Bukan Ambigu 32

277 35 12
                                    

Menjaga

Dunia terasa suram, mendung di saat terang, sepi di tengah keramaian, itu yang Siena rasakan beberapa hari ini. Betapa bodohnya Siena merasa sepi tanpa gangguan Raga, ternyata kata 'terbiasa' masih berlaku hingga kini. Dia merasa sepi tanpa gangguan Raga, sepi tanpa tingkah konyol cowok itu, Siena menjalani hidupnya seperti robot, hanya mengikuti perintah otak tanpa memahami apa yang dia lakukan.

Seperti hari ini, nilai ulangannya anjlok, dan dia baru saja keluar dari perpustakaan setelah berkeluh kesah dengan rak buku di perputakaan. Siena benar-benar tidak mengerti bisa sampai kehilangan banyak angka di ulangan kemarin, sehingga membuatnya harus belajar ekstra sekarang. Di saat yang lainnya sibuk makan, Siena membawa buku pelajaran dari perpustakaan untuk dibaca di kelas.

Apa Raga begitu berpengaruh untuknya? Kenapa nilai saja sampai anjlok, hanya karena sikap pemuda itu yang semakin tak acuh? Siena menghela napas panjang sambil terus berjalan menyusuri koridor. Langkahnya terhenti ketika sosok Raga berada di hadapanya, sekitar tujuh meter darinya.

Raga juga berhenti dan menatap Siena, mereka saling memandang dari jauh. Tatapan saling rindu tidak bisa dihindari, bagaimanapun mereka terbiasa bercengkrama, sekarang seolah ada benteng keegoisan, atau gengsi yang memuncaki perasaan mereka.

Boleh kalau aku rindu? Batin Siena masih menatap Raga.

Rindu bagaimana Raga mengerjainya, rindu bagaimana pemuda itu membuatnya emosi, rindu cara Raga membuatnya lupa akan permasalahannya. Rindu akan sikap manis Raga, rindu tatapan lembutnya, dan semua itu hanya kesalahan waktu yang tidak sengaja membuatnya nyaman.

Sakit jika aku merindukanmu. Batin Raga.

Sakit, karena rindu Raga terasa sendirian, sakit karena lelaki itu mencoba melepaskan. Sakit karena sebenarnya Raga masih berharap, bisakah waktu menyenangkan seperti kemarin kembali? Raga hanya ingin merasakan lagi saat bersama Siena, meski hanya sekali.

"Sie!" panggil seseorang dari balik punggung Raga. Cowok itu berlari menghampiri Siena, tetapi gadis itu malah mengumpat, karena orang itu membuatnya memutuskan kontak mata dengan Raga.

"Mau belajar bareng, nggak?" tanya Kevin mengambil buku dari tangan Siena.

"Em ...," Siena melirik Raga yang terdiam di tempatnya.

Apa masih pantas jika Siena berharap Raga yang merebut bukunya dari Kevin, lalu berkata "Dia mau belajar bareng gue!" Nyatanya itu ekspetasi Siena yang akan menjatuhkannya.

"Boleh," jawab Siena tersenyum tipis. Gadis itu melirik Raga kembali, cowok itu terlihat datar, Siena setengah tertunduk, kecewa karena Raga tidak cemburu.

"Lucu banget, sih!" ujar Kevin mengacak rambut Siena gemas.

Gadis itu sempat terkejut dengan yang Kevin lakukan, apalagi ada Raga yang entah kenapa tidak kunjung pergi.

Setan! Batin Raga.

"Cocok!" ucap Raga saat melewati Siena dan Kevin.

Siena melihat punggung Raga yang menjauh, dia masih berharap cowok itu yang mengacak rambutnya seperti kemarin. Siena berharap cowok brengsek itu yang meniupkan ciloknya yang panas, Siena berharap cowok badung itu yang meniup rambutnya gemas, bukan Kevin.

Bukan AmbiguWhere stories live. Discover now