51. Kejutan Dadakan

1.9K 187 70
                                    

❤ Rina

"Gimana? Mas Gilang jadi ke sini?" tanyaku pada Gita yang sepertinya sudah selesai dengan acara teleponnya.

Gita langsung mengangguk, "Iya, Rin. Jadi. Sebentar lagi, kayaknya, Mas Gilang udah sampai di sini."

"Uwu banget si kalian. Pulang kerja nggak lihat kamu, langsung disusulin dong ke sini."

Mendengar godaan dariku, Gita langsung memberikan dengusannya padaku.

"Ledek aja terus, Rin. Yang penting, kamu bahagia, aku nggak papa kok. Beneran," jawab Gita tanpa mau melihat ke arahku. Karena saat ini, dia sedang sibuk menyuapi Chayra, putri kecilnya yang berusia 3 tahun.

Aku jelas langsung memperdengarkan kekehanku, "Lagian, kalian emang beneran lucu si. Pasangan gemes. Memangnya, tadi, kamu nggak izin dulu sama Mas Gilang kalau mau pergi sama aku?"

"Udah, Rin. Aku jelas udah bilang sama Mas Gilang. Karena nggak mungkin aku pergi tanpa izin. Tapi katanya, tempat rapatnya di dekat sini. Jadinya, Mas Gilang mau langsung nyusul."

"Tempat rapatnya dekat? Atau emang dasarnya Mas Gilang yang nggak bisa jauh-jauh dari kamu?"

"Aku lagi nyuapin ya, Rin. Kalau nggak, udah kubales kamu. Tak ubek-ubek sampai yang dulu-dulu."

Aku langsung tertawa.

Karena memancing amarah Gita, memang salah satu hal paling menyenangkan setiap kali kami sedang menghabiskan waktu bersama.

Ya. Hari ini, aku dan Gita memutuskan untuk pergi jalan-jalan bersama. Sekedar ke mall untuk bertemu dan bercerita. Tentu saja, gadis-gadis cilik kami juga ikut serta. Aku bersama Elysia, dan Gita bersama Chayra.

"Mama, El boleh makan es krim?" tanya Elysia yang sejak tadi setia duduk di sebelahku.

Sekarang, kami sedang berada di food court, di salah satu restoran, untuk makan siang terlebih dahulu sebelum kami berkeliling nantinya. Karena membawa anak yang masih kecil, memang harus penuhi dulu asupan makan mereka, supaya mereka bisa tenang dan mudah untuk diajak bekerjasama.

Aku menoleh ke arah Elysia. Dan ternyata, makanan putri kecilku memang sudah habis tanpa sisa.

"Boleh. Tapi 1 dulu ya, sayang. Biar giginya El nggak linu karena kebanyakan makan es."

Elysia langsung mengangguk tanda setuju, "Oke, Ma."

"Mau nambah lagi nggak makannya?"

"Nggak, Ma. Tapi El boleh nambah pancake lagi nggak?" tanya Elysia dengan cengiran lebar di wajahnya.

"Boleh dong. Mama pesenin ya."

Elysia mengangguk semangat sekali. Jadi aku juga langsung tersenyum pada putri kecilku ini.

Kebetulan, ada waitress yang lewat di sampingku sehabis mengantarkan pesanan. Jadi aku segera memanggilnya, untuk memesan lagi pancake tambahan untuk Elysia.

"El pinter banget ya, Rin, makannya. Nggak pernah pilih-pilih," puji Gita.

"Alhamdulillah, Git. Yang penting nggak pedes sama nggak alot, El pasti gampang banget buat makan."

"Nggak tahu nanti kalau El udah besar, Rin. Siapa tahu, El bakal nurunin kamu, jadi si pecinta pedas."

Aku terkekeh, "Kita lihat nanti ya. El bakal nurunin aku, atau nurunin Papanya yang anti banget sama cabe."

Giliran Gita yang tertawa, "Ah iya. Aku jadi ingat, kalau suami-suami kita itu memang para laki-laki yang anti banget sama bau pedas."

Aku dan Gita jadi tertawa bersama.

Karena Mas Rama dan Mas Gilang memang benar-benar tidak suka dengan bau pedas yang menyengat.

Dulu, waktu Mas Rama masih ada, setiap kali aku ingin membuat sambal di rumah, dia pasti akan sebal sendiri. Baru menggoreng cabe saja, Mas Rama sudah batuk-batuk heboh sekali. Entah batuk karena memang baunya yang menyengat, atau Mas Rama batuk supaya aku batal membuat sambal untuk diriku sendiri.

Bercerita tentang Mas Rama, aku sungguhan jadi sangat merindukannya.

"Baik-baik di sana ya, Mas." Doa tulusku di dalam hati.

"Mama. Pipinya Dek Chayra, gede banget ya. El gemes," kata Elysia yang sekarang ini sedang menumpukan dagunya di atas meja sambil memandangi Chayra yang masih sibuk dengan kentang gorengnya.

"Bukan gede, El. Kalau pipi itu, disebutnya tembam. Atau gembil juga boleh," kataku menjelaskan.

"Iya, maksudnya itu, Ma. Pipinya Dek Chayra juga merah-merah. Lucu banget."

Gita tersenyum lalu mengusap-usap pipi Elysia dengan begitu lembutnya, "Pipinya El, dulu, waktu masih kecil kaya Dek Chayra, juga tembam loh. Gemesin banget juga."

"Emang iya, Tante?" tanya Elysia yang kini sudah menegakkan tubuhnya.

Gita langsung menganggukkan kepalanya, "Iya, sayang. Beneran. Sekarang juga pipinya El masih tembam. Bikin Tante Gita jadi gemes terus kalau lagi sama El."

"Nggak papa. Kata Eyang Uti, kalau pipinya El tembam, berarti, El sehat, Tante," ucap Elysia bangga.

Aku dan Gita langsung tertawa karena ucapan Elysia.

"Iya dong. Pasti. El memang balita super sehat. Karena Mama, Mama yang hebat," puji Gita.

"Bukan balita lagi, Tante. El udah 5 tahun, udah sekolah TK juga. Jadi bukan balita lagi," jelas Elysia sambil mengangkat 5 jarinya di udara.

Gita tertawa lagi, "Oke, oke. El udah nggak balita lagi. El udah jadi Mba-Mba ya sekarang?"

Elysia mengangguk semangat sekali, "Iya. El udah jadi Mba-Mba. Kakak-Kakak," kata Elysia teramat senang. "Dek Chayra udah bisa ngomong belum, Tante?" tanya Elysia kemudian.

"Udah. Tapi belum lancar kaya El."

Aku tersenyum mendengarkan percakapan yang terjadi di antara Elysia dan Gita.

Elysia memang termasuk dekat dengan Gita. Sama seperti ketika Elysia dekat dengan Tantenya sendiri, Shinta. Karena sejak Elysia masih bayi, Gita memang sudah sering sekali menggendong dan mengajak Elysia untuk bermain bersama. Gita yang dulu kuliah di Semarang, jadi membuat kami bisa sering bertemu sampai akhirnya Gita menikah dengan Mas Gilang, dan menetap juga di sini bersama putri kecil mereka, Chayra.

Obrolan kami jadi terjeda, karena kedatangan Mas Gilang yang langsung mencium pipi Chayra dan juga kening Gita.

Ah memang Mas Gilang itu selalu bersikap semanis itu pada Gita.

Dasar pasangan bucin.

"Hai, Rin."

Ada seseorang yang menyapaku, jadi aku langsung menolehkan kepalaku.

"Loh? Mas Rezky?" jawabku jelas terkejut sekali.

"Om Eky!"

Dan tentu saja, seperti biasanya, Elysia memang akan langsung berseru senang setiap kali bertemu dengan Om Eky kesayangannya.

Tapi kenapa Mas Rezky bisa ada di sini juga?

*****

Kali Kedua ✔Where stories live. Discover now