Cupu 43

2.1K 138 1
                                    

Tersenyumlah meski terasa berat
Hidup terlalu singkat jika
Hanya diratapi dengan kesedihan.

Samar-samar angkasa mendengar suara ricuh didalam rumahnya. Ia yang tengah dalam posisi tertidur itu membuka matanya cepat, lalu beranjak pergi dari kamarnya.

Cowok itu membelalakkan matanya,menggepalkan tangannya mencoba meredam emosi yang tengah memuncah. Bahkan, urat-urat leher cowok itu terlihat emosinya benar-benar tersulut.

Angkasa berlari sekuat mungkin, menuju kearea ruang tamunya yang tengah dilanda kekacauan. Ia menghampiri tante feni yang sudah tergeletak dilantai rumahnya. Dahi wanita paruh baya itu mengeluarkan darah, membuat cowok itu khawatir setengah mati.

"Ma-mama kenapa?." angkasa mengusap dahi tante feni, terpancar aura kekhawatiran diwajah tampan cowok itu.

Tante feni hanya diam, sepertinya wanita paruh baya itu masih syok atas apa yang terjadi beberapa menit yang lalu.

Tatapan angkasa menuju kearah sosok pria paruh baya, tatapannya begitu tajam seakan-akan siap menelan sang papa hidup-hidup.

"Apa yang papa lakuin?!." urat leher cowok itu menegang, ia benar-benar marah sekarang.

Sang papa membalas tatapan angkasa dengan kosong. Om riko hanya diam, sorot mata sendu terpancar diwajah tua papanya itu.

"Kamu nggak usah ikut campur tama!. Sana belajar!." balas om riko lirih.

Angkasa tersenyum miris, setenang itukah sang papa setelah melakukan hal ini kepada mamanya. "Papa!. Jawab aku!. Papa kenapa dorong mama?!." suara angkasa kembali meninggi, membuat om riko menatap putranya itu nyalang.

"Wanita itu terlalu merepotkan saya!." om riko menunjuk tante feni tajam.

"Jaga omongan papa!."

"Kamu yang harus jaga sikap."

"Dasar anak s-"

Bughh

Angkasa menegang, tatapan cowok itu kembali menajam. Tante feni yang mencoba melerai anak dan suaminya itu didorong oleh sang papa. Kepala wanita paruh baya itu terbentur kemeja, membuat ringisan pelan terdengar diseisi ruangan.

"Brengsek!."

Bughh

Angkasa memukul brutal sang papa. Emosi benar-benar sudah membutakannya hingga melupakan status seseorang yang ia pukul adalah papanya sendiri. Cowok itu benar-benar membenci seseorang yang telah menyakiti mamanya. Tak perduli siapapun orang itu.

"Angkasa!. Hentikan. Jangan lupa dia papa kamu nak!."

Tinjuan angkasa berhenti diudara, cowok itu mengusap rambutnya kasar menatap sang papa yang sudah terkulai dilantai rumahnya.

"Tolong papa jelasin sekarang juga!. Apa yang terjadi sama papa?!. Kenapa papa bersikap kayak gini?!." angkasa berucap lirih, membuat om riko menatap sang istri dan anaknya sendu.

Om riko berjalan tertatih kearah sang istri, tanpa sadar bulir bening meluncur bebas diwajah tuanya.

"Maafin papa ma." om riko memeluk tante feni erat, kedua orang tua cowok itu menangis dalam diam.

Angkasa mengadahkan wajahnya keatas, air mata sepertinya mendesak minta dikeluarkan. Pemandangan seperti ini benar-benar membuatnya kesal, dimana kedua orang tuanya menangis seperti ini.

"Maafin papa. Akhir-akhir ini papa benar-benar strees. Pekerjaan dikantor sangat kacau, masalah selalu datang tanpa henti. Dalam seminggu ini, udah banyak klien papa yang narik sahamnya tanpa alasan." om riko menatap sang istri dan angkasa bergantian.

"Dan tadi, papa udah ngalamin banyak kerugian. Tiga proyek yang papa tangani hancur begitu saja. Papa harus mengganti banyak biaya atas proyek itu. Sepertinya ada yang memanipulasi perusahaan papa. Apalagi, kakak kamu selalu menuntut minta jalan-jalan. Papa bingung nak." lanjut om riko.

Angkasa mengusap air matanya kasar, cowok itu menatap kedua orang tuanya yang tengah berpelukan dengan tangis yang deras. Hatinya tersayat melihat pemandangan seperti itu.

"Papa tenang aja. Angkasa bakalan cari siapa yang sudah hancurin perusahaan papa."

                                     🌿🌿🌿
Melodi menyatukan alisnya bingung saat menatap seorang cowok tampan disampingnya. Cowok itu fokus menatap sebuah bulan yang bersinar terang ditaman malam ini.

"Ada apa sa?." melodi mengusap pelan lengan angkasa, membuat cowok itu tersentak.

Angkasa tersenyum tipis, mengusap puncak kepala melodi gemas. "Gue heran mel. Setelah gue perhatiin, bulan nggak terlalu indah."

"Hah?,"

"Bagi gue, lo lebih indah dari bulan." lanjut angkasa.

Melodi terkekeh pelan. "Dasar gombal." cibirnya.

"Nggak gombal. Cuma kejujuran hati." sanggah angkasa.

"Iya-iya deh pak boss." cibir melodi.

"Keluarga gue lagi kacau. Ada yang memanipulasi kantor bokap." angkasa berucap menatap melodi lekat.

"Gue benci. Keluarga gue jadi berantakan karena itu. Gue bakalan cari orang itu." tutur angkasa.

Melodi diam, gadis itu menatap angkasa dengan tatapan yang sulit diartikan. Angkasa yang merasa aneh mengusap wajah melodi cepat, membuat gadis itu lagi-lagi berdecak kesal.

"Maaf."

Angkasa menyatukan alisnya bingung, ucapan melodi yang terkesan ambigu itu membuatnya penasaran setengah mati.

"Lo-"

"Sekarang gimana?." potong melodi cepat.

Angkasa menghela nafasnya kasar. "Udah mendingan, tapi bokap lagi dirawat karena strees. Nyokap gue juga ikutan dirawat, nyokap juga tertekan sama keadaan ini."

"Kenapa?."

Melodi menyatukan alisnya bingung. "Apanya yang kenapa?."

Angkasa memajukan wajahnya, membuat melodi refleks memundurkan wajahnya. Gadis itu menelan salivanya susah payah, wajahnya yang terlalu dekat dengan cowok itu membuatnya gugup setengah mati.

"Setiap gue lagi cerita masalah keluarga gue. Tatapan mata lo selalu beda." ujar angkasa.

Melodi memasang wajahnya datar, gadis itu mengusap setiap inci wajah angkasa. Cowok itu memejamkan matanya, menikmati usapan tangan dari gadisnya itu.
"Yuk, pulang."

Angkasa menatap nanar punggung melodi yang semakin menjauh. Cowok itu memasang wajah yang sulit diartikan. Ia menghela nafasnya panjang. Lalu berlari kecil menyusululi melodi yang semakin jauh dimakan jarak.

***
Vote dan commentnya
Please.

Follow my wattpad ya.

Biar semangat upnya
Hehehe:')

My Boyfriend Si Cupu [Completed]Where stories live. Discover now