Jilid 114

1.6K 30 0
                                    

Wang Hu yang mendengarnya pertama kali, dia memberikan isyarat kepada Thio Sam Nio dan Hoan Cie Sun. Tapi ke dua orang itu rupanya pun telah mendengarnya, cuma mereka tidak langsung bergerak hanya berdiam di tempat masing-masing seakan-akan juga tidak mengetahui adanya suara orang yang berjalan di atas genting.

Didengar dari suara langkah kaki di atas genting yang datang tidak kurang dari, belasan orang. Malah beberapa sosok bayangan tampak melompat turun ke bawah.

Sedangkan Hoan Cie Sun sudah melompat berdiri, diikuti oleh Thio Sam Nio dan Wang Hu. Hui-houw-to tidak bisa bergerak, dia cuma bisa mengawasi saja dengan tubuh tetap rebah di atas lantai.

Dia heran, entah siapa belasan orang yang datang di malam selarut ini. Kawan ke tiga orang itu atau memang lawannya.

"Wang Hu!!" Tiba-tiba terdengar salah seorang di antara belasan orang itu sudah berteriak dengan suara yang nyaring, "Kau serahkan surat itu kepada kami, dan kalian bertiga boleh angkat kaki meninggalkan tempat ini!"

Wang Hu bertiga tercekat hatinya. Begitu cepatkah berita tentang mereka memperoleh surat yang ditulis Ciangbunjin Khong-tong-pay itu? Belum lagi satu malaman, mereka sudah disatroni lawan.

Wang Hu melompat ke depan. Dia melihat belasan orang yang berdiri berjajar di pekarangan kuil, dengan sikap yang gagah. Semuanya mengenakan baju warna hitam. Disamping itu muka mereka pun tertutup rapat oleh topeng.

"Siapa kalian?" Tanya Wang Hu kemudian dengan suara yang dingin.

Orang yang berdiri paling depan yang tadi berteriak, sudah menyahut: "Kami dari Hek-pek-kauw! Kalian tentu mengetahui jika bentrok dengan pihak kami, tidak akan menguntungkan kalian!"

Wang Hu saling pandang dengan ke dua orang kawannya. Jadi belasan orang yang datang ini adalah anak buah Hek-pek-kauw. Mereka jadi heran juga.

Tadi menurut Hek-pek-kauw, yaitu Giok-tiauw Sian-lie, sudah membaca surat itu bahkan diduga sudah menyalinnya isi surat itu. Mengapa sekarang hendak memperebutkan kembali surat itu?

Setelah tertegun sejenak, Wang Hu tertawa dingin.

"Hemm, kalian jangan mimpi. Kalian menyebut-nyebut tentang surat. Kami benar-benar tak mengerti surat apa yang kalian inginkan?"

Orang itu juga tertawa tawar.

"Kau jangan coba-coba mendustai kami! Kami sudah mengetahui kau berhasil memperoleh surat itu dari tangan Hui-houw-to yang kini tengah kalian tawan!

"Memang, sejak dari markas kami orang she Khang itu diikuti oleh kami. Semua yang dialaminya telah kami saksikan. Sekarang, ayo cepat, jangan, rewel-rewel, serahkan surat itu!"

Muka Wang Hu berobah, demikian juga muka Hoan Cie Sun maupun Thio Sam Nio.

"Hemm, enak saja kalian meminta orang menyerahkan barang, padahal kami memperolehnya dengan sulit dan bersusah payah. Hemmm, kalian datang dan langsung cuma meminta begitu saja! Aturan mana yang kalian pakai!

"Sampaikan pada Kauw-cu kalian, Giok-tiauw Sian-lie, kami sewaktu-waktu memang ingin bertemu dengannya. Justeru kami ingin melihat apakah ia memang pantas memakai gelaran sebagai Giok-tiauw Sian-lie."

Belasan orang itu rupanya gusar karena terdengar suara menggumam, mereka yang mengandung kemarahan.

"Kau, siluman rase tak perlu banyak bicara, kau mau menyatakan berdiri sejajar dengan Kauw-cu kami, mana bisa begitu? Kau si manusia rendah, sedangkan Kauw-cu kami ialah orang yang sangat agung dan terhormat!"

Mendengar makian itu, yang merupakan ejekan pedas dan ketus, membuat Thio Sam Nio meluap darahnya, bukan main murkanya.

Walaupun Giok-tiauw Sian-lie, datang sendiri ke mari berlutut memintakan pengampunan buat kau yang bermulut lancang, aku Thio Sam Nio tak akan mengampuni jiwamu!"

Pendekar Aneh Seruling SaktiМесто, где живут истории. Откройте их для себя