145. Ada Masanya

289 33 0
                                    

❤️ Rina

Aku dan Gita telah keluar dari ruang fitting dan langsung melihat Mas Rezky yang saat ini sedang tertawa bersama Elysia. Entah apa yang sedang mereka bicarakan sebelumnya, tapi Mas Rezky dan Elysia benar-benar terlihat sangat bahagia dengan obrolan mereka.

"Nggak nyangka ya, Rin. Kalau ternyata, cinta pertamamu saat remaja, akan Allah kabulkan sekarang."

Aku langsung mengangguk membenarkan, "Iya, Gita. Sampai sekarang, aku juga masih sering banget nggak nyangka, dan kadang nggak percaya, kalau sekarang, aku bisa sama Mas Rezky saat aku sudah punya Elysia."

Setelahnya, aku menolehkan wajahku pada Gita, dan memberikan senyumku padanya. "Dulu, kamu jelas tahu bagaimana akhirnya aku jadi menyerah dengan perasaanku pada Mas Rezky."

Gita mengangguk dengan begitu senang, "Ya. Aku jelas masih ingat betul dengan hal itu. Entah dulu, atau beberapa waktu yang lalu, saat kamu menangisi Mas Rezky. Saat kamu bilang kalau kamu ingin menyerah lagi. Tapi ternyata, Allah punya kuasa lain untuk kalian berdua. Yang kamu kira sulit, tapi ternyata, Allah beri kemudahan dan jalan sampai akhirnya kalian bisa bersama seperti sekarang."

Aku kembali menunjukan senyum bahagiaku. Mengingat kembali bagaimana berantakannya aku saat harus berjauhan dengan Mas Rezky, yang kini telah menjadi calon suamiku. Padahal aku sendiri yang memutuskan ingin menjauh, tapi aku juga yang merasakan sakit karena pilihan gegabahku itu.

"Dan sekarang, kita jadi semakin percaya, kalau sesuatu yang memang sudah Allah takdirkan untuk kita, entah harus menunggu lama atau tidak, entah jauh atau dekat, sesuatu itu pasti akan tetap jadi milik kita. Apa pun itu bentuknya. Karena hak yang sudah diberikan oleh Allah, memang tak akan pernah salah alamat, tak akan pernah tertukar, dan tak akan pernah salah sasaran. Hanya harus bersabar, dan ikhlas. Dan setelah semua itu, aku percaya, bahwa penantian yang diikuti dengan rasa sabar, pasti tak akan pernah berakhir sia-sia."

Aku langsung menganggukkan kepala, memberikan tanda setuju dengan ucapan Gita.

"Ya. Kamu bener banget, Git. Mungkin, terdengar membosankan dan melelahkan jika didengar berulang kali. Tapi memang sabar adalah satu-satunya hal yang bisa kita lakukan dan harus tetap ada di dalam diri kita. Karena kita hanya manusia, bukan Allah yang bisa tahu apa saja yang akan terjadi selanjutnya. Jadi di samping kita harus terus berusaha, kita juga wajib untuk bersabar seterusnya. Karena entah apa pun yang sedang kita alami, apa pun yang nanti akan kita dapati, semua itu pasti ada campur tangan dari Sang Ilahi."

Aku tersenyum lagi, "Bersabar, dan aku percaya, bahwa setiap penantian itu memang sangat istimewa. Semua akan ada hadiah dan kejutan indahnya. Dan kalau kita sudah menuai hasil dari kesabaran kita, saat itu, kita pasti akan tersenyum sambil berkata, kalau kita telah berhasil melewati semuanya."

Gita memutar tubuhku untuk menatapnya, "Dan kamu juga harus yakin, kalau takdir Allah itu memang keputusan paling tepat untuk setiap hamba-Nya. Allah itu penentu takdir yang paling hebat. Dia tahu kapan waktu paling indah untuk kita. Dan ini memang waktu yang tepat buat kamu, Rin. Kamu nggak salah telah menerima lamaran dari Mas Rezky. Dan aku mau bilang lagi, kalau kamu tetap istri yang sangat setia untuk Mas Rama, walau sebentar lagi, kamu akan menikah dengan Mas Rezky. Karena sekarang, memang Allah sendiri yang telah memberikan kisah untuk kamu bersama Mas Rezky."

Aku diam seribu bahasa, karena aku tahu kalau Gita pasti belum selesai dengan ucapannya.

"Kamu berhak untuk bahagia, Rina. Dan kamu sudah benar dengan menerima pinangan dari Mas Rezky. Ingat kata-kataku ini. Kamu tak berkhianat, kamu tetap istri yang sangat setia untuk Mas Rama. Dan setelah ini, tugasmu adalah menjadi istri yang setia pula untuk Mas Rezky. Kamu tetap anak perempuan Bu Widya. Kamu tetap anak kesayangan Ibu. Dan setelah ini, kamu tetap bisa berbakti pada Ibu, walau kamu telah menikah dengan Mas Rezky."

Kali Kedua ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang