Bukan Ambigu 9

998 78 14
                                    

Percaya

Kini gadis itu mengurung diri di kamar, sejak semalam di antar pulang Raga, hingga kini, mulutnya bungkam dengan kepala yang terus memutar memori buruk itu.

Siena masih membayangkan ketika dengan mudah dia percaya pada orang asing, lalu berakhir di gudang tua yang nyaris merenggut masa depannya, Siena ingat bagaimana bajunya sempat terobek, bagaimana sinisnya laki-laki brengsek itu, rasa takutnya kembali menghantuinya, membuat Siena merasa begitu tertekan karena terus mengingat hal itu.

Bukan hanya kejadian itu saja, Siena juga mengingat bagaimana Raga benar-benar datang saat ia menyebut nama Raga tiga kali, Siena tidak bisa berfikir bagaimana jadinya jika Raga tidak datang, mungkin hidupnya sudah berakhir sekarang.

Gadis itu menghela nafasnya yang terasa sesak, membayangkan bagaimana Raga menatapnya hawatir, dan begitu marah saat itu, namun ada kata yang cukup menganggu pikiran Siena, yaitu saat Raga mengatakan 'MILIK KU'. Seolah Siena adalah milik Raga hingga Raga begitu possessive.

Siena tidak menyangka Raga mengikutinya, bahkan Raga seperti malaikat pelindung yang di kirim tuhan untuk Siena saat itu.

"Apa dia baik-baik aja? gimana sama punggungnya, ya?" gumam Siena saat mengingat tubuh Raga yang berbenturan dengan kursi cukup keras itu.

"Kenapa gue harus hawatir? dia cowok urakan, cowok nyebelin, dan gebetan Siva." gerutu Siena.

Tidak bisa berbohong, jika Siena merasa hawatir pada Raga meski dirinya tidak bisa mengakui hal itu secara gamblang, apalagi Siena sendiri yang mengatakan kalau dirinya benci dengan pengganggu itu, tapi Siena juga memiliki hutang budi pada Raga, mau bagaimanapun Raga telah membawanya pulang dengan baik.

"Gue mikir apaan, si?" kesal Siena karena terus memikirkan Raga.

Dering ponselnya berbunyi, tanda notifikasi pesan masuk, Siena maraih benda pipih itu, lalu jarinya menari di atas layar touch screen itu.

Cowok ambigu: Gimana keadaan kamu? pasti masih inget waktu semalem nyebut nama aku ya? sebut lagi dong, biar aku bisa dateng.

Siena tersenyum tanpa sadar saat membaca pesan dari Raga, namun ia segera sadar dan langsung melempar ponselnya tanpa membalas pesan Raga.

"Ya ampun, gue udah gila. nggak ada yang liat gue senyumkan? anggap aja tadi itu bibir gue kedutan, bukan senyum." tolak Siena pada kenyataan.

Siena merasa telah melakukan kesalahan, tidak mungkin hanya karena sikap Raga semalam membuatnya tak lagi membenci cowok berandal itu, apalagi suka? sangat tidak mungkin, bukan hanya karena Raga gebetan sahabatnya, namun juga karena Raga bukan selera Siena.

Tok tok tok

"Sie. Siva dateng nih, bukain pintunya sayang!" seru Rina dari luar kamar.

Semalaman Siena tidak berbicara apapun pada orang tuanya, tapi Siena tau, pasti Raga sudah menceritakan semua, alasan itulah yang membuat orang tuanya tidak menanyakan apapun.

"Sie! sayang kamu tidur?" tanya Rina karena tidak mendapat jawaban.

"Sie pengin sendiri Mah!" jawab Siena membuat Mamahnya kembali kecewa.

Bukan AmbiguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang