"Tidak masalah," kata Calista pelan dengan tatapan dalam pada Steven.
"Kalau kau memang menginginkannya, ayo kita bercinta malam ini."
"Kau!—" Steven tidak melanjutkan kata-katanya dan malah bangkit menjadi duduk. Kini mereka berhadap-hadapan dalam jarak dekat. Kedua tangannya memegangi pinggang ramping Calista agar tidak jatuh. Napasnya putus-putus.
Bibir Calista kembali terangkat. Tangannya terulur untuk memeluk leher Steven. Kemudian ia menarik Steven untuk lebih mendekat hingga dada keduanya menempel.
"Aku suka melihatmu memakai ini," kata Calista dengan sebelah tangan yang memainkan tuxedo dan kemeja Steven.
"Tapi boleh aku katakan tidak? Aku jauh lebih bergairah ketika kau bertelanjang dada," imbuhnya sambil mencoba melepaskan pakaian atas pria itu.
Steven diam saja ketika Calista melepaskan tuxedo serta kemejanya.
"Iya, seperti ini. Kau terlihat mengagumkan," puji Calista.
Kini Steven telah bertelanjang dada. Kulit dadanya bersih dari apa pun, tidak ada bulu, bekas memar yang dulu ada di sekitar perut dan dadanya juga sudah sepenuhnya hilang.
"Aku menjadi sangat lemah hanya dengan melihat dada bidangmu ini."
Jari-jari lentik Calista membelai lembut dada Steven. Turun ke perutnya, lalu naik lagi hingga ke rahang. Kedua tangannya menangkup rahang Steven. Mereka kembali saling pandang dalam jarak yang sangat dekat.
"Tidak ada hal yang lebih seksi dari bibirmu ini."
Jempol Calista mengusap-usap bibir bagian bawah milik Steven. Seolah tersihir, pria itu masih diam, menikmati setiap sentuhan yang diciptakan oleh Calista.
Dalam hati Calista merasa senang sekaligus menyesal secara bersamaan. Senang karena sepertinya pria di hadapannya ini mulai jatuh ke dalam genggamannya. Dan menyesal karena kenapa dia berperilaku semurahan ini hanya agar Steven takluk kepadanya. Tapi sudah terlanjur. Mau tidak mau Calista harus melanjutkannya sampai Steven benar-benar menginginkan dirinya. Hanya ini cara yang Calista bisa.
"Katakan, apa yang harus aku lakukan kepadamu?" tanya Calista.
Steven tetap bungkam. Kedua matanya tidak sedetik pun terlepas dari memandang wajah cantik Calista yang menggiurkan. Kalimat-kalimat nakal yang keluar dari bibir mungil gadis itu berhasil membangkitkan gairahnya. Napasnya memburu karena menahan diri.
Calista tersenyum miring karena berhasil membuat Steven tidak berdaya seperti ini.
Mendekatkan mulutnya ke telinga kanan Steven, Calista berbisik, "Apa yang harus kulakukan agar bisa memuaskanmu malam ini?"
Karena tidak tahan, Steven segera meraih wajah Calista untuk ia cium bibirnya dengan rakus. Melumat bibir bawah Calista, lalu bibir atasnya. Memperdalam. Telapak tangannya membelai-belai rahang serta leher Calista.
Ciuman itu tak berlangsung lama karena Calista segera melepas paksa. Membuat Steven memandangnya dengan tatapan bertanya dan raut wajah kecewa.
Mengetahui ekspresi Steven yang kecewa berat, Calista merasa puas.
"Aku merasa jadi sangat nakal sekarang ini. Kupikir kau harus menghukumku lebih keras lagi. Tapi …."
Calista menggantung kalimatnya sambil mengelus-elus dada tengah Steven, menyebabkan pria itu mengerang pelan.
"Malam ini hanya aku yang boleh beraksi, kau diam saja," lanjutnya memasang mimik wajah imut dan menggoda secara bersamaan.
"But … I wanna touch and feel you too, Calista." Nada bicara Steven terdengar putus asa. Wajahnya memelas. Ini adalah sisi lemah dari Steven yang sekarang.
Gotcha! Kena kau, sialan! teriak Calista dalam hati.
Ini yang Calista inginkan. Yaitu membuat Steven jatuh ke dalam pesonanya, takluk kepadanya, serta sangat menginginkan dirinya. Biar pria itu menjilat ludahnya sendiri.
Baik Steven yang dulu atau yang sekarang sama-sama tidak bisa menolak jatuh pada kharisma seorang Calista Lim, tentu saja.
Setelah ini, ingatkan Calista agar segera pergi ke tempat ibadah untuk berterima kasih kepada Tuhan yang telah memberinya paras sesempurna ini.
"May I?" tanya Steven dengan suara berat sambil menatap bibir merah Calista.
"May I feel your body tonight?" sambungnya lalu mencoba menurunkan gaun bagian atas Calista agar dada gadis itu lebih terbuka dan terlihat jelas.
"No!" balas Calista tegas sembari mendorong dada Steven hingga kembali berbaring di atas kasur.
Setelah itu Calista turun. Merapikan gaunnya yang berantakan. Menatap remeh pada Steven yang masih ada di atas ranjang.
"Tidak semudah yang kau bayangkan, Bastard. Sekarang rasakan sakitnya ditinggal saat kau sudah berada di puncak."
Sudut bibir Calista terangkat tinggi saat melihat Steven tampak kesal dan menggeram.
"Kau mempermainkanku?" tanya Steven dengan emosi tertahan.
"Well yeah."
"Berani-beraninya kau bermain-main denganku, Calista. Kau pikir aku akan diam saja?"
Calista mengacungkan kedua jari tengahnya dan berseru, "I don't give a fuck! Rasakan itu, bajingan!"
Lalu Calista buru-buru keluar dari ruangan, meninggalkan Steven yang berteriak memakinya.
"Holy shit! Go to hell, Bitches!"
Setelah berteriak, Steven segera turun dari ranjang dan berjalan cepat menuju toilet entah untuk melakukan apa di sana.
÷÷÷
Di dalam mobil menuju perjalanan pulang ke mansion, baik Calista ataupun Steven sama-sama diam. Dalam kepalanya, Calista bertanya-tanya apa yang sedang dipikirkan oleh Steven saat ini. Setelah kejadian itu, Steven tidak berbicara kepada Calista sepatah kata pun. Wajahnya tanpa eskpresi dan setiap kali Steven tidak sengaja melihat Calista, pria itu selalu membuang muka ke arah lain.
Ekor mata Calista melirik ke arah kiri, kepada Steven yang menjatuhkan pandangan ke luar jendela mobil. Sempat ragu sejenak, akhirnya Calista membuka suara,
"Tadi itu pasti sakit sekali."
Kepala Steven menoleh. Menatap Calista dengan kerlingan tajam seolah-olah ingin memakan gadis itu.
Calista menahan supaya tidak meledakkan tawanya saat melihat wajah kesal Steven yang menurutnya lucu itu. Dia mengulum bibirnya sendiri, menahan senyum.
"Pria berengsek sepertimu harus diberi pelajaran sekali-kali. Kau harus tahu bahwa tidak semuanya bisa kau dapatkan." Calista berubah serius.
"Kau boleh punya kekuasaan, jabatan ataupun kekayaan. Tapi ingatlah, ada satu hal yang tidak akan pernah bisa kau dapatkan dan kau kendalikan. Yaitu hati. Kau tidak berhak menentukan seseorang untuk jatuh hati kepadamu atau tidak. Karena masalah hati tidak ada yang tahu akan dibawa ke mana oleh pemiliknya."
Telunjuk Calista menunjuk dirinya sendiri, lalu melanjutkan kata-katanya dengan penuh penekanan, "Pegang kata-kataku ini. Aku bersumpah tidak akan pernah memberikan hatiku kepada pria sepertimu. Tidak sampai kapan pun."
Steven terlihat sedikit membuka mulutnya, hendak membalas kalimat Calista. Namun akhirnya dia kembali menutup rapat mulutnya dan menoleh pada luar jendela, mengabaikan gadis itu.
÷÷÷
Steven membanting pintu kamarnya keras-keras begitu pria itu sampai di dalam kamar. Kakinya melangkah lebar menuju meja dan membuang asal benda apa pun yang ada di atas meja tersebut hingga berserakan di atas lantai. Ia meraih laptopnya lalu melempar benda itu dengan tenaga penuh ke arah cermin besar, membuat laptop dan cerminnya hancur seketika.
Sialan!
Bukan seperti ini yang Steven inginkan.
Steven ingin agar Calista menjadi budak cintanya dan mengemis-ngemis kepadanya agar cinta gadis itu ia balas.
Bukan malah sebaliknya.
Bukan malah Steven yang jatuh ke dalam pesona seorang Calista.
Sial! Sial! Sial!
Steven menghempaskan tubuhnya yang penuh keringat di atas ranjang. Matanya memejam. Sebelah lengannya ia letakkan di atas kening. Pikirannya kembali tertuju pada kejadian dengan Calista tadi.
"Holy fuck," gumam Steven mengumpat.
Desiran gairah akibat perbuatan Calista kepadanya tadi masih tersisa. Sentuhan gadis itu, ciumannya, juga aroma parfum yang menguar dari tubuh Calista berhasil membangkitkan libido Steven saat itu juga. Steven belum pernah merasakan hal seperti itu selama ia hidup. Tepatnya, selama pribadinya yang ini bangkit menggantikan pribadi Steven yang asli.
Baru kali ini ia merasa lemah. Dan sialnya itu karena seorang wanita.
Hanya karena seorang wanita!
Calista benar-benar berbahaya. Dengan mudahnya gadis itu membuat Steven merasa tidak berdaya—untuk pertama kalinya. Dan yang lebih sialnya adalah;
Calista berhasil membuat Steven merasakan perasaan asing yang tiba-tiba saja menyeruak ke dalam hatinya. Perasaan yang tidak bisa Steven jelaskan. Intinya, setelah Calista menggodanya pada pertemuan tadi, kepala Steven tidak sedetik pun terlepas dari memikirkan gadis itu.
Apa … Steven benar-benar sudah jatuh ke dalam genggaman Calista?
Apa iya pria sepertinya telah jatuh cinta kepada perempuan naif seperti Calista?
-
yang setia vote ataupun komen, makasih banyak yaaa ❤
kalian hebat karena udah bikin aku tambah semangat nulisnya ✨