Part 54

12K 938 46
                                    

"Hidup, 5% bahagia. Sisanya bersyanda, bersyanda." - El

.
.
.
.
.

Happy Reading

.
.
.
.
.

Dengan coklat panas di tangannya, Eleazaro menatap orang yang berada di depannya dengan ekspresi heran. Dia merasa tidak percaya karena pria tersebut kemarin masih berada di Spanyol, dan malam ini sudah berada di tempat ini.

"Bang, kok bisa di sini sih? Bukannya kata Bang Vano, Abang lagi di Spanyol ya?"

Danesh- pria itu mengalihkan tatapannya dari tablet yang ia pegang ke adiknya. "Diminum coklatnya sebelum dingin."

"Dasar bolot, ditanya apa jawabnya apa." Rasanya ingin sekali Eleazaro mengucapkan kalimat itu pada Danesh. Namun El masih berusaha untuk tetap bersabar.

Eleazaro menatap sekitarnya sesaat. Setelah pertemuan mereka yang tidak disengaja di acara peresmian tadi, Danesh mengajak Eleazaro keluar dari ruang acara dan membawanya ke salah satu restoran yang lokasinya tidak jauh dari gedung itu.

El kemudian teringat dirinya belum memberitahu anggota keluarganya yang lain jika ia bersama Danesh. "Eh, bang ga papa nih kita di sini? Kalau yang lain nyariin gimana?"

Danesh menyesap teh hangatnya, lalu meletakkan cangkir itu ke atas meja. "Mereka sudah tau."

Mendengar itu Eleazaro hanya manggut-manggut. Kemudian pemuda itu bertanya kembali. "Kalau Abang ke sini, terus Bang Arkana sendirian dong? Ga masalah emang?"

"Arkana bisa handle semua itu." Kemarin sore setelah ia dan Arkana melaksanakan meeting dengan clients, Danesh buru-buru menuju bandara terdekat untuk melakukan penerbangan ke London. Sebenarnya malam ini seharusnya ia datang ke sebuah acara yang diselenggarakan oleh salah satu kolega mereka. Namun Danesh menyerahkan tanggung jawab itu sepenuhnya pada anak sulung Damian.

Bukan tanpa alasan Danesh melakukan semua itu. Setelah mendengar kabar El sempat menghilang, Danesh memutuskan untuk menyusul mereka. Pria itu tidak mau merasakan kehilangan lagi, sudah cukup enam belas tahun mereka hidup dalam penantian.

Danesh tidak bisa menanggung risiko kehilangan lagi, apalagi setelah mereka akhirnya merasakan kebahagiaan dan kembali bersatu. Belum lagi laporan dari Atalaric yang mengindikasikan adanya ancaman dari sekelompok orang yang ingin mengganggu mereka. Maka, Danesh memutuskan untuk pergi ke London. Ia juga bertekad untuk mencari tahu siapa orang-orang itu, apakah mereka salah satu saingan bisnis mereka?

"Bang, aku laper. Boleh pesen makan ga?"

Sial! Danesh melupakan hal itu. Pasti Eleazaro sedari tadi menahan lapar. Dia segera memanggil pelayan di sana dan memesan beberapa makanan untuknya dan sang adik.

Sembari menunggu pesanan mereka datang, Danesh bertanya pada adiknya itu. "Bagaimana kondisi mu? Abang mendapat kabar jika kau sempat sakit."

"Aku udah sehat wal afiat bang. Waktu itu cuma kaget aja karena baru pertama kali naik pesawat. Naik pesawat ternyata serem juga ya berasa mau ke rumah Tuhan," papar Eleazaro.

"Berhenti mengatakan omong kosong, mengerti?" Danesh memandang adiknya datar.

Eleazaro memasukan kentang goreng ke dalam mulutnya sembari memandang Danesh malas. Memang susah ya bercanda sama kanebo kering, bawaannya serius melulu. Eleazaro merenung sejenak, berpikir bahwa mungkin inilah salah satu alasan mengapa Danesh tetap melajang di usia yang sudah matang seperti sekarang.

ELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang