ALAN [END]

By tamarabiliskii

9.3M 1.1M 546K

Meluluhkan cowok cuek? Dingin? Yang banyak fans? PART MASIH LENGKAP | TERSEDIA DI TBO & GRAMEDIA Spin Off My... More

Prolog
1. Awal
2. Alan Modus?
3. Menyatakan Perasaan
4. Pertengkaran
5. Meisya Penting?
6. Drama Pagi Hari
7. Berangkat Bareng
8. Kesurupan
9. Cemburu?
10. Hamilin Anak Orang
11. Makan Bersama
12. Janda
13. Weekend
14. Gara-Gara Kinder Joy
15. Penolakan
16. Penting?
17. Khawatir (?)
18. Rumah Sakit
19. Sebenarnya
20. Ternyata Dia
21. Fakta
22. Sedikit Rasa Cemburu
23. PMS
24. Rencana Makan Malam
25. Pertemuan Tak Disengaja
26. Kejujuran
27. Dihukum Pak Surya
28. Keputusan Yang Menyakitkan
29. Antara Alan & Kenan
30. Mulai Dekat
31. Salah Paham
32. Demi Meisya
33. Weekend Di Rumah Alan
34. Flashback
35. Ingkar Janji
36. Bertemu Lagi
37. Isi Hati Alan
38. Pulang
39. Angel Menyebalkan
40. Kebohongan
41. Gila?
42. Permintaan Maaf Alan
43. Kabar Buruk
44. Permintaan Angel
45. Ulah Erlang
46. Rahasia Alan & Angel
47. Meisya vs Selena
48. Pernyataan Angel
Chat Alan & Meisya
49. Fakta Baru
50. Salah Paham
51. Sisi Lain Alan
52. Setelah Putus
53. Terungkap
54. Terlibat
55. Salah Sasaran
OPEN MEMBER GC
56. Salah Siapa?
57. Pembawa Sial
58. Kebimbangan Alan
59. Sindiran Meisya
61. Benar atau Salah?
62. Sisi Baik Andra
63. Terbongkar
64. Maaf Untuk Semua
65. Perjuangan Alan
66. Maaf, Sya.
67. Menyerah?
68. Akhir
69. Benar-Benar Berakhir
VOTE COVER NOVEL ALAN
SPECIAL CHAPTER + INFO PRE ORDER
PRE ORDER ALAN
INFO
SPECIAL CHAPTER ALANMEISYA

60. Tentang El

100K 14.7K 11.3K
By tamarabiliskii

Nungguin ya?


Gatau mo ngomong apa lagi pusing. Maap kalo banyak typo soalnya aku gak baca ulang. Nulis chap ini udah agak lama.

Janlup komen yang banyak. Semoga nanti ALAN bisa nyampe 2M sebelum end yaa. Aamiinin yok!

Budayakan vote sebelum membaca, biar nanti ngga lupa karena keasyikan baca <3

________________________________


"Lo tau gak cara balas dendam terbaik ke mantan itu gimana?"

Meisya tampak berpikir sejenak mendengar pertanyaan dari Sarah. "Pacarin bapaknya?" ceplos Meisya asal.

"Ck, ngawur banget lo. Emang lo mau pacaran sama bokap nya kak Alan?"

"Gak papa, kalo gue jadi emak tirinya sialan kan gue bisa siksa dia." Meisya mengedikkan bahu tampak tidak peduli. Sepertinya rencananya boleh juga.

"Gila!" decak Sarah. "Gue serius nih, Sya!"

Meisya menatap Sarah jengah. Padahal hari ini ia sedang tidak mood membahas apapun yang berkaitan dengan mantan brengseknya itu. Namun Sarah justru membahasnya terus-terusan. Kalau seperti ini, bagaimana Meisya bisa move on sepenuhnya?

"Terus gimana? Pacarin sahabatnya gitu?" tanya Meisya malas. "Siapa yang mau gue pacarin? Kak Gala? Dia udah cinta mati sama kak Riri. Kak Ilham? Dia udah bucin banget sama kak Nenda. Kak Akbar? Dia kan punya..."

Sarah melotot. "Jangan bilang punya gue!"

Meisya terkekeh geli. Sebuah ide untuk menjahili Sarah pun muncul di benaknya. "Dih, pd banget lo. Orang gue mau bilang kak Akbar punya kak Choline. Kemaren dia pulang boncengin kak Choline kan?"

"Gue gak tau dan gue gak mau tau!" sewot Sarah. Kenapa pembahasannya jadi ke Akbar sih. Sarah kan jadi salto. Eh salting.

"Hm, gak mau tau, ya?" angguk Meisya dengan ekspresi yang terlihat sangat menjengkelkan di mata Sarah. "Tapi pas kemaren liat mereka, mata lo berkaca-kaca. Jangan-jangan lo langsung nangis bombay pas nyampe rumah? Ngaku lo?!" desak Meisya.

"Enggak!" bantah Sarah galak. "Ngapain gue nangisin buaya. Stroberi mangga apel! Sorry gak level!"

Meisya tertawa keras melihat Sarah yang mengibaskan rambutnya dengan ekspresi bergidik jijik. Niatnya menggoda Sarah ternyata berhasil. Sarah semakin panas mengingat kejadian kemarin saat Akbar pulang bersama Choline. "Iya-iya, serah lo dah. Terus gue harus gimana nih sekarang? Rencana pacarin om Anton jadi gak?"

"Bisa-bisa ditebas pala lo sama nyokap nya kak Alan. Gue ada ide nih." Sarah memberikan isyarat agar Meisya mendekat ke arahnya.

Setelah Meisya mendekat. Sarah membisikkan sesuatu ke telinga Meisya. Sontak hal itu membuat Meisya terpekik kaget.

"HAH?!"

"Ck, lebay banget pake nada kaget." Untungnya kelas sepi karena sekarang waktunya jam istirahat, jadi tidak ada yang terganggu dengan suara cempreng Meisya barusan.

Meisya nyengir tak berdosa. "Gue gak denger apa yang lo bilang, Sar."

"Lah kan gue belom ngomong anjrit," balas Sarah membuat Meisya mengumpat.

"Kampret lo!" kesal Meisya. "Dah ah ngomong aja. Gak usah bisik-bisik gitu."

Sarah mendengus kasar. Tatapan matanya menatap Meisya serius. "Cara balas dendam terbaik ke mantan adalah....pacarin musuhnya."

*****

"Lo gak pesen makan?"

Alan menanggapi pertanyaan Gala hanya dengan gelengan pelan. Sejak tadi cowok itu fokus ke layar ponselnya. Entah benar-benar sibuk atau hanya berpura-pura sibuk. Sementara ketiga temannya yang lain sudah dihadapkan dengan berbagai makanan yang tadi mereka pesan.

"Makan, Lan. Putus cinta juga butuh tenaga," kata Akbar sok menasehati. Namun sayangnya Alan terlihat tidak peduli sama sekali.

"Galau karena putus cinta?" oceh Ilham tiba-tiba. "Sial. Dia belom tau rasanya punya adek yang cita-citanya jadi ustadz biar bisa ngeruqyah gue."

"Dah lah capek gue, dibilang ketempelan setan mulu sama adek gue," dengus Ilham meminum es jeruk di depannya.

Akbar di samping Ilham tertawa ngakak. "Kalo kata gue lo mah bukan ketempelan setan, Ham. Tapi emang lo setannya hahahaha..."

"Kampret!"

"Permisi kak."

Seorang gadis berwajah polos dan berkacama tebal menghampiri meja Alan dan teman-temannya. Membuat suasana yang tadinya ramai dengan gelak tawa Ilham, Akbar dan Gala mendadak menjadi hening.

Dilihat dari penampilannya sepertinya dia adalah anak kelas sepuluh.

"Iya, kenapa cantik?" tanya Ilham genit yang langsung mendapat toyoran dari Akbar.

"Inget Nenda!"

"Ini, aku mau ngasih ini buat kak Alan." Gadis itu menyodorkan selembar kertas yang entah ada tulisan apa di dalamnya.

Alan menatap gadis itu dengan wajah datar. "Dari siapa?"

Gadis itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia juga tidak tahu nama cowok yang memberinya kertas itu. Yang jelas, tadi tiba-tiba ada cowok dengan seragam sekolah asing yang menyuruhnya memberikan kertas itu pada Alan. Karena takut, gadis itu menurut dan cowok yang menyuruhnya langsung pergi begitu saja. Sebelum ia menanyakan siapa nama cowok itu.

"Aku gak tau namanya, kak. Tadi dia pake seragam SMA juga tapi bukan seragam SMA Cakrawala."

"Gimana ciri-cirinya?" Kali ini Gala yang bertanya.

"Em, dia tinggi, putih, tapi dia diem aja. Gak bilang namanya siapa. Cuma nyuruh aku buat ngasih ini ke kak Alan."

Alan menerima kertas yang gadis itu ulurkan. "Lo bisa pergi," ucapnya dingin. Membuat gadis yang berdiri di hadapan Alan dengan rasa takut itu langsung pergi begitu saja.

"Tinggi, putih, diem doang. Fix dia sejenis bihun, Lan!" ucap Ilham ngawur.

Akbar menyahuti Ilham sembari terkekeh pelan. "Kalo pendek, putih, pendiem, terus pinter masak. Fix itu magicom!"

"Hahahaha..."

"Kalo putih, cantik, seksi, gemesin, imut, lucu, bego, polos, suka bikin orang darah tinggi fix itu cewek gue," timpal Gala ikut tertawa.

"Dah lah gue jomblo diem."

"Kalo gue gak jomblo sih cuma single aja," kekeh Akbar. "Banyak banget yang mau sama gue, sampe mereka-mereka pada ngantri tapi sayang gue gak mau, gak tau kenapa soalnya gue cuma ngarang."

Ilham berdecak. "Bego! Udah serius juga!"

Akbar tertawa puas melihat ekspresi kesal Ilham. "Santai napa Ham. Muka lo makin mirip monyet kalo kaya gitu hahaha...."

Berbeda dengan ketiga temannya yang asyik tertawa dengan candaan yang tidak jelas. Alan, cowok itu justru meremas kuat kertas yang ia pegang dengan mata berapi-api penuh kemarahan. Entah apa yang terjadi. Yang jelas ekspresi Alan berubah menjadi lebih menyeramkan setelah membaca pesan yang ada di kertas itu. Sorot matanya tampak menajam dengan rahang mengeras.

Ilham menatap Alan horor. "Lan, lo ngapa dah? Gak kesurupan kan?" tanya Ilham memastikan.

Alan menatap Ilham dingin. Tanpa basa-basi Alan melemparkan kertas itu ke hadapan Ilham. Dengan sigap Ilham menangkapnya.

"Anjrot!" kaget Ilham setelah membaca tulisan yang ada di kertas itu.

"Apaan isinya?" kepo Gala yang diangguki oleh Akbar.

"Iya apaan sih, Ham? Gitu amat muka lo."

Ilham menyerahkan kertas itu pada Akbar dan Gala. Dua cowok yang sejak tadi penasaran itu langsung membacanya.

Kalo gue bisa buat sahabat lo hamil. Itu artinya gue juga bisa buat mantan lo hamil. Atau nyokap lo aja kali ya hahaha.

*****

"Sorry ya kak. Gue gak bisa nemuin lo di luar. Abisnya gue lagi dihukum gak boleh keluar rumah kecuali sekolah." Erlang menatap Meisya dengan rasa bersalah. Cowok itu kemudian mempersilahkan Meisya untuk duduk di sofa ruang tamu.

Tadinya Meisya memang berencana mengajak Erlang ketemu di kafe. Meisya ingin menanyakan banyak hal pada Erlang secara langsung. Berhubung Erlang tidak bisa keluar rumah sampai satu minggu ke depan. Terpaksa, Meisya datang ke rumah Erlang. Yang tidak lain rumah Alan juga.

"Lo buat ulah apa lagi sampe dihukum gak boleh keluar rumah, Lang?"

Erlang menjawab santai. "Jadi gue itu sering dibilang pemalas dan gak suka bersih-bersih sama mama. Akhirnya gue berinisiatif buat bersih-bersih. Gue bersihin tuh taman belakang. Semua tanaman dan bunga-bunganya gue cabut, gue tebang terus gue bakar sampe habis. Tapi mereka malah marah-marah."

Meisya menggeleng heran. "Ya iyalah marah. Gila lo, sewa jasa orang buat desain taman itu gak murah, Lang. Malah lo hancurin."

"Ya kan biar bersih. Liat noh sekarang taman belakang gue udah gundul kaya lapangan." Erlang tertawa seperti tanpa dosa.

"Ck, gue kalo punya anak kaya lo juga bakal gue karungin. Gue hanyutin ke laut. Biar musnah."

Erlang tidak mempermasalahkan ucapan Meisya. Tidak sakit hati sama sekali. Cowok itu justru semakin tertawa ngakak.

"Tenang aja kak, bang Al belom pulang kok. Pasti pulangnya malem," ujar Erlang tiba-tiba saat tidak sengaja menangkap kegelisahan yang terpancar dari sorot mata Meisya.

Gadis itu memang takut Alan pulang lebih cepat lalu memergokinya yang kini tengah mengobrol dengan Erlang di rumahnya. Bukannya apa, Meisya hanya tidak mau bertemu dengan manusia seperti Alan untuk saat ini atau mungkin untuk...seterusnya?

"Kak Meisya mau minum apa?" tanya Erlang sok ramah.

"Emang lo mau bikinin minuman buat gue?" tanya Meisya dengan satu alis terangkat. Pasalnya Meisya sudah hafal bagaimana kelakuan Erlang. Tidak mungkin cowok di hadapannya ini berubah menjadi cowok baik mendadak.

Erlang nyengir. "Enggak sih, basa-basi doang. Kalo mau beneran ya buat sendiri. Di rumah lagi gak ada orang soalnya. Gue sendirian."

"Aksa?"

"Dia ikut mama sama papa gak tau ke mana."

"Gue to the point aja ya, Lang?"

''Pacaran dulu kali kak, masak mau langsung nikah. Gue masih SMP nih. Lo mau jadiin gue sugar baby, ya?" kekeh Erlang dengan tatapan jahil.

Meisya memutar bola matanya malas. "Serius nih gue. Becanda mulu."

"Biar bang Al aja yang seriusin lo hahaha...nanti gue ditampol."

"Lagian lo gak pantes jadi sugar baby, Lang. Pantes nya jadi sugar babi," ledek Meisya.

"Tega amat lo kak. Ganteng gini jadi sugar babi. Mending jadi babi ngepet. Bisa dapet uang buat halalin lo. Ya gak?" goda Erlang menaik-turunkan sebelah alisnya

Meisya mendengus lelah. Menghadapi adik mantannya yang menjelma menjadi buaya darat ini memang harus ekstra sabar.

"Serius Lang. Gak nanya-nanya nih gue kalo lo ngegembel mulu."

"Iya-iya. Ayo nanya apaan?"

Meisya menatap Erlang serius. "Lo tau El kan?"

"Elramdan adiknya bang Ilham? Yang cita-citanya jadi ustadz biar bisa ngeruqyah bang Ilham dan yang alim nya mirip gue itu kan kak yang lo maksud?"

"Bukan Elramdan adiknya Ilham, Lang. Tapi El yang entah siapanya abang lo gue gak paham."

Erlang terdiam untuk beberapa saat. Kali ini cowok itu menatap Meisya serius. "Kak El?"

"Iya," angguk Meisya. "Dia...siapanya Alan?" Sebenarnya Meisya tidak enak menanyakan hal ini pada Erlang. Tapi Meisya tidak punya pilihan lain. Satu-satunya orang yang bisa ia tanya mengenai hal ini ya hanya Erlang.

Melihat keterdiaman Erlang dan ekspresi wajah Erlang yang berubah drastis. Meisya jadi serba salah. Gadis itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Aduh, maaf Lang bukannya gue lancang tapi gue cuma pengen tau..."

"Kak El itu kak Ellen, saudara kembarnya bang Al, kakak kandung gue juga. Tapi dia udah meninggal," jelas Erlang singkat.

Meisya menutup mulutnya kaget. Kemudian bertanya dengan ekspresi wajah yang sudah berhasil ia normalkan. "Saudara kembar?"

Erlang menghembuskan napas pelan. Tatapannya menerawang jauh ke depan. Entah apa yang ada di dalam pikiran cowok itu sekarang. Erlang terlihat lebih serius dari biasanya. "Iya, kak El meninggal delapan tahun yang lalu saat umurnya masih sepuluh tahun. Waktu itu gue masih umur enam apa tujuh tahun gitu jadi gak terlalu inget kejadiannya."

Meisya bengong. Jadi Alan benar-benar punya saudara kembar? El itu saudara kembarnya Alan? El yang selama ini ia pikirkan dengan berbagai macam dugaan itu ternyata masih mempunyai hubungan darah dengan Alan?

Ah, kenapa Meisya jadi merasa bodoh sekali karena nyatanya ia tidak pernah tahu tentang Alan yang sebenarnya.

Membicarakan soal El, Meisya jadi teringat dengan memori masa kecilnya saat ia mengajak Angel pindah sekolah.

"Angel, kenapa ngga mau pindah sekolah?" tanya Kenan bingung.

Meisya menyahut. "Iya, di sekolah aku sama Kenan bagus loh ada kolam renangnya. Banyak ayunannya juga. Di sekolah kamu ada ngga?"

Angel menggeleng lalu tersenyum lebar. "Ngga ada kolam renang, tapi di sekolah, aku punya temen namanya Al sama El. Mereka temen aku juga sama kaya kalian. Mereka baik. Kalo pindah sekolah nanti aku ngga bisa main sama mereka. Aku ngga mau."

"Tapi kita juga baik!" Meisya berkacak pinggang dengan wajah cemberut.

"Iya kalian juga baik, tapi aku ngga mau pindah sekolah," ujar Angel kekeuh.

"Kak!" Erlang menepuk pundak Meisya. Membuat gadis itu tersadar dari lamunannya. "Lo gak papa?"

Meisya menggeleng cepat. "Gue gak papa."

"Bang Al gak pernah cerita soal kak El?" tanya Erlang.

Lagi-lagi Meisya menggeleng. Yang jadi beban pikirannya saat ini adalah apa yang Alan maksud saat itu ia kehilangan orang yang ia sayang karena Meisya adalah kehilangan El?

Tunggu, tunggu. Tapi apa hubungannya El dengan Meisya? Bahkan sampai detik ini Meisya tidak tahu dan tidak mengenal bagaimana sosok El.

"Em, Lang. Maaf ya sebelumnya. Kalo gue boleh tau, El meninggal karena apa?"

"Kecelakaan," jawab Erlang. "Tapi gue gak tau gimana detailnya. Yang gue tau kak El meninggal karena kecelakaan."

Erlang memerhatikan Meisya yang tampak terdiam. Gadis itu seperti sedang memikirkan sesuatu. "Kenapa lo tiba-tiba nanya soal kak El? Jangan bilang lo putus dari bang Al, karena hal ini menjadi salah satu penyebabnya?"

Meisya sedikit merasa bersalah. Karena selama ini ia berpikir kalau El hanyalah teman Alan semasa kecil yang menjadi cinta pertama Alan. Meisya juga menyesal sempat merasa cemburu dan jengkel saat Alan mengatakan kalau El adalah perempuan yang Alan sayang setelah mamanya.

"Gue kira El itu cinta pertamanya Alan yang gak bisa Alan lupain."

Erlang terkekeh pelan mendengar pengakuan polos Meisya. "Jangan-jangan lo mikir gitu gara-gara liat ada fotonya kak El sama bang Al waktu kecil di dompet bang Al, ya?" tebak Erlang dan sialnya memang benar. Meisya selalu merasa cemburu saat mengingat foto itu.

"Itu fotonya kak El, kak. Bang Al itu sayang banget sama kak El. Kehilangan kak El bener-bener ngebuat bang Al terpukul. Berbulan-bulan bang Al gak punya semangat hidup, kerjaannya cuma ngamuk dan nyalahin diri sendiri karena menganggap dia gak bisa jaga kak El dengan baik."

Meisya mendengarkan penjelasan dari Erlang dengan saksama. Sedikit heran juga karena saat ini Erlang bisa bicara panjang lebar dengan serius. Tidak pecicilan seperti kebiasaannya.

"Bang Al jadi pendiem dan tertutup kaya sekarang juga gara-gara masalah itu. Dulu, bang Al waktu kecil sama kaya gue, sama kaya Aksa, suka jahil, iseng pokonya gak kaya sekarang. Tapi setelah kehilangan kak El, bang Al berubah total."

"Sampe dulu bang Al dibawa ke psikolog. Karena dia gak mau ngapa-ngapain, gak mau makan, gak mau ngomong, gak mau keluar kamar, gak mau sekolah, gak mau ketemu sama orang-orang. Cuma mama yang boleh masuk ke kamarnya."

"Gue pernah denger psikolog yang nanganin bang Al bilang. Bang Al berubah jadi sosok pendiem dan tertutup karena dia mengalami trauma. Dia gak mau terlalu nunjukin rasa sayangnya ke orang lain, karena dia takut sama yang namanya kehilangan."

"Dari situ, kita semua memaklumi sikap bang Al yang kaya sekarang. Mama sama papa gak pernah nuntut apa-apa ke bang Al. Liat bang Al udah bisa ngejalani hidup kaya sekarang aja udah buat kita semua seneng. Gue tau bang Al itu sayang banget ke keluarga, ke mama, ke papa, ke Aksa, ke gue. Cuma dia emang gak pernah nunjukin itu semua secara terang-terangan."

"Bang Al gak pernah marah. Dia susah buat ngungkapin perasaannya pake ekspresi. Tapi sekalinya marah, meledaknya gak tanggung-tanggung."

"Pas mama sama papa tau kalo bang Al punya pacar. Mereka seneng banget. Karena sejak kenal sama kak Meisya bang Al lebih kelihatan bahagia dan sedikit terbuka. Intinya gak sedatar dulu. Itu sih yang gue liat."

Meisya terdiam cukup lama. Ia tidak menyangka Alan mempunyai kisah masa lalu sepahit itu. "Em, Lang, kata lo kan El meninggal karena kecelakaan tapi kenapa Alan merasa bersalah?"

"Waktu itu, mama, papa sama gue lagi gak di rumah. Aksa belum lahir. Terus kak El minta temenin bang Al buat pergi jalan-jalan ke pasar malem. Bang Al gak mau, akhirnya kak El pergi sendiri naik taksi. Nah, di tengah perjalanan taksinya tabrakan sama mobil dan truk. Makanya bang Al merasa bersalah dan nyesel banget."

Meisya mengangguk-anggukan kepala. Ia paham sekarang kenapa Alan waktu itu begitu emosi saat dirinya membahas mengenai El. Itu semua karena Alan memiliki luka lama yang bahkan tidak bisa sembuh sampai sekarang.

"Nah kalo orang-orang bingung kenapa nama gue huruf awalnya E sendiri sementara semua anggota keluarga gue A, itu salah. Faktanya yang namanya awalan huruf E bukan cuma gue doang tapi ada kak El. Kak Ellen."

"Gue kira lo anak pungut," kekeh Meisya membuat Erlang mendengus. Enak saja dibilang anak pungut. Padahal ia jelas-jelas mewarisi ketampanan dan keseksian papanya, Anton.

"Ck, sembarangan," decak Erlang. "Oh iya lo juga harus tahu kenapa bang Al care banget sama kak Angel, itu semua karena kak Angel sahabat baiknya kak El. Kak El sayang banget sama kak Angel, makanya sekarang bang Al kelihatan jaga kak Angel. Lo gak usah cemburu kak, gue yakin bang Al kaya gitu hanya demi ngejaga sahabatnya kak El. Gak lebih. Gue jamin."

Meisya tersenyum tipis. Entahlah, ia bisa percaya dengan ucapan Erlang yang satu ini atau tidak. Karena Meisya memang sudah terlanjur sakit hati dengan sikap Alan akhir-akhir ini.

"Lo gak punya niatan buat balikan sama bang Al?"

Meisya menggeleng. "Enggak untuk saat ini."

"Berarti ada kemungkinan iya di lain waktu?"

"Gak tau, Lang. Ribet amat lo ngurusin gue. Urusin tuh pacar-pacar lo. Masa gara-gara kemaren lo komen di postingan Instagram gue. Pacar-pacar gak jelas lo pada ngamuk ke gue."

Erlang tertawa keras. Memang kemarin Meisya sempat diserang pacar-pacar Erlang gara-gara komentar genit Erlang di postingan Instagram Meisya. "Hahaha...enak gak kak dikeroyok sama bini-bini gue?"

"Jamet semua pacar lo."

"Gak papa jamet yang penting bahagia. Daripada lo gak jamet tapi gak bahagia juga hahahaha..." Erlang menghentikan tawanya setelah puas membuat Meisya kesal. "Eh kok lo sedih sih? Gue bercanda kali, kak."

"Lang, emang bener ya kalo Alan mau pacaran sama gue cuma karena gue mirip sama El?"

Erlang melongo. "Hah? Siapa yang bilang?"

"Angel."

"Lo percaya?" Erlang kembali tertawa. Membuat Meisya jadi bingung sendiri. Dikit-dikit ketawa. Dikit-dikit ketawa. Jangan-jangan kesurupan.

Dengan wajah polosnya Meisya mengangguk. "Iya, gue percaya."

"Lo cantik-cantik tapi bego banget sih, kak. Mau aja diboongin sama kak Angel. Kak El itu gak mirip sama lo tapi mirip sama kak Riri."

"Hah? Kak Riri?"

"Iya, kak El itu sikapnya mirip sama kak Riri. Polos-polos gemesin gitu. Makanya bang Al baik banget sama kak Riri. Bang Al juga sering belain kak Riri kalo lagi dimarahin sama bang Gala. Karena bang Al gak tega liat kak Riri dibentak-bentak."

Meisya mengangguk paham. Akhirnya ia tahu kenapa waktu itu Alan terlihat begitu melindungi Riri.

"Tapi bang Al cuma anggep kak Riri sebagai adek aja. Bang Al gak pernah punya perasaan yang lebih ke kak Riri karena bang juga menghargai bang Gala sebagai pacar kak Riri," jelas Erlang.

"Makasih banyak deh, lo udah mau cerita sama gue soal masa lalunya..."

"Ngapain lo ada di rumah gue?!"

Sontak Erlang dan Meisya menolehkan kepalanya ke sumber suara dengan ekspresi terkejut.

"Ngapain lo ngajak dia ke sini?!" Tatapan mata tajam Alan fokus ke Erlang. Cowok itu terlihat tidak suka dengan kehadiran Meisya di rumahnya.

"Astagfirullah, brader nyebut dulu. Jangan marah-marah terus." Erlang berdiri di samping Alan. Mengusap-usap pundak cowok itu dengan gerakan pelan. Tapi tidak lama kemudian tangan Erlang langsung ditepis oleh Alan.

"Pergi lo!" Usir Alan menatap Meisya sengit.

"Bang!"

"Kenapa?! Lo gak tau dia siapa?" tanya Alan ketus. Cowok itu menunjuk Meisya dengan tatapan benci.

"Ya lo buta? Dia kan kak Meisya!" kesal Erlang tidak mau kalah. Pertanyaan abangnya itu memang benar-benar pertanyaan yang aneh. Sudah jelas cewek yang ada di hadapannya itu Meisya, masih saja bertanya.

"Dia itu cuma cewek murahan pembawa sial! Jangan bawa dia ke rumah ini!" tekan Alan melirik ke arah Meisya yang sekarang sudah berdiri. "Nanti kita kena sial!"

Erlang mengelus dadanya sendiri. Ya kalo ngelus dada orang kan bisa digebuk. "Ya Allah bang mulut lo lemes amat. Kak Meisya itu gak salah. Gue yang nyuruh dia ke sini."

"Dia itu cuma cewek mur..."

"Lo kenapa sih ngomong gitu ke kak Meisya bang?! Kak Meisya punya salah apa sama lo?!" Sela Erlang geram. Erlang menatap Alan penuh keheranan. Tidak habis pikir dimana otak abangnya itu sampai-sampai tega mengecap Meisya sedemikian buruknya.

Napas Alan memburu naik turun. Matanya memerah dengan sorot yang semakin menajam. Ia tidak memedulikan ucapan Erlang. "Dia itu penyebab El pergi, Lang! Dia itu gak pantes ada di sini! Harusnya dia yang mati bukan El!" teriak Alan emosi.

Deg!

Dada Meisya terasa nyeri mendengar ucapan Alan barusan. Apa salahnya? Sampai-sampai Alan menginginkan kematiannya? Bahkan Meisya sama sekali tidak tahu menahu mengenai kematian El. Kenapa dirinya yang disalahkan?

"Bang!" Erlang berusaha membuat Alan tenang namun cowok itu justru menghindar dan mendekat ke Meisya.

Jarak antara Alan dan Meisya saat ini benar-benar dekat. Meisya bisa merasakan aura mengerikan yang terpancar dari tatapan mata Alan.

"Pergi dari rumah gue sekarang!" tekan Alan menatap Meisya penuh kebencian.

Meisya tersenyum miris. Membalas ucapan Alan dengan nada tenang. Ia tidak boleh terlihat takut di hadapan cowok seperti Alan. "Lo gak perlu ngusir gue. Gue juga bakal pergi. Dan asal lo tau, gue kesini karena niat gue mau nemuin Erlang bukan lo. Jadi lo gak usah kepedean."

Setelah mengucapakan kalimat itu Meisya pergi dari hadapan Alan dengan langkah terburu-buru. Erlang tidak tinggal diam saja. Cowok itu mengejar Meisya untuk....

"Kak Meisya tunggu!"

"Kak!"

Meisya berhenti tepat setelah Erlang berhasil menghadang langkahnya. "Kenapa? Lo mau belain abang lo itu? Lo mau bilang ke gue kalo ucapan Alan gak usah dimasukin ke hati? Atau lo mau..."

"Bukan!" sela Erlang cepat. "Itu hape yang lo bawa hape gue. Lo kan gak bawa hape, kak."

Mampus! Meisya lupa kalau ponselnya masih disita oleh Sadam dan ia tidak sadar kalau ponsel yang ia bawa itu ponsel milik Erlang. Meisya tampak salah tingkah. Beberapa detik setelahnya gadis itu nyengir kuda dengan rasa malu yang berusaha ia tutupi. Meisya mengembalikan ponsel milik Erlang. "Aduh sorry, Lang. Tadi gue buru-buru jadi gak sadar kalo hape yang gue bawa ini hape lo. Gue juga lupa kalo hape gue masih disita sama bokap hehe..."

Memang sampai saat ini ponsel milik Meisya masih disita oleh papinya. Tadi saja untuk menghubungi Erlang, Meisya harus meminjam ponsel milik Sarah.

Erlang menggeleng heran. "Emosi boleh cantik. Tapi jangan jadi maling, oke?"

"Ck! Papi gue bisa beliin hape kaya punya lo selusin! Ngapain gue jadi maling!" decak Meisya kesal. "Gue kan gak sengaja!"

Erlang terkekeh dibuatnya. Ia tahu Meisya memang benar-benar tidak sengaja membawa ponsel miliknya. Lagi pula mana mungkin anak sultan seperti Meisya mencuri ponsel. Mustahil.

"Masa cantik-cantik mau jadi maling? Mending jadi masa depan gue. Mau gak?" goda Erlang.

*****

Kalian tim happy end atau sad end?

Kalo kalian udah baca MCG dan ngira Alan suka sama Riri. Itu adalah tebakan yg salah. Bukan suka tapi lebih ke care gitu.

Sebenernya di sini Alan itu gak salah sepenuhnya. Coba deh kalian lihat dari sisi Alan jgn cuma dari sisi Meisya aja. Kesalahan Alan itu cuma karena dia kehasut sama omongan Angel.

Lanjut?

Pesan buat Alan?

Pesan buat Meisya?

Pesan buat Angel?

Pesan buat Erlang mungkin?

Atau buat siapa aja, buat author juga boleh :

Mau up kapan? Spam disini!!! Semakin banyak yg komen dan vote semakin cpt juga up nya.

Spam komen pake emoji ❤ :

Jangan lupa follow instagram :

@tamarabiliskii
@drax_offc
@draxfanbase
@draxfanbase2

@alan.aileen
@meisyanata_
@galaarsenio
@ilhamgumilar1
@akbar_azzaidan
@sarahadeeva
@erlangaileen

See yoouu 🤍💙

Alan

Meisya



Sarah

Riri

Continue Reading

You'll Also Like

51K 4.2K 38
Jika diibaratkan 4 musim, Milo berada dimusim yang mana? "Aku tak bisa memilih. Karena, Milo bisa aja berada di 4 musim tersebut. Sifat hangat bagai...
1.9M 12.5K 149
✨ [SELESAI] ✨ Rekomendasi ini udah selesai ya, jadi kalian bisa lanjut ke rekomendasi cerita wattpad ke 2. Berisi berbagai rekomendasi cerita wattpad...
3.4M 416K 60
#1 in Indonesia (25 Juni 2021) #2 dingin (21 November 2021) #2 teenfiction (12 Maret 2024) Di awal part emang garing. Tapi lanjut aja, pasti bakal su...
8M 605K 46
FOLLOW SEBELUM MEMBACA BIAR GAK ADA PART YANG ERROR PAS BACA‼️ [ Genre : Humor-fiksiremaja ] Plagiat saja, jika otakmu sudah tidak bisa berpikir 🤭 D...