana kabar kalian? Semoga baik-baik aja dan sehat terus yaa

Uda kangen yaa?

Janlup komen yang banyak biar aku semangattt

Budayakan vote sebelum membaca, biar nanti ngga lupa karena keasyikan baca <3

________________________________

Pagi ini Anton dan Andin bisa bernafas sedikit lega setelah mendengar kabar jika operasi Erlang tadi malam berjalan dengan lancar. Namun sayangnya sampai sekarang Erlang belum bangun dari masa komanya. Kata dokter membutuhkan waktu 7 hingga 24 jam untuk membuat Erlang kembali sadarkan diri.

"Bang...!!!" Anton melambaikan tangannya ke Alan. Tampaknya Alan, cowok itu baru saja datang ke rumah sakit setelah tadi malam Anton berhasil membujuk anak sulungnya itu untuk pulang terlebih dahulu agar bisa istirahat di rumah.

"Papa sendirian? Mama mana?" Alan sedikit terkejut melihat papanya sarapan sendirian di kantin rumah sakit. Tidak ada Andin di sana.

"Mama kamu lagi jenguk Meisya."

Alan mengerutkan dahi agak bingung. Bukannya keadaan Meisya sudah membaik? Yang ia dengar kemarin, Meisya tidak mengalami luka yang serius. Hanya kakinya saja yang masih sakit dan belum bisa digunakan untuk berjalan. Maka dari itu, sejak kemarin Meisya selalu menggunakan kursi roda.

"Tadi malem papa dapet kabar dari papinya Meisya. Kemarin setelah selesai donor darah buat Erlang, Meisya pingsan. Terus kondisinya kembali drop."

"Pingsan?" Alan terkejut mendengarnya. "Terus sekarang keadaan Meisya gimana?"

Tanpa Alan sadari, Anton diam-diam tersenyum melihat Alan yang tampak khawatir dengan keadaan Meisya. "Papa gak tau. Kan mama kamu juga baru jenguk sekarang."

"Kamu udah minta maaf sama Meisya kan, bang?" tanya Anton membuat ekspresi di wajah Alan yang tadinya panik langsung berubah menjadi datar.

Alan bungkam. Entah kenapa pertanyaan dari papanya itu justru membuat rasa bersalah dan menyesalnya kembali muncul.

Menyadari keterdiaman Alan. Anton, laki-laki paruh baya itu menggiring anaknya untuk duduk di sebelahnya.

"Sini duduk. Papa mau ngomong sama kamu."

Alan hanya menurut dan menatap papanya datar. Ia sendiri tidak tahu harus bicara apa.

"Kamu itu cowok bang. Jadi cowok itu harus tegas. Papa tau kamu masih sayang sama Meisya."

"Pa, Al..."

"Dengerin papa dulu. Jangan dipotong," sela Anton cepat. "Mau kamu bilang kaya gimanapun. Mata kamu itu gak bisa bohong. Waktu kemaren natap Meisya, papa tau kamu masih nyimpen perasaan sama dia. Sekarang yang harus kamu lakukan itu cuma dua. Kalo kamu bener-bener masih sayang dan gak mau kehilangan Meisya. Kejar dia, minta maaf, terus perbaiki semua selagi masih ada kesempatan. Apapun hasilnya itu urusan belakang. Mau Meisya gak maafin kamu. Mau Meisya usir kamu. Mau Meisya nolak kamu. Itu urusan nanti. Yang penting kamu mau berusaha."

"Tapi kalo kamu emang ngerasa udah gak ada lagi perasaan sama Meisya. Sekarang minta maaf ke dia sebagai laki-laki yang gentle. Setelah itu jauhi Meisya dan jangan pernah berharap Meisya kembali jadi milik kamu. Intinya kamu harus tegas jangan berdiri di antara dua pilihan. Kalo iya, ya iya. Minta maaf dan perjuangin Meisya. Kalo enggak, ya enggak. Minta maaf dan jangan pernah ganggu hidup Meisya lagi."

Anton menepuk-nepuk pundak Alan. Pria baru baya yang biasanya bersikap jahil ke anak-anaknya itu, sekarang berusaha menjadi papa yang bijak. Benar kata orang, mau seburuk apapun seseorang. Mereka akan berusaha menjadi contoh yang terbaik untuk anaknya.

"Kalo kamu nurutin kata hati kamu. Papa yakin kamu pasti akan milih pilihan yang pertama."

Alan menghembuskan napasnya kasar. Apa yang papanya katakan barusan satu inti dengan nasihat Gala kemarin. Tidak dapat Alan pungkiri, apa yang mereka katakan itu memang benar semua. Alan terlalu pengecut. Tidak berani mengambil satu keputusan dengan tegas.

"Kamu menyesal kan? Udah salah paham dan nuduh Meisya sembarangan?" tanya Anton dan Alan langsung mengangguk setuju. Tidak ada gunanya lagi untuk gengsi sekarang.

"Enak gak rasanya?"

Alan spontan menggeleng. Lagi pula mana ada yang namanya penyesalan tapi enak. "Enggak."

Dua sudut bibir Anton tertarik ke atas. "Sekarang kamu tau, penyesalan itu rasanya gak enak. Jadi...jangan mengulangi kesalahan yang sama untuk kedua kali. Jangan menyesal kalo suatu saat Meisya bisa bahagia tanpa kamu."

*****

"Sya..." Meca mengusap-usap kepala Meisya dengan lembut. "Ada yang mau ketemu sama kamu."

"Siapa, mi? Sarah ya?" tebak Meisya. Pasalnya sejak kemarin Sarah memberi kabar ke Meisya kalau dirinya tidak bisa menjenguk karena di rumah mamanya juga sedang sakit. Gadis itu mengatakan akan menjenguk Meisya hari ini.

Meca menggeleng lalu tersenyum. "Mami suruh orangnya masuk, ya? Nanti kamu juga tahu."

Meisya mengatupkan bibirnya kembali saat Meca langsung pergi begitu saja. Padahal Meisya baru mau menjawab ucapan maminya.

"Ck, siapa sih? Apa jangan-jangan Andra, ya? Kan dari kemaren tuh anak gak muncul lagi setelah donorin darahnya buat Erlang," gumam Meisya mencoba menebak siapa yang akan datang menemui dirinya.

Ceklek

Pintu terbuka. Di detik itu juga mata Meisya bertubrukan dengan mata elang milik cowok yang mengenakan celana dan hoodie berwarna hitam.

Meisya buru-buru mengalihkan tatapan matanya ke arah lain sebelum seseorang itu semakin mendekat ke arahnya.

Sementara itu, sama halnya dengan yang Alan rasakan sekarang. Canggung. Hanya satu kata itulah yang bisa mendeskripsikan bagaimana keadaan Alan saat ini.

Perlahan-lahan Alan mulai melangkah mendekati Meisya. Ia duduk di satu kursi yang ada di sebelah brankar tempat Meisya berbaring.

Hati Alan mencelos begitu saja ketika mendapati gerak tubuh Meisya yang menunjukkan ketidaknyamanan setelah kehadirannya di dalam ruangan ini.

Berkali-kali Alan menghembuskan napasnya untuk menetralkan rasa canggung di dalam dirinya. Sampai akhirnya mulutnya bisa terbuka dan mengucap nama Meisya dengan lirih. Sangat lirih.

"Meisya..."

Meisya yang sejak tadi memunggungi Alan. Memejamkan mata saat sapaan lembut itu memasuki gendang telinganya. Ini adalah pertama kalinya setelah beberapa waktu, Alan kembali memanggil namanya selembut itu. Dan Meisya merasa...gugup.

"Sya, aku..."

Meisya tersenyum miris. Mendengar Alan menggunakan kata "aku" di dalam kalimatnya. Rasanya ucapan itu terdengar terlalu aneh di telinga Meisya. Setelah dengan tidak berperasaan nya, kemarin cowok itu sempat menghina, merendahkan, membentak bahkan menamparnya di depan umum dan sekarang Alan kembali bersikap manis padanya? Haha miris sekali.

"Mau ngapain ke sini?" sela Meisya dengan nada jutek. Tentu saja tanpa berbalik badan menatap Alan. "Kalo gak penting gak usah ke sini. Gue mau istirahat."

Alan bungkam. Sudah ia duga ini pasti akan terjadi. Alan tidak menyalahkan Meisya. Ia memang pantas untuk dibenci.

"Ini buat kamu." Alan menyodorkan satu kantong kresek besar berisi beberapa snack kesukaan Meisya.

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

Hingga detik ke sepuluh masih tidak ada respon apapun dari Meisya. Alan tersenyum kecut. Ia kemudian meletakkan kantong kresek itu di atas nakas.

"Nanti dimakan ya. Itu semua makanan kesukaan kamu. Tadi aku udah nanya ke dokter, katanya gak papa kalo kamu mau makan makanan kaya gini."

Meisya masih diam. Gadis itu justru memejamkan matanya pura-pura tidur. Namun ia mendengarkan semua yang Alan ucapkan.

"Sya..." Alan berusaha menarik satu tangan Meisya. Tapi gagal. Karena gadis itu menahan tangannya sendiri dengan begitu kuat.

"Maaf untuk semua." Alan bahkan tidak tahu harus mengucapkan kata maaf untuk kesalahan yang mana. Karena ia menyadari kesalahan yang ia perbuat kemarin sudah terlalu banyak.

Terdengar helaan napas panjang dari Alan. "Aku tau, aku brengsek. Aku mungkin gak pantes dapetin maaf dari kamu. Tapi aku berharap aku masih punya kesempatan buat memperbaiki semua. Sekecil apapun kesempatan itu. Semoga masih ada."

Setelah beberapa detik Meisya tidak kunjung memberi respon apapun. Dan gadis itu juga masih terlihat memejamkan mata pura-pura tidur. Alan memutuskan untuk keluar saja. Mungkin untuk saat ini Meisya memang benar-benar tidak mau bicaranya dengannya. Namun Alan tidak akan menyerah. Ia akan berjuang lebih keras lagi untuk mendapatkan maaf dari Meisya.

"Aku keluar dulu, ya. Kamu istirahat yang cukup. Makannya teratur. Jangan males minum obat. Biar kamu bisa cepet sembuh. Nanti sore aku balik lagi."

Hati Alan rasanya seperti diiris-iris saat melihat Meisya bersikap bodo amat dengan kehadirannya sekarang. Bahkan gadis itu sama sekali tidak mau menatapnya meski hanya untuk beberapa detik.

Alan berjalan keluar dari ruangan Meisya dengan perasaan sesak di sudut dadanya. Namun ia kembali teringat dengan nasihat Gala dan papanya. Bagaimanapun hasilnya, yang terpenting dirinya sudah mau berusaha.

"Lan, kamu kenapa?" Meca merasa iba melihat wajah Alan yang tampak begitu kusut. Seperti orang putus asa.

Alan tersenyum lalu menggeleng pelan. "Gak papa tante."

"Maafin ya, kalo Meisya..."

"Tante..." Alan menatap Meca serius. "Maafin Alan. Alan tau, Alan itu cowok brengsek. Maafin Alan pernah nyakitin hati Meisya dan salah paham ke Meisya." Alan menjeda ucapannya. Ia menarik napas dalam-dalam ketika dadanya merasa begitu sesak.

"Maafin Alan karena sempet percaya sama ucapan Angel kalo om Sadam dan Meisya itu adalah orang yang menjadi penyebab El meninggal. Maafin Alan."

Mendengar kata maaf yang berkali-kali diucapkan oleh Alan, Meca merasa tidak tega. Wanita itu melangkah maju untuk mengusap-usap punggung Alan. Namun cowok dihadapannya itu tetap menunduk dengan rasa bersalah yang besar.

"Ini semua bukan salah kamu sepenuhnya, Lan. Kamu kaya gitu karena terpengaruh sama ucapan Angel. Harusnya tante juga minta maaf sama kamu atas semua ulah Angel selama ini. Biar bagaimanapun, Angel itu menjadi tanggung jawab tante sama papinya Meisya. Jadi tante juga ikut merasa bersalah dengan semua perbuatan buruk Angel. Maaf, ya Lan."

Alan mengangguk pelan. Detik berikutnya Alan kembali membuka suara. "Maaf tan, Alan juga pernah nampar Meisya."

"Kapan?"

Alan dan Meca menoleh bersamaan. Itu adalah suara Sadam. Sadam tiba-tiba datang dengan tatapan tajamnya yang menghunus ke Alan.

Ayah mana yang terima jika putri kesayangannya ditampar oleh orang lain? Semarah-marahnya Sadam, Sadam tidak pernah main tangan pada Meisya.

Alan menatap Sadam dengan rasa bersalah. Tapi biar bagaimanapun, sebagai laki-laki ia harus berani bertanggung jawab atas apa yang sudah ia perbuat. "Maaf, om. Itu dulu waktu Meisya dan Angel berantem di sekolah. Waktu itu Alan gak terima karena Meisya mempermalukan Angel dengan membongkar aib kehamilan Angel. Alan emosi dan hilang kendali. Ma..."

Plak!!!

Sadam menampar Alan. Membuat Alan dan Meca sama terkejutnya. Pasalnya semua itu terjadi sangat tiba-tiba.

"Papi!" Meca menatap Sadam terkejut. Ia tidak menyangka Sadam akan menampar Alan.

Di detik berikutnya Sadam langsung menepuk-nepuk punggung Alan. Laki-laki paruh baya itu bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. "Maaf, om cuma pengen bales kamu biar impas. Om gak rela liat anak om satu-satunya kamu perlakukan seperti itu. Tapi om lebih gak rela lagi, liat Meisya sedih karena kepikiran soal kamu."

Alan tidak paham. Sadam yang tadinya menunjukkan ekspresi murka kini kenapa ekspresinya terlihat begitu santai. "Maksud om?"

Sadam menghela napas. Rupanya Alan belum cukup peka untuk memahami perkataannya. "Om tau kalian berdua itu masih saling menyimpan perasaan. Om bakal restuin kalian asal kamu janji gak bakal mengulang kesalahan yang sama untuk kedua kali. Satu kali melakukan kesalahan itu wajar. Tapi kalo diulang-ulang terus itu namanya ngelunjak."

Alan dan Meca sama-sama hanya diam. Sibuk dengan pemikiran mereka sendiri. Mungkin mereka masih tidak menyangka Sadam akan mengatakan semua ini. Tadinya mereka pikir, Sadam akan marah besar dan murka pada Alan. Tapi yang terjadi sekarang justru sebaliknya. Sadam tampak sangat bijak dalam menyikapi masalah ini.

Ternyata benar, ya. Yang membuat kita takut itu adalah pemikiran kita sendiri. Padahal apa yang ada di pikiran kita belum tentu terjadi.

"Perjuangin Meisya, buat dia luluh lagi sama kamu. Om tahu, bahagianya Meisya itu ada di kamu. Ya meskipun sekarang Meisya mungkin masih sakit hati sama kamu. Tapi om yakin itu cuma sementara," tambah Sadam.

Perlahan-lahan senyum di bibir Alan mengembang semakin lebar. "Makasih, om. Alan janji gak bakal mengulang kesalahan yang sama."

"Om pegang janji kamu. Kalo sampe kamu ingkar. Om bakal buat kamu kehilangan Meisya selamanya."

"Iya," angguk Alan. "Om bisa pegang janji Alan."

Sadam terkekeh lalu merangkul pundak Alan. Laki-laki itu kemudian membisikkan sesuatu ke telinga Alan. "Jangan sampe kalah cepet sama Andra. Karena kalo Andra yang menang. Om juga bakal restuin mereka."

Mendengar nama Andra disebut. Kedua tangan Alan langsung mengepal kuat. Ia tidak akan membiarkan Meisya jatuh kepelukan siapapun. Apa lagi Andra.

Kali ini keyakinan Alan untuk memperjuangkan Meisya bertambah semakin besar. Ia tidak akan ragu-ragu lagi seperti kemarin. Tekadnya sudah bulat. Alan akan melakukan apapun agar Meisya kembali menjadi miliknya. Apapun itu, semua akan Alan lakukan demi Meisya.

"Tadi mami kira papi bakal marah-marah sama Alan?" Meca menatap Sadam penasaran setelah Alan pamit pergi.

Sadam tersenyum pada istrinya. "Papi memang marah sama Alan. Papi gak suka Meisya dikasarin. Tapi karena papi tahu gimana situasi mereka waktu itu. Jadi papi masih bisa maafin. Lagian ini kesalahan Alan yang pertama. Kalo sampe terjadi lagi. Baru, papi gak akan maafin Alan."

"Semua orang berhak mendapatkan kesempatan kedua, kan?" Meca mengangguk setuju. Semua orang memang berhak mendapatkan kesempatan kedua. Termasuk Alan. "Kalo Meisya aja bisa maafin papi. Papi juga harus bisa maafin Alan. Papi tau Alan itu kebahagian Meisya."

Sadam menghela napas panjang. Rasanya sedikit sesak mengingat perlakuan buruknya ke Meisya kemarin. "Papi cuma pengen lebih bijak, mi. Papi gak mau salah ambil tindakan lagi kaya kemarin."

Meca tersenyum bahagia mendengar ucapan suaminya. Ia berharap semoga untuk ke depannya semua akan lebih baik. Semoga keluarganya akan tetap baik-baik saja, sama seperti sekarang.

*****

Berulang kali Meisya menghela napas. Ia merasa bersalah melihat keadaan Erlang sekarang. Cowok yang biasanya tidak bisa diam dan banyak tingkah. Kini hanya terbaring lemah dengan keadaan tidak sadarkan diri. Berbagai alat medis juga menempel di badannya. Entahlah Meisya tidak tahu alat apa saja itu.

"Harusnya gue yang ada di posisi lo, Lang. Seandainya waktu itu lo gak nyuruh gue pake helm milik lo."

Meisya menatap Erlang dengan mata berkaca-kaca. Setiap saat rasa bersalah itu selalu muncul dan menghantui dirinya. "Maafin gue, ya. Cepet sadar. Banyak orang yang nungguin lo di sini. Banyak orang yang berharap lo kembali sehat."

Mengingat ia tidak boleh berada terlalu lama di dalam ruangan Erlang. Meisya segera menggerakkan kursi rodanya menuju pintu keluar. Namun saat pintu berhasil ia buka, bukan kehadiran maminya yang ia temukan. Melainkan sosok lain.

"Aku bantu, ya?" tawarnya hendak menyentuh kursi roda Meisya. Sayangnya dengan cepat gadis itu memalingkan muka lalu mendorong kursi rodanya sendiri.

"Gak usah. Gue bisa sendiri," jawab Meisya ketus.

Alan, cowok itu tidak menyerah begitu saja. Ia tetap mengejar Meisya dan berusaha mengambil alih laju kursi roda yang Meisya duduki.

"Tadi mami kamu nitip kamu ke aku, Sya. Ayo aku anterin sampe ruangan kamu."

Meisya menoleh ke belakang. Detik itu juga matanya menyorot Alan dengan tatapan dingin. "Lo gak budek kan? Gue bisa sendiri," tegas Meisya.

Dengan sekuat tenaga akhirnya Meisya mendorong kursi rodanya. Tidak lama kemudian ia menemukan sosok yang ia kenal.

"Andra!!" panggil Meisya.

Meisya mendesah kecewa. Tadinya Andra memang sempat menoleh tapi itu hanya berlaku untuk sepersekian detik saja. Karena setelah itu Andra terlihat menghindar dan buru-buru pergi.

"Ck. Kok malah pergi," gerutu Meisya heran. Tidak biasanya Andra seperti itu. Padahal kemarin-kemarin Andra selalu mengejar-ngejar dirinya. Aneh, kenapa sekarang justru menghindar.

Ah, Meisya ingat ucapan Andra waktu itu.

"Oke, gue gak bakal maksa lo lagi. Tapi izinin gue bantu lo buat bongkar kebusukan sodara dan sahabat lo. Setelah itu gue bakal pergi dan gak ganggu lo lagi."

Meisya tersenyum kecut. Mungkin Andra benar-benar ingin menepati janjinya. Tidak akan mengganggu Meisya lagi setelah semua terbongkar.

"Makanya aku aja yang bantuin. Udah jelas-jelas Andra gak mau bantuin kamu. Masih aja berharap."

Meisya menoleh. "Lo juga! Udah jelas-jelas gue gak mau dibantu sama lo! Masih aja ngeyel!" semprot Meisya membuat Alan terdiam seketika.

Benar juga.

"Tapi aku mau bantu kamu."

"Tapi gue gak mau!"

"Kenapa?" tanya Alan santai. Dan hal itu tentu saja membuat Meisya geram. Sudah jelas-jelas cowok itu banyak salah ke Meisya. Masih sempat-sempatnya bertanya kenapa Meisya tidak mau dibantu.

"Pikir aja sendiri!" Meisya kembali mendorong kursi rodanya. Meninggalkan Alan yang masih belum berkutik beberapa langkah di belakang.

"Ahhhh!!!" teriak Meisya tidak lama kemudian. "Sialan!" desis Meisya saat sikunya terbentur lantai.

Sangat memalukan. Niat menjauh dari Alan. Malah kursi rodanya terjungkal ke depan dengan keadaan yang sangat tidak estetik. Ini memang salahnya. Harusnya tadi ia tidak usah mendorong kursi rodanya dengan gerakan yang terlalu cepat.

"Ck, kenapa pake jatoh segala sih!" decak Meisya berusaha berdiri. Namun tetap tidak bisa. "Mana sepi gak ada orang lewat. Ya kali gue minta bantuin demit. Ogah."

"Ngapain lo di sini?!" galak Meisya melihat Alan sudah berdiri tepat di depannya dengan ekspresi yang menurut Meisya sangat menyebalkan.

"Berdiri."

"Gue juga tau kalo sekarang lo berdiri. Bukan kayang. Apalagi roll depan."

"Berdiri, aku bantu." Alan mengulurkan tangannya ke hadapan Meisya. Namun tak kunjung direspon oleh gadis di depannya itu. Karena gemas, tanpa basa-basi. Alan langsung meraih punggung dan kaki Meisya.

"Apa-apaan sih?! Turunin gue!!!" berontak Meisya.

Percuma, sepertinya Alan memang sengaja menulikan pendengarannya. Cowok itu tetap mengendong Meisya ala bridal style menuju ke ruangan Meisya dengan langkah santai. Tapi tidak dengan jantungnya.

Kedua jantung mereka saling berdegup kencang saat tatapan mereka beradu untuk beberapa detik.

"Turunin apa gue teriak?!" ancam Meisya dengan mata melotot sok galak. Tapi justru terkesan imut di mata Alan.

"Kalo kamu teriak yang malu kamu bukan aku," jawab Alan enteng.

Setelah Meisya pikir. Benar juga. Kalau dirinya teriak tidak jelas. Pasti dirinya sendiri yang akan malu. Oke, untuk sekarang Meisya menganggap diam dan tetap berada di dalam gendongan Alan adalah pilihan yang tepat.

"Ngapain lo liat gue terus?" Meisya menyadari sejak tadi Alan tidak mengalihkan tatapannya ke arah lain sedikitpun. Alan seolah fokus menatap dirinya. Bahkan tanpa berkedip.

"Gak papa."

"Halah. Bilang aja lo mau caper ke gue! Iya kan?! Gak mempan!" Meisya mengalihkan tatapan matanya ke arah lain dengan ekspresi songong. Namun diam-diam ia mulai menyadari sesuatu hal yang aneh. Alan, cowok itu sepertinya sedang menahan tawa.

"Gak usah ketawa! Gue mau lo gendong kaya gini juga terpaksa! Jadi gak usah GR!"

Setelah sampai di ruangan Meisya. Alan merebahkan tubuh Meisya di atas brankar dengan sangat hati-hati. Tapi yang membuat Meisya tidak bisa berkutik. Kenapa Alan tidak kunjung menjauhkan dirinya. Dengan sengaja cowok itu malah semakin mendekatkan tubuhnya.

Jika dulu, ia akan senang dengan posisi seperti ini. Berbeda halnya dengan saat ini, Meisya justru merasa jengkel jika menatap wajah Alan dari dekat. Ia masih mengingat dengan jelas bagaimana dulu Alan menghina dan merendahkan dirinya di hadapan banyak orang. Itu benar-benar menyakitkan.

"Ngapain lo? Awas aja lo mau macem-macemin gue?!" todong Meisya.

Alan semakin mendekat. Membuat Meisya lebih was-was dari sebelumnya. Masalahnya di ruangan tertutup ini hanya ada Alan dan dirinya saja. Kalau sampai Alan nekad melakukan hal yang iya-iya, kan Meisya juga yang untung. Eh, astagfirullah.

"Eh lo mau nga..."

"Ingus kamu belepotan." Alan mengelap hidung Meisya menggunakan tisu yang ia ambil di atas nakas sebelah brankar.

Speechless. Meisya tidak tahu harus mengatakan apa lagi. Ini benar-benar memalukan. Pikirannya sudah melayang jauh kemana-kemana. Ternyata sejak tadi Alan menahan tawa karena melihat cairan bening di hidung Meisya yang sudah mengalir ke mana-mana.

"Kaya anak kecil. Ingus aja sampe belepotan. Gemesin tau gak," kekeh Alan membuang tisu di tempat sampah. Alan benar-benar membersihkan ingus Meisya dengan telaten tanpa rasa jijik.

*****

Gimana chap ini?

Nilai untuk chap ini dari angka 1 sampai 10?

Seneng gak kalo Alan jadi sadboy?

Spoiler next chap bakal aku infoin di instagram aku yaa!

Lanjut?

Pesan buat Alan?

Pesan buat Meisya?

Pesan buat Erlang?

Atau buat siapa aja, buat author juga boleh :

Mau up kapan? Spam disini!!! Semakin banyak yg komen dan vote semakin cpt juga up nya.

Spam komen pake emoji ❤ :

Jangan lupa follow instagram :

@tamarabiliskii
@drax_offc
@draxfanbase
@draxfanbase2

@alan.aileen
@meisyanata_
@galaarsenio
@ilhamgumilar1
@akbar_azzaidan
@sarahadeeva
@erlangaileen

See yoouu 🤍💙

Alan Aileen

Meisya Nata Wijaya


Andra Kelvano

Eliora Angela Wijaya

Sarah Adeeva

Kenan

Erlang Aileen

Aksa Aileen

Gala Arsenio Abraham

Ilham Gumilar

Akbar Azzaidan

Serina Kalila (Riri)

Continue Reading

You'll Also Like

3.4M 416K 60
#1 in Indonesia (25 Juni 2021) #2 dingin (21 November 2021) #2 teenfiction (12 Maret 2024) Di awal part emang garing. Tapi lanjut aja, pasti bakal su...
1.9M 12.5K 149
✨ [SELESAI] ✨ Rekomendasi ini udah selesai ya, jadi kalian bisa lanjut ke rekomendasi cerita wattpad ke 2. Berisi berbagai rekomendasi cerita wattpad...
778K 65.5K 49
"π™³πš’πšŠ πš’πšŠπš—πš πšπš’πšπšŠπš” πšπšŽπš›πšŒπš’πš™πšπšŠ πšžπš—πšπšžπš”πš–πšž. π™ΌπšŠπš”πšŠ πšπš’πšŠ πšŠπš”πšŠπš— πš™πšŽπš›πšπš’ πš‹πšŽπš›πš•πšŠπš•πšž."-π™°πšŠπš›πšŠπšŸ'𝚜 Aarav Denta Karanva...
51K 4.2K 38
Jika diibaratkan 4 musim, Milo berada dimusim yang mana? "Aku tak bisa memilih. Karena, Milo bisa aja berada di 4 musim tersebut. Sifat hangat bagai...