Jilid 111

1.5K 29 1
                                    

Jika memang Hui-houw-to bertanya, dia hanya menjawab seperlunya saja. Satu atau dua patah perkataan saja.

Disaat itu tampak si pengemis sudah tiba di depan kuil tersebut. Dia menoleh kepada Hui-houw-to, katanya: "Toaya tunggu di sini......! Aku akan memberikan laporan dulu!"

Setelah berkata begitu, tanpa menantikan jawaban dari Hui-houw-to, pengemis itu mendorong pintu kuil yang berwarna merah, kemudian menyelinap masuk. Dia menghilang di dalam kuil.

Hui-houw-to menantikan si pengemis dengan hati tidak tenang. Dia tengah diliputi keraguan karena dia tidak mengetahui entah siapa orang yang hendak bertemu dengannya itu. Dan yang membuat dia jadi bingung, justeru sekarang ini dia tengah memikirkan urusan yang sangat penting sekali, yaitu harus menyelamatkan surat Ciangbunjin Khong-tong-pay.

Kalau memang pengemis yang hendak bertemu dengannya itu nanti menginginkan sesuatu darinya dan bermaksud tidak baik, bukankah Hui-houw-to seperti membiarkan dirinya terlibat urusan yang tidak-tidak.

Apa yang mengherankan hati Hui-houw-to yaitu si pengemis tadi mengetahui begitu jelas gelaran dan nama Hui-houw-to. Darimana dia mengetahui gelaran nama Hui-houw-to?

Dan bagaimana sekali lihat saja mengetahui orang yang dicarinya adalah Hui-houw-to yang mendatangi ke arah kampung itu? Atau dia telah pernah diberitahukan tentang keadaan dan bentuk mukanya.

Tengah Hui-houw-to berdiam diri dengan pikirannya seperti itu, tiba-tiba dia mendengar suara ribut-ribut di dalam kuil.

Dia mengawasi dengan heran dan terkejut ke arah pintu kuil. Tidak lama kemudian tampak keluar berlari dengan cepat sekali pengemis yang tadi. Dia menerobos begitu cepat, penuh dengan darah. Demikian juga tubuhnya berlumuran darah.

"Toaya, cepat lari!" Berseru-seru si pengemis menganjurkan Hui-houw-to melarikan diri.

Hui-houw-to jadi tertegun tercengang di tempatnya. Dia diam saja mematung. Dia kaget karena keadaan demikian mendadak sekali, tak tahu entah apa yang terjadi.

Yang lebih mengejutkannya adalab keadaan pegemis itu yang terluka demikian parah. Entah apa yang sudah terjadi di dalam kuil itu? Dan apakah si pengemis sudah dianiaya seseorang?

Tengah Hui-houw-to tertegun begitu mendadak saja, dia melihat dari dalam kuil itu menerobos tiga sosok tubuh.

Mereka adalah seorang laki-laki bertubuh tegap, berusia tigapuluh tahun lebih, berpakaian lengkap sebagai perwira kerajaan. Sikap maupun wajahnya garang sekali. Dia telah melompat keluar dengan gesit, malah tahu-tahu sudah berada di dekat si pengemis.

Yang seorang lainnya adalah seorang laki-laki setengah baya, mungkin berusia empatpuluh tahun lebih. Gerakannya pun sama gesitnya kemudian diapun sudah berada di dekat si pengemis.

Orang yang ketiga, yang melompat keluar dari dalam kuil paling akhir, adalah seorang wanita, berusia tigapuluh tahun lebih. Wajahnya cantik. Dia mengenakan baju yang serba merah, rambutnya di sanggul, dan cantik bukan main, bentuk tubuhnya juga montok sekali.

Gerakannya tidak kalah gesitnya dengan kedua orang kawannya. Karena dia pun sudah berada di dekat si pengemis, malah yang luar biasa, tangan kanannya sudah diulurkan, dan "Brett!"

Muka si pengemis telah kena dicakarnya sehingga tertinggal jalur-jalur yang panjang di muka si pengemis. Darah mengucur deras sekali. Pengemis itu meraung kesakitan, dia terguling rubuh di tanah bergulingan.

Dalam kesakitan seperti itu si pengemis masih sempat buat menganjurkan Hui-houw-to buat angkat kaki meninggalkan tempat itu.

"Cepat Toaya....... lari, lari!" Teriaknya.

Pendekar Aneh Seruling SaktiWhere stories live. Discover now