93. Goyah & Lemah

305 46 0
                                    

❤ Rina

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

"Ini Bu Yanti, Mba Rina."

Aku langsung terkejut karena ternyata yang mengetuk pintu ruang kerjaku saat ini adalah Bu Yanti.

Segera berdiri dari dudukku, aku berjalan cepat untuk membukakan pintu.

"Maaf ya, Mba Rina. Ibu jadi ganggu waktu kerjanya," ucap Bu Yanti setelah aku selesai mencium punggung tangan kanan beliau.

"Nggak kok, Bu. Kebetulan, saya sedang longgar sekarang."

"Eyang Yanti."

Tiba-tiba Elysia berseru, dan kini sudah menempel di kakiku.

Aku terkekeh pelan, "Salim dulu dong, El."

Elysia ikut terkekeh dan segera menuruti pesanku untuk menyalami Bu Yanti, "Halo, Eyang Yanti."

Bu Yanti tersenyum bahagia, lalu mengusap puncak kepala Elysia. "Halo, sayang. Hari ini, ketemu Eyang Yanti lagi ya?"

Elysia langsung mengangguk semangat sekali, "Iya, Eyang Yanti."

Bu Yanti menatap ke arahku lagi, "Ibu datang, mau menepati janji Ibu, bawain mendoan untuk Mba Rina. Yuk, dimakan dulu, mumpung masih hangat. Tadi, sebelum ke sini, Ibu baru aja goreng di rumah."

Aku terkejut sampai membolakan kedua mataku, "Wah, Bu, kenapa sampai repot-repot seperti ini?" ucapku setelah menerima kotak makan cukup besar dari Bu Yanti.

"Nggak repot, Mba. Kan Ibu sendiri yang sudah janji kalau mau bawain mendoan buat Mba Rina, jadi harus ditepati dong."

"Tapi ini banyak sekali, Bu."

"Sekalian titip untuk Bu Widya ya, Mba. Itu, ada mendoan yang masih bentuk tempe kedelai juga. InsyaAllah, matangnya, besok. Ibu juga bawain adonan tepung keringnya. Jadi, kalau sudah kepengin, bisa langsung siap tinggal digoreng aja untuk besok, Mba. Titip sampaikan untuk Bu Widya ya, Mba Rina."

"Nggih, Bu. Nanti, pasti akan langsung saya sampaikan. Sekali lagi, terimakasih banyak, Bu Yanti. Dan maaf jadi merepotkan."

Bu Yanti mengusap lembut bagian lenganku, "Nggak repot, Mba Rina. Kan Ibu sendiri yang mau. Udah, yuk, kita makan mendoan dulu. Nanti keburu dingin, udah nggak mantap lagi."

Aku tersenyum, lalu berjalan beriringan bersama Bu Yanti untuk duduk di sofa.

"Mama, El juga mau mendoan," kata Elysia dengan senyum lebarnya. Dan kini, putri kecilku itu, sudah duduk manis terlebih dahulu di atas sofa.

Dasar.

Sepertinya, gadis kecilku memang sudah tak sabar ingin segera menyantap makanan kesukaannya saat Mbah Kakung dan Mbah Putrinya dulu masih ada.

Akhirnya aku, Bu Yanti, dan Elysia larut dalam obrolan panjang sambil menyantap mendoan hangat yang tadi dibawakan oleh Bu Yanti. Apalagi, ditambah teh hangat dan juga tahu goreng yang diantar oleh Lia. Benar-benar kombinasi yang sangat pas, yang bisa sedikit mengobati kerinduanku akan Purwokerto. Tempat kelahiranku, yang sudah cukup lama tak aku kunjungi.

Obrolan hangat kami jadi terjeda, karena tiba-tiba, telepon yang ada di ruanganku berdering sampai mengejutkan kami bertiga.

"Bu Yanti, pangapunten, saya angkat telepon dulu nggih."

(Pangapunten = Mohon maaf)

"Iya, Mba Rina. Monggo, diangkat dulu teleponnya. Barang kali, memang ada hal yang sangat penting."

Aku memberikan anggukan kepala, lalu bangkit berdiri untuk segera menerima panggilan telepon dari Lia.

"Assalamu'alaikum, Mba Rina."

Aku langsung terkejut karena mendengar suara panik dari Lia.

"Wa'alaikumsalam. Iya, Lia. Ada apa? Kenapa suara kamu jadi panik banget kaya gitu?"

"Mas Rezky datang, Mba. Dan sekarang, Mas Rezky minta masuk ke ruangan Mba Rina. Tadi, aku belum sempat coba untuk larang, tapi Mas Rezky udah langsung pergi cepet banget ke sana. Maaf ya, Mba. Maaf banget."

Dan kali ini aku benar-benar terkejut luar biasa dengan informasi yang baru saja disampaikan oleh Lia.

"Mas Rezky?"

"Iya, Mba. Mas Rezky. Pak Bos Sari Laut. Sekarang, Mas Rezky udah masuk ke ruangan Mba Rina yang lama. Mba Rina bisa langsung cek dari CCTV, Mba."

"Mana Om Eky, Ma?"

Dan aku makin kalut saat sadar kalau Elysia memang akan selalu peka sekali ketika nama Mas Rezky disebutkan.

Aku tak bisa menjawab pertanyaan Elysia, karena kini tanganku jadi sangat gemetar saat mengarahkan jariku untuk memperbesar bagian CCTV yang ada di ruang kerjaku yang lama, yang sebelumnya, yang berada di lantai bawah sana.

Dan aku makin gemetar luar biasa, saat aku melihat bahwa di sana memang benar-benar ada Mas Rezky yang kini sedang berdiri dan berjalan ke sana ke mari sambil memanggil-manggil namaku dan Elysia.

Tanganku bergetar.

Sungguhan cemas dan takut luar biasa.

Napasku memburu.

Dan jantungku langsung berdetak dengan sangat kencang.

Cepat sekali.

Dan entah kenapa, kedua sudut mataku juga ikut bergetar seakan ingin segera mengeluarkan semua isinya.

Hatiku benar-benar goyah saat kini aku bisa melihat dengan jelas bagaimana raut wajah khawatir yang sedang ditampakkan oleh Mas Rezky. Walau hanya dari layar komputer, tapi aku sungguhan bisa merasakan bagaimana kegundahan hatinya dari sini.

Elysia semakin mendekatkan dirinya untuk menempel di meja kerjaku, "Mama, itu Om Eky!"

Aku langsung tersadar bahwa kedatangan Mas Rezky bukan hanya akan menggoyahkan hatiku, tapi juga putri kecilku.

"Lia, aku minta tolong sama kamu, setelah ini, kamu cepat minta Mas Rezky untuk pergi dari sini. Ya?"

"Mama, El mau ketemu Om Eky."

Tanganku dengan cepat langsung menahan tubuh Elysia yang sudah ingin berlari.

"Aku mohon, Lia. Aku mohon dengan sangat bantuanmu kali ini, tolong minta Mas Rezky untuk pergi. Ya?"

Elysia semakin berontak dalam dekapanku, "Mama, El mau ketemu sama Om Eky."

"Aku mohon, Lia. Minta Mas Rezky pergi sekarang."

"Iya, Mba."

Aku segera menutup panggilan teleponku dan Lia saat melihat Elysia akan berlari kencang sekali menuju pintu keluar ruang kerjaku. Tapi sebelum putri kecilku sampai di sana, beruntung, aku sudah berhasil memeluk tubuh Elysia untuk kembali masuk dalam rengkuhanku.

Dan tebakanku benar, bahwa kedatangan Mas Rezky benar-benar kelemahan terbesar untukku dan juga putriku. Aku goyah, dan Elysia juga jelas akan berontak dengan sangat keras karena ingin segera menemui Mas Rezky.

Aku harus bagaimana sekarang?

Hal apa yang harus kulakukan untuk menenangkan semua ini?

Apa?!

Karena aku sungguhan kalut sekali.

*****

Kali Kedua ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang