Bukan Ambigu 30

284 46 13
                                    

Biasa Saja

Gadis itu turun dari kamarnya, rapi dengan seragamnya dan mata sembab yang dia tutupi dengan kaca mata bulat bening. Tidak ada gunanya jika terus berada di kamar, cepat atau lambat Siena harus berhadapan dengan orang tuanya.

"Sayang, kamu mau berangkat? Ayo sarapan dulu," ucap Rina tengah menyiapkan sarapan.

Siena melirik Samuel yang berwajah judes padanya. Gadis itu tahu, pasti adiknya kecewa padanya. "Nggak, Ma, Sie langsung berangkat aja," tolak Siena lesu.

"Nanti kamu sakit, Sie, ayo sarapan dulu!"

"Jangan dipaksa, nanti dikecewain lagi!" ujar Samuel menyindir.

"Sam, nggak boleh gitu!" ucap Rina melototi Samuel, dan anak itu langsung diam memakan rotinya.

"Sie, nggak usah dipikirin soal semalem. Mama nggak tau si alasan kamu apa nolak Raga, Mama nunggu kamu siap buat bicara sama Mama," ucap Rina pelan dan diangguki Siena.

"Sie berangkat, ya, Ma."

Setelah berpamitan, Siena keluar dari rumahnya. Berjalan dengan pikiran kosong, bahkan kaki Siena melangkah tanpa perintah. Gadis itu yakin Raga akan membencinya, dan Siena pasti akan secepatnya baikan dengan Siva. Meski sebenarnya semua itu tidak lagi penting untuknya, karena pikiran dan perasaannya didominasi oleh Raga.

Saat Siena menuju sekolah dengan berjalan kaki, dia melihat Raga melintas dengan motornya dengan cepat, mungkinkah Raga tidak melihatnya? Atau sengaja melintas tanpa menyapa? Kenapa Siena berharap Raga menyapanya? Bukankah ini yang Siena mau? Raga sudah menjauhinya, itu berarti rencananya sudah berhasil, tetapi kenapa Siena tidak senang? Malah sebaliknya.

Siena merasa sepi, kesalahannya semakin membuatnya bersalah. Menyakiti orang lain ternyata lebih sakit. Posisinya bahkan terasa lebih sulit dibanding yang lain.

"Mungkin Raga nggak liat gue," gumam Siena tersenyum kecut.

Siena berjalan kaki hingga sampai di sekolah. Namun, sekolahnya sepi, membuatnya heran, apakah ini hari libur? kenapa gerbang ditutup?

"Pak Slamet, kok gerbangnya ditutup?" seru Siena saat melihat pak Slamet selaku satpam tengah asik menikmati kopinya.

"Non telat, ya?" tanya Pak Slamet menghampiri Siena yang berdiri di luar gerbang.

"Enggak kok," jawab Siena.

"Liat sekarang udah jam berapa?"

Siena melirik jam yang Pak Slamet tunjukan. Astaga pukul 07:54

"ASTAGA! Sejak kapan gue telat? Pak bukain dong Pak, saya nggak telat kok, tadi pagi berangkat dari rumah jam enam, serius, Pak!" mohon Siena dengan wajah memelas.

"Nggak bisa Non, saya buka gerbang tunggu Bu Qori dateng liat siapa yang telat," jelas pak Slamet, membuat Siena kelimpungan.

"Bapak jahat ih, tolong lah Pak, sekali doang nolong aku," mohon Siena berusaha memelas kembali.

"Siena!" seru Qori saat melihat Siena di luar gerbang.

"Mati gue!" gumam Siena pelan.

Bukan AmbiguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang