π‚π«πšπ³π² π‹π¨π―πž 𝐰𝐒𝐭𝐑...

By jichu_127

7.9M 481K 25.7K

β˜… 𝘼 π˜Ύπ™€π™Š π™π™Šπ™ˆπ˜Όπ™‰π˜Ύπ™€ β˜… "Now, you are mine. Aku tidak menerima penolakan." "Yes, Boss, I'm yours." Steve... More

00. Prologue
01. Let's Fun, Girl! [03/01/21]
02. Meet Again [03/01/21]
03. Come to Me! [03/10/21]
04. Be My Girlfriend [03/01/21]
05. I am Falling to You [03/01/21]
06. My Addict [03/01/21]
07. Roxanne Smith [03/01/21]
08. I am Sorry [03/01/21]
09. It's Not Fine [03/01/21]
10. Johnathan [03/01/21]
11. Date [03/01/21]
12. Lalice Benedict [03/01/21]
13. Ex-Friend [03/01/21]
14. My Rules [03/01/21]
15. Who's Anna? [03/01/21]
16. Monster [03/01/21]
17. Killers [03/01/21]
18. Double Date [03/01/21]
19. Broken Heart [03/01/21]
20. The Guy who Broke Me [03/01/21]
21. Onto You
22. Sexual Vibe
23. Crazy Couple
24. Different Person
25. Too Awesome to Have a Girlfriend
26. Everyday is Valentine Day
27. It's Okay If You're Not Okay
Meet Our
28. Having an Affair
29. He Broke Me First
30. But in The End ...
31. I Needed to Lose You First
32. To Get You Back
33. Kiss Me Hard Before You Go
34. Our Future Baby
35. Let It Burn
36. We Can Talk Anymore
37. Baby, I am Right Here
38. Into The Darkside
39. Fall For Him Too? No!
40. Let's Make Love Tonight
41. I Wanna Touch and Feel You Too
42. Rude Boss
43. You Look So Damn Pretty
44. Night Walks in Osaka
45. I'm Steven
46. Ice Cream Kiss
47. Will You Marry Me?
48. Make You Mine
49. Touch Me Like You Do
50. Driving Me Slowly
51. Crazy Possessive Boss
52. The Boss Punished Me
53. I Hate Betrayal
54. Have You Kissed Before?
55. Wedding Proposal
56. Are We Married Yet?
57. F*** Me From Dusk Till Dawn
58. He's a Big Liar
59. Don't You Know That You're Toxic?
60. Cause You're The Reason Why
61. I'm a Mess
62. I Hate You I Love You
63. Gangsta's Paradise
64. This December Will End
65. I Don't Want This Bad Ending
66. Epilogue
67. Take Me to the Edge of Paradise [EXTRA]
68. Step One: Don't be Possessive [EXTRA]
69. Step Two: Don't be Pervert [EXTRA]
71. Crazy Love with Crazy BΜΆoΜΆsΜΆs Husband
Two Billionaires Want Me
TBWM PUBLISH!

70. Step Three: Don't be Annoying [EXTRA]

73K 4.4K 497
By jichu_127


[Republish; 27/06/21]

mohon tandai segala jenis typo :'

÷÷÷

"Shit," umpat William pelan ketika mengetahui ada Steven, Calista dan yang lainnya di depan sana. Kebetulan yang sangat menyebalkan sekali.

Dia kini sedang jalan bersama Selena. Hubungan mereka lumayan dekat setelah pertemuan pertama di restoran Steven, lalu mereka menonton konser bersama, dan dilanjut dengan pertemuan-pertemuan berikutnya. Namun mereka masih belum menjalin hubungan, karena William belum yakin mengenai perasaannya. Nama Calista masih memenuhi hatinya.

Bodoh memang. Bisa-bisanya William masih menyukai Calista yang telah menjadi istri Steven. Doakan saja semoga dia cepat move on dan tidak menjadi perebut istri orang.

"Sel, kita balik saja," ajak William. Bisa gawat kalau Steven mengetahui dirinya sedang bersama Selena. Bisa-bisa pria itu mengejek William habis-habisan.

"Eh? Kenapa?"

"Kita ke pantai lain saja---"

"Calista!" potong Selena. "Itu Calista!"

William mengembus napas pasrah. Terlambat. Selena kini berjalan menghampiri mereka dengan wajah senang. Mau tidak mau William mengikuti.

"Cale!" seru Selena memanggil Calista.

"Hai, Sel!" sapa balik Calista. Lalu matanya beralih menatap William yang diam saja. "Bersama William? Wow!" Terlihat sekali bahwa Calista merasa senang.

Steven tersenyum mengejek, "Dasar bedebah sialan. Awalnya kau bilang tidak tertarik mendekati Selena, tapi sekarang malah jalan berdua. Jilat ludah sendiri, cih!"

"Aku juga terkejut mengetahuinya," timpal Nuel.

"Baguslah, hama satu ini sudah tidak menyukai istri orang," ucap Steven dengan tatapan sinis kepada William.

"Kata siapa?" tantang William balik menatap sinis.

"Ha?"

"Pikir sendiri," singkat William malas menanggapi Steven lebih lanjut.

"Berani-beraninya kau masih menyukai Calista," geram Steven.

"Kenapa? Ada masalah?"

"Kenapa, kau tanya?"

"Sel, ayo ikut aku, kita tinggalkan dua idiot itu," ajak Calista kepada Selena. Lalu mereka berdua berjalan bersama menuju tempat Nathan, Roxanne dan balita mereka di bawah pohon kelapa.

Steven dan William lanjut saling adu mulut. Muka Steven memerah menahan kesal, sementara William tidak mau kalah. Dan Nuel yang tidak tahan dengan sifat mereka yang kekanak-kanakan itu melerai, "C'mon, Man, jangan seperti anak gadis yang bertengkar hanya gara-gara memperebutkan sebuah boneka."

"Diam!" Serempak keduanya membentak Nuel, membuat pria itu merapatkan bibirnya lalu pergi meninggalkan mereka berdua, tidak peduli lagi.

Mencari Lalice yang entah hilang ke mana.

"Mencariku, ya?" Lalice datang-datang sudah bertanya.

"Tidak," singkat Nuel lanjut berjalan menuju bibir pantai.

"Ini, untukmu." Lalice menyerahkan satu es krim kepada Nuel.

"Kau makan saja," tolak Nuel.

"Aku sengaja beli dua."

"Ya sudah, kau makan dua-duanya."

"Ck!" decak Lalice, kemudian memakan kedua es krimnya secara bersamaan.

Nuel memandang ke depan, pada gelombang laut yang rendah. Lalu tiba-tiba, Lalice dengan sifat usilnya itu menyentuhkan es krimnya ke mulut Nuel, membuat mulutnya belepotan.

"Hahahaha!" tawa Lalice merasa lucu sendiri. Nuel menatapnya tidak suka, namun Lalice tanpa rasa bersalah sama sekali malah lanjut meledakkan tawanya.

Karena tidak tahan dengan suara Lalice yang berisik, Nuel memilih untuk menghentikan gadis itu. Ia menarik lengan Lalice agar tubuhnya mendekat, menunduk sambil memajukan wajah, mengunci bibir Lalice menggunakan bibirnya---sekaligus membersihkan es krim yang menempel di mulut pria itu lewat ciuman tersebut. Lalice tidak lanjut tertawa karena mulutnya terkunci, gadis itu mematung, bahkan kedua es krim yang tadinya dia pegangi pada masing-masing tangannya itu kini terjatuh di atas pasir, lalu terseret ombak.

Setelah menempel selama beberapa detik, Nuel menarik dirinya menjauh, kembali memandang ke arah laut, lalu berkata dengan suara berat, "Diam juga, kan."

Tidak ada sahutan dari Lalice, membuat Nuel balik menoleh pada Lalice lagi, lalu mendapati Lalice yang memegangi bibirnya sendiri dengan wajah yang merona.

"Ciuman tadi terpaksa kulakukan supaya kau bungkam," kilah Nuel tidak ingin Lalice salah paham.

"Tidak apa, aku sudah sangat senang." Lalice berkata dengan nada lemah dan tatapan kosong ke depan.

"Huh?"

"Aku senang karena kau mau menciumku lagi," kata Lalice. "Karena kukira, ciuman pertama dan terakhir kita adalah saat di bioskop, dan itu sudah lama sekali."

"Ehm," deham Nuel memecahkan suasana canggung ini. "Sudah kubilang kalau ciuman tadi terpaksa kulakukan."

"Iya, tidak apa-apa. Aku juga tidak masalah kan, ketika kau manfaatkan? Aku tetap mencintaimu, meskipun aku tidak tahu bagaimana perasaanmu yang sebenarnya kepadaku."

Nuel bungkam. Bibirnya tertutup rapat.

"Saat di bioskop juga sama," imbuh Lalice, "kau menciumku supaya aku mau melakukan sesuatu untukmu. Iya, kan? Kau memanfaatkanku, dengan memintaku untuk memata-matai Steven."

Lalice memegangi dadanya sendiri, "Sakit sih, rasanya. Tapi, tidak apa-apa, aku sudah terbiasa merasakan patah seperti ini. Jadi, bukan masalah lagi, heheh."

"Kau salah."

"Hmm?" Lalice mendongak menatap Nuel yang juga menatapnya. "Apanya yang salah?"

"Pokoknya, kau salah."

"Aku tidak paham."

"Ya sudah," pungkas Nuel.

"Bagaimana aku bisa paham kalau tidak kau jelaskan?" tuntut Lalice.

"Bodoh," maki pria itu.

"Apakah harus kujelaskan secara rinci?" tambahnya geregetan.

Lalice menautkan kedua alisnya, tanda belum mengerti apa maksud Nuel.

"Ck, tanyakan pada ombak sana. Bahkan ombak pun paham apa maksudku." Nuel berbalik badan, melangkah, meninggalkan Lalice yang semakin bingung dibuatnya. Pria itu mengulas senyum tipis yang tidak bisa dilihat oleh siapa pun, termasuk oleh Lalice yang ada di belakangnya.

÷÷÷

"Haahh?! Siapa yang kau maksud penjahat kelamin, ha?" Steven menarik kerah baju William.

"Kau lah! Siapa lagi?" William menyahut dengan mata mendelik pada Steven.

Mereka berdua belum ada niatan untuk berhenti adu mulut rupanya. Keadaan justru semakin memanas. Bukan hanya sebatas lempar makian, namun juga saling tarik dan dorong.

"Lebih rendah mana dari pria yang terus-terusan mencintai istri orang, kutanya? Dasar keparat!"

William menepis kasar tangan Steven agar terlepas dari kerahnya, kemudian menginjak kaki kiri Steven dan menekannya kuat-kuat. "Calista terlalu baik untuk seonggok sampah sepertimu," hina William dengan tatapan sinisnya.

Steven yang tidak terima dikatai sampah segera menarik kakinya dan menendang tulang kering William kencang, balik memaki, "Dikatai sampah oleh badut murahan sepertimu adalah penghinaan besar bagiku. Apa kau tidak pernah bercermin, ha?? Kau juga sampah, bedebah! Sampah busuk yang tidak bisa didaur ulang!"

William menggeram tertahan lalu mendorong kuat dada Steven yang telanjang, membuat Steven semakin kesal.

"Jangan sentuh tubuhku dengan tangan baumu itu, sialan!" Kembali pria itu menarik kerah William, kali ini lebih kuat hingga William mendesis karena cengkeraman Steven sangat erat.

Mereka berdua saling pandang dengan tatapan tajam. Sama-sama menggertakkan gigi merasa emosi. Menggeram seperti dua kucing yang hendak berkelahi karena memperebutkan makanan.

"Ini puncak pertunjukannya! Hahahah!" Lalice menepuk-nepuk bahu Nuel yang ada di sebelahnya dengan kencang. Dia terlihat menikmati perselisihan antara Steven dan William.

"Ayo-ayo! Ayo, Will, kali ini aku mendukungmu! Berikan tumbukan keras ke rahang Steven lalu tendang selangkangannya! Huahahahah!" Gadis itu terbahak-bahak sembari lanjut memukul Nuel hingga membuat pria jangkung itu berdecak kesal karena menjadi samsak dadakan.

"Cale, sepertinya sebentar lagi akan terjadi adegan baku hantam," kata Nathan tanpa mengalihkan fokus dari kedua pria yang masih diselimuti aura perselisihan itu.

"Haahh ...." Calista membuang napas panjang lewat mulutnya. Merasa jengah. Lalu dia melangkah, lebih dulu menghampiri orang yang kebetulan membawa tongkat baseball, meminjamnya, setelah itu menghampiri Steven dan William.

"You asshole, you reek of filth and you're in damn bad shape," lanjut Steven melontarkan cacian kepada William. Genggaman tangannya pada kerah William semakin erat, menarik lebih dekat hingga wajah keduanya berjarak sangat dekat. "Hey, kau dengar, telinga lebar?"

"Haa?? Apa mulut busukmu mau kuhancurkan sekarang juga?" berang William dengan suara bass-nya.

"Hoi," sela Calista ketika sudah berada di dekat mereka, membuat keduanya menoleh.

Buk! Buk!

Calista memukul lengan William menggunakan tongkat baseball, lalu lanjut memukul perut Steven menggunakan ujung tongkatnya. Membuat keduanya menjauh seraya mengaduh kesakitan karena Calista memukul dengan sangat keras. Apalagi Steven. Dia yang paling merasakan sakit karena Calista memukulkan bagian yang lancip tepat di perutnya. Pria itu memegangi perutnya yang nyeri dan mungkin saja memar.

"Huahahahah! Hahahah!!!" Lalice semakin terbahak mengetahui itu. Terlihat sangat puas. Nuel buru-buru memegangi tangan Lalice supaya tidak kembali memukul dirinya. Sementara Nathan, Roxanne juga Selena hanya menganga.

"Berhenti atau aku hancurkan kalian berdua?" ancam Calista dengan senyum mengerikan lengkap dengan pemukul yang ada di tangannya.

÷÷÷

"Aduh-aduh, sakit, Cale! Sshhh," desis Steven ketika Calista menempelkan kain hangat di perutnya yang membiru.

"Salah siapa coba?"

"Salah si brengsek William---awh! Pelan-pelan, Sayang, jangan ditekan."

"Salahmu juga," balas Calista. "Tidak sadar umur, ya? Sudah tua tapi tingkah kalian seperti tingkah bocah TK."

"Aku masih muda," ralat Steven. "Eh,tapi kenapa aku ikut disalahkan juga?" ujar Steven tidak terima.

Calista menyudahi kegiatannya tanpa membalas ucapan Steven. Ia yang mulanya akan bangkit itu jadi tertahan karena Steven menarik tubuhnya. Pria itu membawa tubuh ramping Calista ke dalam pangkuannya, memeluk Calista dari belakang, mendekap erat sambil mendusel-duselkan kepalanya di ceruk leher Calista.

"Steve---"

"Tidak boleh," cegah Steven kepada Calista yang ingin terlepas. Ia semakin mengeratkan pelukannya, juga semakin menenggelamkan wajahnya di leher istrinya. Membuat Calista kegelian.

"Karena kau telah memberiku rasa sakit, kau harus tanggung jawab," bisik Steven tepat di telinga Calista.

"Beri aku kenikmatan," sambungnya pelan seraya menelusupkan tangan nakalnya ke dalam atasan Calista. Mengelus-elus perut perempuan itu.

"Jangan di sini, nanti kalau mereka melihat bagaimana?" Calista menghentikan tangan Steven yang mulanya bergerak aktif di dalam bajunya. Mereka berdua memang masih berada di ruang tengah vila yang mereka sewa.

"Oke, di kamar. Tapi durasinya ditambah, ya? Supaya lebih panjang," mohon Steven. "Ya-ya-ya?"

"Jangan melunjak," cibir Calista.

"Bayi," kata Steven. "Aku mau kita memiliki bayi. Secepatnya."

Tersenyum tipis, Calista mengangkat sebelah tangannya untuk memainkan rambut Steven yang ada di belakangnya, lalu berucap, "Sebenarnya, aku sudah hamil."

"Apa?" Steven memasang wajah terkejut dengan kedua mata membelalak.

Mengangguk, "Ya." Lalu menunduk seraya memegangi perutnya sendiri. "Sudah ada adik bayi di dalam sini."

"Calistaaa!!" seru Steven tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Pria itu mendekap tubuh istrinya lagi, jauh lebih erat hingga Calista merasa sesak.

÷÷÷

"Kau mau mengajakku ke mana?" tanya Lalice kesusahan mengimbangi langkah Nuel yang terlalu lebar karena kakinya amat panjang.

"Ikut saja," jawab Nuel tanpa mengalihkan perhatian ke arah Lalice yang tertinggal. Buru-buru gadis itu berlari kecil guna menyusul.

"Dingin," kata Lalice memeluk badannya sendiri kerena angin laut berembus kencang pada malam ini. Ia berkata seperti itu untuk memberi kode kepada Nuel supaya pria itu memberikan jaket yang ia pakai kepada Lalice.

Namun, bukannya meminjamkan jaketnya, Nuel malah mencibir, "Bodoh. Siapa suruh kau hanya memakai luaran tipis seperti itu?"

"Ck, menyebalkan. Padahal aku berharap kau mau meminjamkan jaketmu kepadaku."

"Tidak mau," tolak Nuel tegas. "Aku juga kedinginan."

"Ya Tuhan, sabarkanlah hamba," pintanya seraya memejam sejenak.

Bruk.

Lalice menabrak punggung Nuel yang berhenti mendadak. Ia mengusap-usap keningnya lalu hendak mengomel, tapi Nuel lebih dulu berkata, "Cantik."

"Ha? Siapa? Aku?" Lalice tersenyum sumringah dengan pipi merona---yang dapat dilihat dengan jelas karena cahaya bulan menyinari dengan terang.

"Aku memang selalu cantik, tapi, terima kasih atas pujian---"

"Aku bukan memujimu," potong Nuel.

"Eh?"

"Lihat ke atas," suruh Nuel seraya mendongak. "Langitnya cantik. Bulannya bundar. Dan banyak bintang bertaburan."

Mendongak, Lalice ikut memandang langit yang memang terlihat indah. Berikutnya dia menoleh pada Nuel dan berucap, "Kau mengajakku jauh-jauh ke sini hanya untuk melihat langit? Di depan vila kan juga bisa."

"Di sini lebih sepi," papar Nuel tanpa memandang Lalice

"Terus, kalau sepi kenapa?"

Tanpa menjawab pertanyaan Lalice, Nuel bertanya seraya menatap gadis itu, "Masih kedinginan?"

"Masih lah."

Detik berikutnya, Nuel memposisikan dirinya di belakang tubuh Lalice, membuka ritsleting jaketnya, lalu membungkus tubuh Lalice di dalam jaket tersebut yang juga masih menempel pada tubuhnya. Sekarang, tubuh keduanya berada di dalam jaket yang sama.

Tangan Nuel melingkar pada tubuh Lalice, mendekapnya dari belakang.

Tentu saja, Lalice terkejut setengah mati dengan perlakuan Nuel yang tidak terduga.

"Nu---"

"Diam," perintahnya. "Aku dan kau sama-sama kedinginan. Jadi, biarkan seperti ini saja. Supaya kita sama-sama hangat."

Tubuh serta perasaan Lalice menghangat. Nuel ternyata adalah tipe pria tsundere yang diam-diam perhatian. Pria itu menyukai Lalice, namun gengsi untuk mengakuinya. Lalice jadi semakin gemas.

"Ah! Bintang jatuh!" seru Lalice antusias mengetahui ada satu bintang yang jatuh.

"Ayo buat permohonan," ajaknya.

"Kau masih percaya hal-hal seperti itu?"

"Coba saja, siapa tahu terkabul sungguhan."

Lalice memejamkan mata dan membuat permohonan. Nuel ikut menutup matanya.

Beberapa detik kemudian, Lalice membuka mata dan menoleh ke belakang, bertanya kepada Nuel, "Kau memohon apa?"

"Mana bisa terkabul kalau aku bilang-bilang?"

Lalice terkekeh, "Bukannya kau tidak percaya hal seperti itu, ya?" godanya.

Nuel memalingkan wajah, "Bukan permohonan yang penting."

"Hmm, oke."

"Kau sendiri?"

"Supaya kau bahagia," jawab Lalice dengan senyum mengembang.

"Oh."

Lalice mengembuskan napas pelan. Nuel dengan sifat dinginnya memang menggemaskan. Tapi kalau terlalu dingin juga tidak baik. Dia merasa seperti sedang berinteraksi dengan robot yang tidak memiliki ekspresi ataupun emosi.

"Ini sudah jam berapa?" tanya Lalice. "Kita sebaiknya kembali ke vila, takutnya nanti semakin malam."

"Sebentar," kata Nuel. Tiba-tiba dekapannya pada tubuh Lalice semakin mengerat.

"Nanti kalau kulepas, kau akan kedinginan lagi," imbuhnya.

"Heheh, bilang saja kalau kau masih ingin berlama-lama berduaan denganku," tembak Lalice.

"Jangan mengada-ada."

Lalice memajukan bibirnya. Berikutnya kembali membuka suara, "Jadi, kita akan tetap seperti ini hingga matahari terbit?"

"Bodoh," maki Nuel pelan. "Tidak sampai matahari terbit juga, dasar idiot."

"Iya, iya," pungkas Lalice.

"Usia kita selisih sepuluh tahun." Nuel tiba-tiba menganti topik pembicaraan.

"Iya, memangnya kenapa?"

"Mustahil untuk kita menjalin hubungan yang serius."

"Maksudmu?" Lalice mendongak ke belakang, menatap mata Nuel dengan tatapan tidak mengerti.

"Kau masih sangat muda, Lalice. Masih sewajarnya untuk bermain dan bersenang-senang. Beda denganku."

"Lalu, masalahnya apa?"

"Aku bukan lagi berada di usia yang pantas untuk menjalin hubungan seperti pacaran," papar Nuel dengan pandangan yang sulit Lalice artikan. "Aku tidak berminat untuk berpacaran, sama sekali."

"Kukira, kita sudah menjalin hubungan. Ternyata belum, ya," ujar Lalice lemah.

"Kapan aku menembakmu, hm?" Kedua alis tebal Nuel terangkat.

"Iya sih, kau belum pernah menyatakan perasaanmu yang sebenarnya kepadaku."

"Iya. Itu karena aku merasa ragu."

"Kenapa?" tuntut Lalice.

"Aku tidak ingin berpacaran," ulang Nuel. "Aku ingin menjalin hubungan yang lebih serius, seperti pernikahan."

"Menikah, ya?" gumam Lalice. "Setelah aku lulus, kita bisa---"

"Tidak bisa," sambar Nuel.

"Huh? Kenapa?"

"Jalanmu masih panjang. Cita-citamu harus kau kejar. Jangan korbankan masa depanmu hanya karena diriku. Jangan jadi orang bodoh hanya karena ingin menikah denganku. Lagipula, usia kita terpaut jauh, mustahil bagiku untuk bersama denganmu. Kau tahu kan, apa maksudku?"

"Apa pentingnya usia?" lirih Lalice.

"Penting," sahut Nuel. "Bagiku itu penting."

"Dan aku tidak penting bagimu?"

"Penting," singkat Nuel dengan suara hampir tidak terdengar.

"Lalu, kenapa kau masih ragu?"

"Kau belum paham juga ternyata."

"Beri tahu aku, apa yang membuatmu ragu? Apa yang mengganjal di pikiranmu?" pinta Lalice menuntut.

"Intinya, kau dan aku terlalu sulit untuk bersama," ucap Nuel. "Pertama, karena perbedaan usia. Kedua, karena aku tidak sedang mencari pacar, melainkan istri, dan kau belum siap untuk itu."

Lalice mengulum bibirnya yang bergetar. Kemudian berkata, "Apa kau tidak mau menungguku hingga aku siap? Mungkin …, lima tahun lagi?" Wajah gadis itu penuh harap.

Nuel terkesiap. Menatap Lalice dengan tatapan dalam. Berikutnya pria itu mengulas senyum tipis yang membuat Lalice sedikit terkejut, karena Nuel sangat jarang menunjukkan senyumnya, khususnya kepada Lalice.

"Jangan bercanda. Bisa-bisa aku sudah kepala tiga."

"Aku serius," kata Lalice. "Kau mau kan, menungguku selama lima tahun?"

Nuel bungkam tidak menjawab.

"Aku tidak peduli dengan perbedaan usia kita yang terpaut jauh," sambung Lalice. "Aku hanya ingin dirimu, Nuel. Hanya dirimu, bukan orang lain." Gadis itu geleng-geleng pelan.

Nuel memandang Lalice tanpa berkedip. Mulutnya masih tertutup rapat, belum ada niatan untuk membalas.

"Kumohon …, jangan mematahkan hatiku lagi."

Beberapa saat kemudian, Nuel menghadapkan tubuh Lalice ke arahnya. Kini mereka berdua berhadap-hadapan, namun tetap berada di dalam jaket milik Nuel, tangan pria itu juga masih melingkar di tubuh Lalice. Nuel menunduk, sementara Lalice mendongak, dengan tubuh saling menempel.

"Dasar keras kepala," cibir Nuel.

Lalice tersenyum senang," Terima kasih." Lalu ia menyelipkan kedua tanganya ke dalam untuk memeluk punggung Nuel. Ia memejam seraya berjinjit dan lebih mendongakkan kepalanya. Memberi kode kepada Nuel supaya menciumnya.

"Berharap aku menciummu, ya? Jangan mimpi."

Mata Lalice terbuka, dia berdecak.

"Menyebalkan!"

"Mau tahu apa isi permohonanku tadi?"

"Ya! Apa?"

"Aku ingin menjadi alasan kebahagiaanmu."








-




Continue Reading

You'll Also Like

3.1M 136K 24
Gadis culun tidak begitu cantik dan tidak punya teman di kampusnya, selalu di bully dan di asingkan. Di sukai oleh cowok paling tampan tetapi di taku...
2.6M 117K 36
"Cium Dirga di tengah lapangan Trijaya. Kalau lo sanggup, kunci beserta kendaraan gue akan menjadi milik lo." Bukan Agatha namanya jika takut denga...
4.9M 540K 43
(FOLLOW AUTHORNYA) (JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN GUYSπŸ’šπŸ’š) Ini tentang drama antara babysitter dengan bosnya. Bosnya yang tampan sekaligus duda berana...
1.8K 181 14
(Sebelum baca follow dulu lah cok) Ini bukanlah kisah anak Pak lurah, bukan juga kisah anak pendakwah, tapi inilah kisah anak Tetangga Sebelah yang t...