105. Kisah Rina

314 30 0
                                    

❤️ Rina

- Flashback Masa SMA Rina -

Bagian Delapan!
Kakanda Memang Manis Sekali

"Rina."

Aku yang tadinya sedang berbicara dengan Gita, lantas mengangkat kepalaku. Lalu seketika tersenyum dengan begitu bahagia, saat melihat siapa laki-laki yang tadi memanggil namaku.

Dia, Mas Rezky. Yang saat ini sedang menuruni setiap anak tangga masjid dengan ujung rambutnya yang masih terlihat basah.

Manis sekali kakanda tercinta setelah menunaikan ibadah wajibnya.

"Dalem, Mas," jawabku atas panggilan dari Mas Rezky tadi.

"Mau sholat? Atau udah selesai sholat?"

"Udah selesai sholat, Mas. Ini, lagi neduh sebentar."

Mas Rezky menganggukkan kepalanya, lalu duduk di pelataran batas suci untuk memakai kembali sepatunya.

Kini, Mas Rezky telah berdiri di hadapanku dan Gita yang sedang berteduh sejak tadi.

"Mau rapat?"

Aku langsung menganggukkan kepalaku, "Iya, Mas."

Mas Rezky mengangkat kepalanya, lalu mengulurkan tangannya sampai mengenai tetesan air hujan yang masih turun dengan cukup deras.

"Rin."

"Iya, Mas."

"Itu, payung biru di sebelahmu, boleh minta tolong dipegangin?"

Aku menunduk, lalu meraih payung yang memang sudah sejak tadi aku lihat. Bahkan tadi, Gita sempat berkata ingin sekali untuk memakainya supaya kami tak harus berlama-lama di sini dan kedinginan. Tapi aku melarangnya, karena jelas-jelas payung ini bukan milik kami berdua. Dan ternyata, payung lipat yang sejak tadi kami perdebatkan adalah kepunyaan Mas Rezky.

Aku sudah memegang gagang payung biru navy ini dan ingin meletakkannya di depan Mas Rezky. Tapi belum sampai aku menundukan kepalaku, Mas Rezky sudah mencegah pergerakanku terlebih dahulu.

"Dipegang aja, Rina."

Aku langsung menegakkan tubuhku dan menuruti ucapan Mas Rezky.

"Nanti, kembalikan di ruang rapat ya."

"Hah?"

Aku melongo karena tak mengerti apa maksud ucapan Mas Rezky.

"Payungnya, kamu pakai aja, Rina. Biar nggak kehujanan," kata Mas Rezky lembut sekali.

"Terus Mas Rezky?"

"Gampang. Aku bisa lari."

"Tapi kan payungnya punya Mas Rezky."

"Nggak papa. Sekarang, aku minta buat dipakai kamu aja."

Baru saja aku ingin berbicara, tapi Mas Rezky sudah bersiap diri dengan mengangkat jaket di atas kepalanya.

"Hati-hati, jalannya basah, jadi lewat pinggiran aja ya."

"Iya, Mas."

"Pegang payungnya yang kenceng ya. Jangan sampai kehujanan. Aku duluan. Assalamu'alaikum."

"Iya, Mas. Wa'alaikumsalam."

Dan kini, Mas Rezky sudah berlari menembus hujan hanya dengan jaket yang ia andalkan untuk menutupi bagian kepalanya.

Padahal, Mas Rezky membawa payung.

Tapi kenapa Mas Rezky harus mengorbankan dirinya sampai kebasahan seperti itu, dan malah memberikan payungnya kepadaku?

Kali Kedua ✔Where stories live. Discover now