Bukan Ambigu 31

289 45 5
                                    

Selepas mengobrol ria dengan Siva, Siena harus latihan memanah. Sejujurnya gadis itu semakin suka memanah, entah kenapa bidikan panahnya mulai mendekati sararan, membuatnya senang. Tidak seperti saat pertama, saat itu sangat memalukan. Meski lapar karena pagi tadi tidak sarapan, bahkan dihukum karena telat, Siena tetap mengikuti kegiatannya, karena masih terlalu bodoh untuk memanah ketimbang yang lainya.

"Nggak usah buru-buru latihannya, karena kamu termasuk yang paling cepat bisa dari pada yang lainnya," ujar Kevin yang baru datang, Siena tersenyum menanggapi ucapan pemuda itu.

"Wajar kok kalau belom sejago yang lain, yang lain itu udah berlatih tahunan," tambah Kevin.

"Iya, Kev."

Kriiuukkuk

Siena terdiam, merasa sesuatu bergerak di perutnya, seperti setrum. Ia menatap Kevin yang tengah menahan tawanya, membuat Siena yang merasa ketahuan hanya tersenyum kaku. Malu.

"Kamu belom makan?" tanya Kevin setelah terkekeh geli.

"Iya," jawab Siena malu.

"Ke kantin, yuk! Jangan sampe kamu gagal fokus, terus kayak pas waktu itu, kamu hampir kena panah yang lain."

Siena tersenyum malu, meski mengangguk, dan Kevin menarik tangannya keluar dari aula. Siena sempat dengar teriakan heboh dari para siswi lain yang ikut ekskul.

Siena sedikit tidak nyaman, karena Kevin menggandengnya tanpa peduli tatapan dan suara heboh dari siswa lain.

Gadis itu hendak melepaskan tangannya. Namun, tidak tahu harus bicara seperti apa, hingga mereka sampai di kantin, mata Siena langsung bertemu dengan sosok yang tengah duduk dengan teman-temannya itu. Bahkan Siva ada di sana, Siena menatap Raga melihat tangannya yang digandeng Kevin, lalu tersenyum heran dan berpaling, kembali bercanda dengan teman-temannya.

Apakah sudah tidak penting?

"Bu, pesen baksonya dua, ya, sama es teh satu," ucap Kevin, Siena melepas tangannya dari Kevin.

"Sie, duduk sini. Kev duduk sini aja, bareng kita!" seru Siva yang tengah mengobrol dengan Raga dan lainnya.

Sial. Umpat Siena dalam hati.

Siena tidak tahu kalau akan berhadapan dengan situasi seperti ini setiap hari, jelas-jelas dia menjauhkan Raga darinya, tetapi malah keadaan seolah menghukumnya dengan satu lingkungan dengan cowok itu.

Kevin kembali menarik lengan Siena, duduk bersama Siva, apa Kevin sengaja? Pemuda itu tidak peka sama sekali dengan perubahan sikap Siena, dan wajah gadis digandengnya semakin pucat.

"Cie berduaan aja, lama-lama bukan busur lagi yang dilepas, tapi panah cinta menuju ke dalam hati," ujar Siva dengan begitu senang, karena selama ini Siva memang ingin Siena dengan Kevin.

Gue santet lo, Va. Batin Siena kesal.

"Amin, doain aja," sahut Kevin.

"Hoek!" Sandi seperti hendak muntah membuat Rama yang polos begitu hawatir.

"Sandi kenapa?" tanya Rama panik.

"Mual denger omongan dari orang tadi," sindir Sandi masih seperti hendak muntah.

"Ga, lo nggak mual?" tanya Sandi.

"Enggak. soalnya nggak ngaruh buat gue, si," jawab Raga penuh penekanan.

Rasanya seperti ada yang sedang menusuk hatinya, Siena merasa ucapan Raga adalah ucapan kebencian yang halus. Dia tahu Raga marah padanya, seharusnya Siena tidak perlu terpengaruh oleh sikap dingin cowok itu, karena ini memang tujuannya dari awal. Membuat Raga berpaling darinya dan mencintai orang lain.

Bukan AmbiguWhere stories live. Discover now