82. Butuh Bantuan

640 45 0
                                    

❤ Rina

"Mama, El udah selesai makan."

Aku mengangkat kepalaku dan langsung tersenyum saat melihat Elysia telah berganti baju dengan stelan piyama panjangnya.

Aku terkekeh di tempat dudukku, "Ya ampun, Lia. Ini masih sore loh. Jadi kenapa kamu udah kasih El pakai piyama kaya gitu?"

Lia ikut terkekeh bersamaku, "Nggak papa lah, Mba. Lucu tahu, warna pink. Mana ada kuping sama buntutnya juga. Kan El jadi makin mirip kaya kelinci."

Aku masih terkikik geli karena melihat putri kecilku yang kini sedang berjalan ke arahku memakai piyama berwarna merah muda, dengan ekor di bagian celana, dan juga kuping kelinci di bagian tudung kepalanya.

Astaga. Aku benar-benar ingin sekali tertawa karena melihat Elysia tampil begitu lucu dengan ekor kelinci di celananya yang bergoyang ke kanan dan ke kiri mengikuti arah jalannya.

"Ya ampun, Lia. Kamu ini loh, ada-ada aja. El baru mandi sore, tapi udah kamu dandanin kaya begitu."

Lia sudah duduk di kursi yang ada di depan meja kerjaku, sambil memangku Elysia yang kini juga ikutan terkikik geli ke arahku.

"Habisnya, beneran gemes banget, Mba. Baju-baju anak kecil yang datang hari ini, modelnya lucu-lucu banget, Mba. Dress sama piyamanya, bikin aku nggak tahan. Jadi aku cobain langsung sama El. Kalau pakai dress tutu sore-sore gini, kan nggak mungkin, Mba. Nanti dikira, El mau datang ke pesta ulang tahun. Tapi kalau pakai piyama, kan masih tetep oke, Mba. Jadi bisa sekalian buat dipakai tidur nanti."

Aku terkekeh lagi, "Nanti, sampai di rumah, El akan tetap ganti baju lagi, Lia. Karena nggak mungkin El tidur pakai baju yang udah dia pakai dari luar rumah."

Lia makin memperdengarkan kekehannya, "Oh iya. Nggak papa lah, Mba. Pakai ini aja, lucu tahu. Nanti, kalau El mau ganti baju, El tinggal ambil piyama lagi yang baru buat ganti. Nggak papa. Mamanya El kan Bos butik. Jadi El bebas, nggak perlu bingung apalagi pusing kalau mau milih baju."

Aku jadi mencibir, "Ya tetap aja. Emang kamu kira, baju El juga seabreg gitu di rumah? Nggak, Lia. Aku tetap latih El untuk pakai baju sampai benar-benar nggak bisa dipakai lagi. Entah itu karena udah kekecilan, atau memang ada yang rusak. Ya walau pun tetap ada yang masih kusimpan, tapi aku nggak pernah numpuk baju di lemari. Kalau ada satu baju baru yang masuk, maka berarti, diusahakan, harus ada satu baju lama yang keluar. Bajuku atau El yang udah nggak dipakai, tapi masih bagus dan layak pakai, akan aku kasih ke orang lain yang mau dan yang lebih membutuhkan. Jadi El nggak bisa segampang itu asal ambil baju baru, walau El memang bisa ambil sendiri di sini."

Lia tersenyum manis sekali ke arahku, "Iya, Bosque. Panutanku. Siap laksanakan, dan saya dengarkan nasihat baiknya."

Aku hanya tersenyum ke arah Lia yang masih saja menatap lekat ke arahku.

Baru saja aku ingin melanjutkan pekerjaanku untuk input stok baju baru yang masuk hari ini, tiba-tiba ponselku berdering nyaring sekali.

Aku segera mengambilnya, dan alisku sedikit mengkerut karena telepon yang masuk saat ini ternyata dari nomor tak dikenal yang belum kutahu siapa dia.

"Siapa, Mba?" tanya Lia.

"Nggak tahu. Soalnya, nomor teleponnya, belum ada di ponselku."

"Angkat aja dulu, Mba. Siapa tahu, memang penting. Kalau ada apa-apa, tenang aja, ada aku di sini sama Mba Rina," kata Lia dengan kekehannya.

Aku ikut tersenyum mendengar bualan dari Lia. Dan kini tangan kananku sudah menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan telepon yang sejak tadi masih menunggu di seberang sana.

Kali Kedua ✔Where stories live. Discover now