Part 58

11K 921 59
                                    

Terima kasih telah menunggu

.
.
.
.
.

Happy Reading

.
.
.
.
.

Eleazaro duduk manis di kursinya sembari menunggu Kenzi yang belum datang. Waktu terus berjalan, namun Kenzi belum juga menampakkan batang hidungnya.

"Tumben banget jam segini Kenzi belum nongol juga. Biasanya paling rajin tuh anak," batin pemuda itu.

El mencoba untuk berpikir positif, mungkin Kenzi terlambat karena macet atau mempunyai urusan lainnya. Namun, hingga kegiatan belajar mengajar sudah berjalan lama, Kenzi masih belum muncul juga. Eleazaro mulai merasa sedikit khawatir mengingat Kenzi biasanya sangat rajin datang ke sekolah.

Apakah Kenzi sakit? Pikiran ini muncul di benaknya. Tapi terakhir kali mereka bertemu, Kenzi terlihat sehat-sehat saja. Bahkan tadi malam pun, mereka masih sempat bertukar pesan membahas rencana wawancara tugas mereka. Jika malam itu Kenzi sakit, setidaknya akan memberitahu El.

Untuk memastikan hal tersebut, El memutuskan untuk menghubungi Kenzi. El mulai mengetik pesan. Sesekali pemuda itu mencuri-curi pandang ke guru yang tengah menjelaskan materi di depan kelas.

"Ken, lo ga masuk sekolah hari ini? Sakit kah?"

El langsung mengirimkan pesan tersebut dengan harapan Kenzi segera membalas pesannya.

Ketika memasuki pergantian jam belajar, Bagas memanggil namanya. El lantas menoleh ke belakang.

"El, berarti nanti pulang sekolah ke rumah sakit om, lo?" Bagas mengkonfirmasi ulang pesan yang El kirim di grup semalam.

El mengangguk. "Yoi, nanti wawancara di sana katanya."

"Kita ketemuan langsung di sana, apa gimana?" Kini giliran Fadil yang bertanya.

Eleazaro kembali mengangguk. "Boleh. Nanti Angel sama Intan bareng gue aja kalau gitu."

Bagas dan Fadil mengangguk mengerti. "Btw Kenzi gimana? Dia ga masuk hari ini, lo tahu kenapa?"

"Gue juga kurang tau. Dia belum kasih kabar," ujar El pada Fadil.

"Oh ya udah, kita berlima aja."

Sementara itu, di tempat yang berbeda seorang pria tengah duduk menghadap jendela kaca yang memberikan pemandangan langsung ke gedung-gedung tinggi di luar. Dengan tampilan berkelas dalam setelan jas yang rapi, pria itu memberikan kesan profesional. Wajahnya tidak terlihat, namun postur tubuhnya menunjukkan otoritas dan kedudukan yang kuat.

"Tuan, ada panggilan telepon untuk Anda," ujar pria lain yang juga berada di ruangan yang sama.

"Siapa?" tanya pria pertama sambil memutar kursinya untuk melihat.

Tidak langsung menjawab, pria dengan kepala plontos itu menyerahkan ponsel yang terus berdering itu pada tuannya.

"Ah, dia. Mengganggu saja..." ujar pria tersebut ketika mengetahui siapa yang menelepon. Pria itu lalu mengangkat panggilan telepon tersebut.

"Kau menghubungiku hanya untuk mengatakan hal itu? Mengecewakan sekali..."

Seseorang di sebrang sana terdengar menggeram setelah mendengar kalimat tersebut. "Dia tidak bisa dianggap remeh."

"Menghadapi satu orang saja kau tidak mampu. Serahkan pada ku, menyingkirkannya bukan suatu yang sulit."

"Itulah tujuanku menghubungimu."

ELWhere stories live. Discover now