92. Yakin, Pasti Hasilnya Baik

293 42 3
                                    

💙 Mas Rezky

Aku baru saja pulang setelah seharian bekerja di luar.

Aku mendudukkan diriku di sofa sambil menghembuskan napas dengan lelah.

"Capek, Dek?" tanya Mas Rangga yang tadi memang membukakan pintu untukku.

Aku mengangguk masih dengan mata yang terpejam dan menyandarkan diriku di punggung sofa, "Iya, Mas. Tadi, ada yang booking untuk acara resepsi di Sari Laut, jadi lumayan bikin badan pegal-pegal nih."

"Alhamdulillah. Rezeki ngalir lancar terus ya, Dek."

Aku menegakan tubuhku, "Iya, Mas. Alhamdulillah. Ibu udah tidur?"

Mas Rangga mengangguk, "Udah. Tadi, habis sholat isya, Ibu langsung masuk kamar. Jadi kayaknya, sekarang, Ibu udah tidur."

"Mba Nadia sama Rio, juga udah tidur, Mas?"

"Belum tahu. Soalnya, Mas belum cek lagi."

Aku mengangguk tanda mengerti.

Sudah masuk musim libur sekolah saat ini. Jadi seperti biasa, maka Ibu dan keluarga Mas Rangga akan full berada di Semarang sampai liburan selesai nanti.

"Gimana? Udah berhasil bujuk Ibu?"

Aku menghela napas dengan sangat panjang, "Aku belum ngobrol lagi Mas sama Ibu."

"Terus Rina, gimana? Kamu udah berhasil ketemu sama Rina?"

Aku menggelengkan kepalaku dengan sangat lesu, "Belum juga, Mas. Tiga hari ini, aku ada kerjaan yang nggak bisa aku tinggalin. Jadi aku belum bisa pergi-pergi untuk cari Rina lagi."

"Sabar, Dek. Kalau memang kalian berjodoh, insyaAllah, sebentar lagi, segera, kalian pasti bisa ketemu sama-sama."

Ya. Aku memang sudah bercerita tentang Rina pada Mas Rangga. Selain karena aku memang butuh tempat curhat supaya bisa merasa lebih lega, Mas Rangga juga pernah bertemu dengan Rina. Jadi sedikit banyak, Mas Rangga juga tahu bagaimana sikap dan pembawaan yang Rina punya.

"Iya, Mas. Aamiin. Aku cuma berharap, kalau semoga, setelah ini, Ibu nggak lagi terlalu keras menghakimi Rina."

"Sabar, Dek. Kamu ngobrol lagi aja sama Ibu. Jelaskan pelan-pelan. Karena setiap orangtua, pasti selalu berharap yang terbaik untuk anak-anaknya. Jadi kamu juga jangan terlalu keras sama Ibu. Ya? Kamu juga tahu Ibu, kan? Ibu nggak mungkin bisa kalau dipaksa apalagi diberi peringatan keras. Kalau kamu seperti itu, bukannya Ibu mau dengerin penjelasan kita, yang ada, Ibu akan bebal dan semakin menolak dengan sangat keras keinginan kita. Jadi kamu sabar dulu ya, Dek. Jangan langsung marah kalau Ibu menyinggung soal Rina."

"Iya, Mas. Aku usahakan."

"Selagi kamu nunggu bisa ketemu sama Rina, dan dapat kabar dari Rina, kamu usaha lagi buat deketin Ibu dan jelasin gimana kondisi Rina. Gimana watak dan perilaku Rina. Termasuk, soal anaknya Rina, Elysia. Biar sedikit-sedikit, walau mungkin kamu memang harus sabar, Ibu juga jadi bisa mengerti. Jadi nanti, kalau kamu sudah berhasil mengumpulkan mereka semua, entah Ibu atau Rina, juga putrinya Rina, kalian bisa sama-sama saling siap dan nggak lagi salah paham satu sama lainnya."

"Iya, Mas. Makasih ya, Mas, untuk saran baiknya."

Mas Rangga tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Lalu setelahnya, Mas Rangga bangkit berdiri dan menepuk pundakku sebanyak dua kali. "Kalau gitu, kamu cepetan mandi, sana. Jangan ditunda-tunda lagi. Soalnya, ini, udah malam. Kamu udah sholat isya belum?"

"Udah, Mas. Tadi, sebelum pulang, aku udah sholat di resto."

"Ya udah, kamu cepetan mandi. Habis itu, langsung tidur. Nanti malam, bangun, sholat tahajud, minta petunjuk sama Allah. Yang banyak. Biar hati kamu juga bisa lebih tenang, dan nggak lagi gelisah seperti sekarang."

"Iya, Mas. Mas Rangga juga sana, masuk kamar, pasti udah ditungguin sama Mba Nadia."

"Oh, jelas pasti dong, Dek. Habis ini, Mas mau langsung pindahin Rio ke kamar Ibu. Biar Mas sama Mba Nadia bisa lembur buat proses adiknya Rio."

Aku langsung mendelikan kedua mata, dan melemparkan bantal sofa ke arah Mas Rangga yang saat ini sedang tertawa dengan sangat bahagia. "Kampret. Bisa-bisanya ngomong begituan sama jomblo yang lagi galau, Mas. Asem tenan."

Mas Rangga malah tertawa semakin bahagia, "Nggak sopan. Masa sama Mas sendiri, dibilang kampret kaya gitu?"

"Udah, sana, cepetan masuk kamar. Sebelum aku malah jadi makin emosi sama Mas Rangga."

Mas Rangga masih saja tertawa, "Aku bantu doa, semoga, kamu bisa segera dapat restu dari Ibu ya, Dek. Bisa cepat ketemu sama Rina, dan dapat kabar dari Rina. Biar kamu bisa nikah sama Rina, jadi bisa cepat mantap-mantap juga berdua. Beneran enak banget, Dek. Sampai merem melek."

Aku mengangkat satu bantal sofa lagi, "Cepetan masuk, sebelum kuhajar beneran ya, Mas. Kutonjok sampai babak belur."

Mas Rangga tertawa cukup keras sambil berlari memasuki kamarnya.

Memang menyebalkan sekali.

Punya kakak laki-laki satu, selalu saja sangat berhasil untuk membangkitkan amarah. Baru saja memberikan petuah baik, tapi ujung-ujungnya, tetap saja membuat hatiku jadi panas.

Aku menarik napas perlahan untuk menenangkan hatiku, "Rina, aku kangen kamu dan El."

*****

Kali Kedua ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang