Bukan Ambigu 25

425 50 13
                                    

Gadis itu menggosok tangannya. Rumah sakit terasa begitu dingin, membuat dirinya setengah menggigil karena angin yang berhembus begitu sana. Siena mengecek keadaan Samuel, anak itu masih tertidur pulas, bukan pingsan tetapi tertidur, karena beberapa saat lalu Samuel sudah siuman, dan Dokter langsung menangani dengan baik.

"Kedinginan?" tanya cowok yang baru datang membawa sekantung plastik di tangan.

Raga menaruh plastiknya di kursi lalu melepas hoodie-nya, memberikannya pada Siena.

"Kamu pake jaket aku, ya, udaranya dingin banget."

"Nanti kamu gimana?" tanya Siena,.merasa hawatir.

Raga tersenyum mengacak rambut Siena sebelum menjawab, "Aku cowok, kalo dingin peluk kamu aja, beres," jawab Raga santai, Siena hanya mendelik meski pada akhirnya memakai hoodie yang Raga berikan.

"Gimana lutut kamu?" tanya Raga yang melihat lutut Siena yang terluka, bahkan cowok itu yang mengobati lutut Siena.

"Udah baikan kok."

"Kamu belum makan? Nih, tadi aku beli nasi goreng, kamu makan sebelum maag kamu kambuh."

Udah kambuh Ga. batin Siena.

Raga memberikan nasgor yang dia bawa, melepas sendok yang masih terbungkus plastik dan memberikannya pada gadis yang dia cintai itu.

"Ga, makasih," ucap tulus Siena.

"Buat apa?" tanya Raga yang entah kenapa terdengar menjengkelkan bagi Siena, entah sengaja membuat gadis itu marah atau memang Raga begitu bodoh.

Siena mengedikan bahu lalu memakan nasgor yang di belikan Raga dengan acuh. "Nggak perlu berterima kasih, karena aku ngerasa nggak melakukan apa pun, Sam temen aku, ya nggak tau besok, kali aja jadi adik ipar," kekeh Raga tetap saja songong.

"Kenapa jam segini kamu masih di luar? Kamu tawuran lagi?"

"Enggak. Aku abis nongkrong sama Sandi," jawab Raga setelah menghabiskan nasgor-nya.

Setelah menghabiskan makanannya, Siena menguap membuat Raga yang di sampingnya terkekeh ringan melihat wajah lugunya.

"Kita masuk ke ruang Sam aja, kamu bisa tidur di sana," ucap Raga di angguki Siena.

Kedua remaja itu masuk ke ruang rawat. Siena menghampiri Samuel yang masih pulas tertidur, begitu tenang hingga membuat Siena gemas lalu mengelus kepala Samuel.

"Dia akan baik-baik aja, dia calon penerus aku. Aku yakin, kalo besar nanti, Samuel bakal jagain kakaknya yang cantik, jagain kakaknya yang udah jalan jauh demi dia," ucap Raga yang berada di samping Siena.

"Mungkin," sahut Siena layaknya bergumam.

Raga berjalan menuju sofa panjang disusul Siena yang kembali menguap dengan wajah lesunya.

"Tidur aja, aku yang jagain Sam kalo bangun," ucap Raga yang masih melotot tanpa rasa kantuk.

"Aku pengin jaga Sam juga," ucap Siena tetap duduk meski matanya hampir terlelap.

"Keras kepala!" gumam Raga. Namun, Siena acuh.

"Sie, aku kedinginan," ucap Raga manja.

"Bodo!"

"Jahat ih!"

"Dari lahir."

"Astagfirullah!" Raga mengelus dadanya.

"Peluk boleh?" tanya Raga mendapat pelotonan Siena, dan langsung tertunduk.

"Yang boleh apa dong?" tanya Raga dengan wajah berharap.

Bukan AmbiguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang