106. Bujuk Rayu

366 40 0
                                    

💙 Mas Rezky

Aku menghela napas dengan sangat berat sambil memijat pelipisku.

Rasanya, aku benar-benar bisa berubah jadi gila jika seperti ini terus.

"Astaghfirullah. Nyebut. Ingat, nggak boleh ngomong yang macam-macam. Sabar," ucapku menyemangati diri.

Tanpa ada aba-aba terlebih dahulu, tiba-tiba Mas Rangga datang dan langsung duduk di sampingku.

Saat ini, aku sedang duduk di kursi panjang yang ada di halaman belakang.

"Udah malam begini, tumben banget kamu masih ada di sini. Kenapa, Dek?"

Aku menghela napas lagi.

"Ibu masih terus bujuk aku untuk ketemu dengan perempuan pilihan Ibu."

"Terus, kamu gimana?"

"Apanya yang gimana, Mas? Ya jelas aku nggak mau."

"Kenapa nggak mau?"

"Kan aku udah punya Rina, Mas. Aku cinta Rina. Aku sayang banget sama Rina. Jadi nggak mungkin kalau aku akan semudah itu mau ketemu dengan perempuan lain."

Mas Rangga tiba-tiba jadi menepuk bahuku, "Memangnya, kamu udah lihat gimana perempuan yang dipilih sama Ibu?"

Aku menggelengkan kepalaku secara perlahan, "Belum."

"Lah wong belum, kok kamu udah langsung bilang nggak mau?"

Aku menghela napas lagi. Karena sepertinya, orang-orang di rumah memang sedang kompak sekali menguji seberapa besar kesabaranku saat ini.

"Mas Rangga kan juga tahu, kalau aku cintanya sama Rina, Mas. Jadi aku jelas nggak mau dong kalau dijodoh-jodohin sama Ibu kaya gini."

Mas Rangga kembali menepuk bahuku, "Coba kamu lihat dulu bagaimana perempuan yang Ibu pilih, Dek. Siapa tahu, dia cocok buat kamu."

Aku langsung mendelik ke arah Mas Rangga, "Mas Rangga kok jadi berubah si?" sungutku kentara sekali sedang merasa tidak terima.

"Berubah gimana?"

"Ya iya dong, berubah. Kemarin, kan Mas Rangga dukung aku sama Rina. Kenapa sekarang Mas Rangga jadi berubah dukung Ibu?"

Mas Rangga menarik napasnya panjang sekali, lalu menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi. "Sekarang, Mas mau berada di pihak yang netral. Tapi Mas cuma mau kasih sedikit nasihat sama kamu, Dek. Coba kamu lihat dulu bagaimana perempuan pilihan Ibu. Kamu sendiri juga bilang kan, kalau Ibu harus ketemu dulu sama Rina, baru Ibu boleh menilai Rina seperti apa. Sama juga buat kamu, Dek. Kamu juga coba ketemu dulu sama perempuan pilihan Ibu. Ketemu, terus ngobrol. Baru kamu tentukan, apa kamu mau dengan perempuan pilihan Ibu, atau nggak. Jangan langsung menolak, padahal kamu aja belum lihat bagaimana perempuan pilihan Ibu."

Aku menghela napas untuk kesekian kalinya. Masih merasa tak percaya dengan bentuk nasihat tak terduga yang sedang disampaikan oleh Mas Rangga.

"Dek, setiap orangtua, pasti selalu menginginkan segala hal yang terbaik untuk anak-anaknya. Begitu juga dengan Ibu. Dari dulu sampai sekarang, bahkan sampai kapan pun nantinya, Ibu juga pasti selalu mau yang terbaik untuk kita. Jadi, coba ketemu dulu sama perempuan pilihan Ibu. Karena Ibu pasti mencarikan perempuan yang baik buat kamu, Dek. Coba ketemu dulu. Kalau pun nanti kamu tetap nggak mau, minimal, kamu sudah menunjukan baktimu dengan menuruti kemauan Ibu."

"Tapi, Mas. Kalau nanti aku mau untuk ketemu dengan perempuan pilihan Ibu, aku takut Ibu akan semakin memaksakan kehendaknya sama aku, Mas. Aku takut Ibu akan semakin nggak suka sama Rina. Padahal, Ibu belum ketemu sama Rina. Tapi sekarang, aku malah udah disuruh untuk ketemu sama perempuan lain seperti ini."

Kali Kedua ✔Where stories live. Discover now