20. Patah Hati

3.2K 389 56
                                    

💙 Mas Rezky

Masih meratapi kisah cintaku yang sepertinya begitu kelam, tiba-tiba, telingaku mendengar bunyi dering ponsel tanda ada seseorang yang kini sedang meneleponku.

Jadi aku langsung mendudukkan diriku, dan meraih ponselku yang tadi kuletakkan di atas nakas samping tempat tidurku.

Dan ternyata, yang meneleponku adalah Satrio.

"Assalamu'alaikum, Yo."

"Wa'alaikumsalam, Mas. Mas Rezky masih di Purwokerto?"

"Masih. Gimana?"

"Alhamdulillah, kita dapat job lagi dari TK Nuansa, Mas. Untuk acara di Taman Pintar Jogja. Tadi, Bu Wulan telepon, katanya, beliau mau ketemu langsung sama Mas Rezky buat bahas teknis sama materi acara buat di sana."

"Nggak bisa kamu atau Mita aja yang ketemu sama Bu Wulan?"

"Aku udah bilang kaya gitu, Mas. Tapi Bu Wulan tetap maunya ketemu langsung sama Mas Rezky."

Aku langsung menghela napas panjang sekali.

"Tapi aku masih mau istirahat, Yo."

"Ya gimana, Mas? Maaf. Aku udah coba jelasin berulang kali sama Bu Wulan, kalau Mas Rezky lagi ada acara di Purwokerto. Tapi beliau tetap maunya bahas acaranya langsung sama Mas Rezky. Nggak mau sama aku atau Mba Mita."

Aku mengusap wajahku, lalu menarik pelan napasku.

"Oke. Kamu kabarin Bu Wulan, kalau besok siang, aku akan datang ke Nuansa. Nanti malam, aku perjalanan balik ke Semarang."

"Makasih ya, Mas. Dan maaf banget karena jadi ganggu waktu liburnya Mas Rezky. Kalau ini bukan dari Nuansa yang pemasukannya bakal gede banget buat kita, aku nggak akan paksa-paksa Mas Rezky kaya gini."

"Iya. Aku paham. Udah ya, aku mau lanjut istirahat lagi. Habis ini, kamu langsung kabari Bu Wulan."

"Siap, Mas. Silakan lanjut tidur lagi. Yang nyenyak ya, Mas. Biar waktu bangun, bisa makin strong. Jangan lupa harus happy ya, Mas. Balik ke Semarang, Mas Rezky nggak boleh patah hati lagi."

"Berisik!"

Dengusan sengitku membuat Satrio langsung tertawa. Sepertinya, dia bahagia sekali karena telah berhasil membuatku jadi kesal dengan bentuk ledekan menyebalkan darinya.

"Ya udah, lanjut tidur lagi, Mas. Biar Mas Rezky nggak senewen terus kaya gini. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Dan sepertinya, semesta memang tak memperbolehkan aku untuk melarikan diri. Karena nyatanya, saat ini, Dia memberiku bentuk cobaan lagi. Mungkin, Dia ingin menguji seberapa kuat diriku saat ini. Dia ingin tahu, apakah aku benar-benar ingin membuka hati, atau tetap terpaku karena menaruh harapanku pada satu diri.

Karena seberapa jauh aku sudah mencoba pergi, semesta tetap memintaku untuk kembali.

Terkadang, takdir memang membuatku ingin sekali untuk tertawa. Saat aku kira 8 tahun itu waktu yang sudah cukup lama, tapi ternyata, saat Rina datang kembali, semua itu jadi terasa sangat sia-sia. 8 tahun usahaku untuk lupa, karena Rina, semua itu berantakan lagi karena aku yang kembali jatuh cinta padanya.

Memang jatuh cinta berulang kali, lalu kembali dibuat patah hati, adalah definisi menyakiti diri yang paling mumpuni.

Hebat sekali.

Sampai kita jadi tak tahu harus mencari obatnya di mana. Karena harapan kita masih terus diletakkan padanya saja.

Memang sesak sekali ya. Juga bodohnya tak terkira.

*****

Dan di sini lah aku sekarang. Sedang duduk bersandar di kursi mobilku. Menghela napas sejenak untuk mengurangi rasa penat yang masih saja berkutat di dalam pikiranku.

Aku sudah kembali bekerja.

6 hari lalu saat Satrio meneleponku, malamnya, aku benar-benar langsung kembali ke Semarang untuk menyelesaikan semua panggilan kerja yang sudah menunggu.

Rasanya, hari cepat sekali berlalu. Karena detik ini, aku sudah berada di Jogja. Mengantar rombongan Nuansa yang kembali menggunakan jasaku untuk acara mereka.

Bu Wulan memang benar-benar membuktikan ucapannya tentang akan kembali menjalin kerjasama dengan biro perjalananku. Karena selang 3 bulan sejak acara di Cimory dulu, beliau menghubungi lagi untuk mengurus acara rekreasi hari ini. Dan katanya, mungkin, untuk acara-acara berikutnya, beliau akan terus menggunakan tim dariku.

Aku bahagia, tentu saja. Bersyukur, sudah pasti. Tapi hatiku juga was-was sendiri. Karena berurusan dengan Nuansa, itu berarti, membuatku akan kembali bertemu dengan Rina.

"Konsen, konsen. Fokus, fokus. Kerja yang bener biar lancar rezeki, biar Ibu Sri bisa naik haji lagi. Aamiin," ucapku ingin menyemangati diri.

Aku keluar dari mobilku. Karena sepertinya, keliling bus untuk mengecek sopir dan juga timku adalah ide yang cukup bagus supaya aku tak kepikiran Rina melulu.

Saat ini, adalah waktu bebas. Karena acara di Taman Pintar sudah selesai. Jadi kini, rombongan sedang berhenti di Malioboro. Untuk belanja. Biasa. Karena ibu-ibu dan piknik, memang tak akan lengkap rasanya tanpa berburu diskonan dan juga jajanan.

Aku sudah mengecek 3 bus pertama, dan semuanya, beres. Sopir sedang istirahat makan. Obat-obatan dan perlengkapan lainnya untuk di bus juga sudah dicek ulang oleh Mita.

Aku bersyukur sekali, karena semua aman terkendali.

Saat ini, kakiku sedang berjalan menuju bus utama yang terparkir di paling ujung dekat deretan penjual jajanan kaki lima.

Kedua kakiku sudah mulai menaiki tangga bus, dan aku langsung terkejut. "Loh? Kamu di sini, Yo?" tanyaku saat melihat Satrio yang kini sedang duduk di kursi sopir sambil bermain dengan ponselnya.

"Iya, Mas. Aku emang jaga di sini."

"Kukira, kamu bawa mobil sendiri."

Satrio menggelengkan kepalanya. "Mobilku, dibawa Andika, Mas. Aku jaga di sini. Soalnya, bos-bosnya ada di bus ini. Jadi aku gantian sama Mba Mita. Tadi, pas berangkat, Mba Mita yang di sini. Pulangnya nanti, giliran aku yang ada di sini."

Aku langsung mengangguk tanda mengerti. "Oke, sip kalau gitu. Kamu kalau mau makan, makan aja dulu. Mumpung masih istirahat."

Satrio memberikan acungan jempolnya ke arahku. "Siap, Mas. Nanti aja. Gampang."

Aku mengangguk, lalu mataku mulai mengedar ke area kursi belakang. Dan ternyata, ada seseorang yang tertinggal di bus sekarang.

"Yo? Ada yang nggak ikut turun?"

Satrio mengangguk mengiyakan, "Iya, Mas. Soalnya, anaknya tidur."

Aku lantas berjalan ke deretan kursi nomor 3 di belakang sopir, ingin bertanya, karena siapa tahu, ibu-ibu tersebut membutuhkan bantuan atau sesuatu.

Tapi rupanya, keputusanku untuk peduli, salah kaprah.

Karena ternyata, yang tertinggal adalah Rina.

Lalu aku harus bagaimana?

*****

Kali Kedua ✔Where stories live. Discover now